-->

Dari Sini, Kita Mulai Perjalanan

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Dari Sini, Kita Mulai Perjalanan

20 January 2025

Dari Sini, Kita Mulai Perjalanan

20 January 2025


Kalau Anda mau meneliti dengan seksama arsitektur masjid-masjid kuno, maka Anda akan menemukan gapura berdiri tegak sebagai akses utama masuk masjid. Tanpa melalui gapura, seseorang tak bisa memasuki masjid. Apa makna yang tersemat pada simbol gapura? 

Perlu ketahui bahwa “gapura” tidak berasal dari akar kata Indonesia. Juga bukan bahasa Jawa. Melainkan berasal dari bahasa Arab, yakni Ghafura. Maha Pengampun. 

Artinya, ketika kau hendak memasuki, jiwa pun kudu merunduk, merendah, diselipi spirit tobat pada Allah. Bukankah seseorang yang bertobat, dan diterima tobatnya, maka dia akan mendapati jiwanya bersih suci. Allah Maha Suci hanya bisa ditemui dengan kesucian hati. Dan jika kau telah suci hatinya, tersebab tobat yang bersungguh-sungguh, kau akan merasakan kedekatan, kenikmatan, bahkan kemesraan dengan Allah. 

Selagi orang belum bertobat, larut dalam dosa dan kesalahan, maka ibadah yang dilakukan tidak menurunkan kelezatan ke dalam batin. Seperti orang yang sedang terjangkit sakit, tentu saja terbawa pada “proses” menikmati makan. Meski di depan terhidang makanan yang sangat lezat, bahkan menu yang paling disenangi selama ini, tetapi karena sakit menjangkitinya, tetap saja makanan itu terasa hambar, tidak ada rasanya. 

Demikian juga, orang yang sedang sakit hatinya, dia tidak akan merasakan lezatnya beribadah kepada Allah. Bukan karena makanannya tidak enak, akan tetapi hatinya masih digerogoti oleh penyakit. Sebagaimana orang yang sedang ditimpa sakit, meski makanan itu tidak terasa enak, tetap saja dimakan, semoga nanti akan berdampak pada pulihnya sakit yang diderita. 

Lantas, bagaimana caranya agar sakit yang menjangkiti hati bisa pulih? Kalau dosa sebagai bibit timbulnya penyakit hati, maka istighfar atau tobat sebagai cara untuk memulihkan atau menyehatkan hati. Ketika hati telah sehat, maka bentuk ibadah apapun yang dilakukan akan meninggalkan bekas kedamaian, ketenteraman ke relung batin. Dengan pulihnya penyakit, membaca Al-Qur’an terasa nikmat, shalat membekaskan keteduhan di hati, membaca shalawat juga menghadirkan kelezatan ke relung batin. Semua kebaikan yang dilakukan membekaskan cahaya yang melimpahkan kebahagiaan.  

Akan tetapi, orang yang tetap terkurung kesalahan yang sama sekali tak menerbitkan kesalahan, maka orang itu akan terus terperangkap dalam penderitaan. Meski mereka ketawa-ketiwi, tetap saja kebahagiaan seolah menyingkir dari rumah jiwanya. Selama seseorang belum bertobat, dia sama sekali belum memulai perjalanan. Meski dia telah berjalan, bahkan berlari dengan cepat, karena tidak diawali dengan tobat, maka dia seperti orang yang berjalan di tempat jalan. Atau seperti orang yang berlari di atas treadmill. Sepertinya berjalan, tapi sebenarnya tidak kemana-mana. 

Takwa sebagai kunci orang bisa mengakses kebahagiaan. Sementara orang tidak bisa menggapai takwa tanpa diawali dengan kesucian hati—tobat. Hubungan tobat dan takwa seperti hubungan antara wudhu dan shalat, atau seperti tanah dan bangunan. Tanpa wudhu, shalat tidak bisa dijalankan. Tentu tidak sah, ketika shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Meski Anda shalat berkali-kali, karena tanpa wudhu, maka salatmu tidak berarti apa-apa. 

Dari sini, Anda sangat memahami akan urgensi tobat dalam perjalanan menuju Allah. Tentu Anda sudah memahami beberapa rukun tobat, yakni; menyesal, tidak mengulang lagi, bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu. Selain itu, jika ada hak-hak adami yang belum tertunai, maka dia tunaikan. Kalau ada kesalahan pada sesama, maka mintalah keridhaannya. 

Terkait rukun tobat ini tentu sudah banyak yang memaklumi, tinggal bagaimana mengeksekusi dengan sungguh-sungguh, sehingga menghasilkan tobat nasuha. Dan orang yang benar-benar bertobat, dia telah memasuki gerbang orang yang bahagia. “Bertobatlah kalian semua kepada Allah wahai orang yang beriman, agar supaya kalian beruntung berbahagia”.

Lantas apa saja yang perlu dilakukan agar tobat yang dilakukan berdampak pada tumbuhnya kebahagiaan hidup kita? 

Pertama, dawamul wudu. Kita berusaha untuk mendawamkan wudhu, menjaga kesucian dhahir. Meski sepertinya yang kita bersihkan adalah dimensi lahir, sesungguhnya—melalui wudhu—yang dibersihkan adalah dimensi batin, jika disertai dengan kesadaran dan penghayatan yang mendalam. Misalnya, ketika Anda membasuh wajah, disertai permohonan kepada Allah agar Allah merontokkan dosa-dosa yang diperbuat oleh wajah oleh mata, oleh lisan, bahkan oleh hidung. 

Ketika membasuh tangan, disertai doa akan basuhan tangan tersebut akan menggelontor semua dosa-dosa yang dilakukan tangan selama ini, sembari meminta taufik kepada Allah, agar tangan ini digerakkan untuk menangani perkara -perkara yang Allah ridhai. Demikian juga, ketika membasuh telinga, sertakan doa agar Allah mengampuni dosa-dosa telinga oleh karena mendengarkan perkara yang tidak Allah ridhai. 

Sembari memohon kepada Allah, agar telinga ini mendengarkan hal-hal yang membuatnya makin dekat sekaligus makin diridhai oleh Allah. Wudhu tentu bukan hanya ketika shalat. Setiap kali mendapati diri batal wudhu, langsung bergegas untuk mengambil wudhu lagi. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa memperbaharui wudhu, maka Allah memperbaharui imannya”.

Dengan membiasakan selalu dalam keadaan wudhu, maka setan akan menjauh dari kita. Dia tidak sanggup menggencarkan tipu dayanya. Diharapkan dengan terjaganya wudhu, kita dijaga oleh Allah dari segala tarikan maksiat. 

Kedua, shalat tobat. Orang yang bertakwa tidak serta merta bebas dari kesalahan dan dosa. Ada kalanya, dia terpeleset dalam dosa. Lalu apa bedanya dengan orang yang masih fasiq. Jika orang fasiq terus jatuh dalam perbuatan dosa, dan dilakukan secara berulang, meski kemudian merasa itu bersalah, tapi belum ada niat untuk bertobat dari dosa tersebut. 

Sementara orang bertakwa, dia melakukan dosa, namun di relung hatinya terdalam tidak tebersit untuk melakukan dosa. Tiba-tiba dia harus terjatuh dalam perbuatan dosa. Ketika dia terperosok dalam perbuatan dosa, batinnya langsung terjaga, menyesali perbuatannya yang telah berlalu, lalu bertobat. Salah satu bentuk tobatnya adalah mengisi hari-harinya dengan berzikir pada Allah yang disertai jiwa penyesalan mendalam. 

Dan (juga) orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imron: 135) 

Dengan shalat yang disertai istighfar tersebut menjadi sebuah ikhtiar bagaimana bisa memulihkan kembali hubungan dengan Allah. Allah tidak melihat seberapa banyak dosa kita, seberapa serius kita bertobat kepada-Nya. Allah tidak pernah menolak tobat seseorang selagi nyawa masih di kandung badan. Bukankah shalat—5 waktu—sendiri digambarkan oleh Rasulullah Saw seperti sungai yang mengalir di depan rumah, lalu orang yang berdiam di situ mandi 5 kali, tentu saja akan mendapati tubuhnya bersih. Kalau orang selalu menjaga shalat 5 waktu, apalagi ditambah dengan shalat tobat, insya Allah seluruh daki dan kotoran yang menempel pada dirinya akan bersih. 

Ketiga, Istighfar. Tentu saja ucapan istighfar sangat penting untuk mengikis dan menghapus dosa-dosa yang dilakukan. Kita berusaha di setiap amal yang kita lakukan selalu terselip istighfar. Dikhawatirkan di setiap kebaikan yang kita lakukan masih juga terselip kemaksiatan. Tentu saja semua orang meyakini shalat itu baik, akan tetapi ketika shalat disusupi riya, maka shalat itu seperti terjangkit racun. 

Jika perkara seperti itu mengenai kita, maka kita istigfar pada Allah. Setidaknya setiap hari—meniru Rasulullah Saw—jangan pernah tinggal membaca istighfar 70 kali. Ketika orang senantiasa menghiasi hari-hari dengan istighfar, dia akan membuat jiwanya makin indah, makin merunduk, makin tawadu. 

Anda bayangkan, di tengah jalan, Anda mendapati ada seorang yang badannya berlumur dengan lumpur. Wajahnya tertutup oleh lumpur, sehingga tak bisa dikenali. Lalu, Anda bawa ke rumah Anda. Anda menyuruhnya mandi dan menyabun dirinya. Dia pun bergegas masuk, lalu mengguyur seluruh badannya, lalu menyabunnya hingga bersih. 

Ketika dia keluar dari kamar mandi, Anda mendapati dia sudah bersih. Ternyata orang yang tadinya berpelepotan lumpur itu adalah berbadan atletis, berwajah ganteng, dan menarik hati. Begitu juga, ketika orang senantiasa istighfar, memohon ampun kepada Allah, maka hatinya akan bersih bahkan bersinar. Walhasil bisa menarik hati setiap orang yang memandangnya. Apalagi, dia terus memproyeksi diri—tanpa kepura-puraan—dengan sikap tawadhu, maka keindahan semakin tampak benderang menyinarinya.

Keempat, bersedakah. Sedakah bukan hanya bermanfaat membersihkan harta, tapi juga sangat efektif membersihkan hati. 

Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah [9]: 103

Bersedakah kenapa bisa membersihkan hati? Ketahuilah, sejatinya  yang membuat orang sering tergerak melakukan maksiat adalah cinta dunia. Semakin besar kecintaan kita terhadap dunia, maka kita sangat rentan jatuh dalam perbuatan dosa. Bukankah sesungguhnya cinta dunia adalah akar dari semua dosa? Sedakah bermanfaat untuk mengikis kecintaan pada dunia. Berkurangnya cinta terhadap dunia di hati berdampaknya pada berkurangnya intensitas dosa yang dilakukan. 

Selain itu, bersedekah sebagai jalan membahagiakan orang lain. Dan siapapun yang membahagiakan orang lain, dia akan dibahagiakan oleh Allah SWT. Hanya ketika orang telah menjauh dari dosa, kebahagiaan akan mengitari dirinya. Orang bodoh yang bersedekah lebih Allah cintai ketimbang orang alim tapi pelit. Sedekah membuat seseorang makin dekat pada Allah, sekaligus dekat dengan sesama.

Ketika orang telah menapaki beberapa cara untuk mendukung tobat tersebut, lalu Allah terima tobatnya. Ketika diterima tobatnya, insya Allah kelezatan ruhani akan menyusupi dengan memenuhi jiwa. 

Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kesenangan yang baik kepadamu (di dunia) sampai waktu yang telah ditentukan (kematian) dan memberikan pahala-Nya (di akhirat) kepada setiap orang yang beramal saleh. Jika kamu berpaling, sesungguhnya aku takut kamu (akan) ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (QS. Hud [11]: 3).

Jika orang telah diterima tobatnya, berarti dia telah berada di mihrab keridhaan Allah. Jika orang telah mendapatkan ridha Allah, maka sejatinya dia telah menyulap hatinya menjadi istana surga. Kebahagiaan akan terus dirasakannya.      



BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang