-->

Meraih Mabrur Tanpa Haji

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Meraih Mabrur Tanpa Haji

24 June 2022

Meraih Mabrur Tanpa Haji

24 June 2022




Seorang ulama besar bernama Abdullah bin Mubarok, menunaikan haji bersama murid-muridnya. Dia sempat tertidur di Masjidil Haram. Di sela-sela tidurnya dia bermimpi, bertemu dengan dua malaikat sedang berbincang-bincang. “Berapa banyak orang berhaji tahun ini?” tanya salah satu malaikat.

“600 ribu,” jawab malaikat lainnya. 

“Berapa diantara mereka yang diterima hajinya?” kembali melaikat pertama bertanya. 

“Tidak ada. Namun ada seorang laki-laki, tukang sol sepatu di Damsyiq bernama Ali bin al-Muwaffaq yang tidak berhaji. Tapi Allah menghitungnya sebagai haji Mabrur. Dan bahkan karena dia, Allah memabrurkan 600 ribu jamaah haji.” Jawab malaikat satunya. 

Abdullah bin Mabarok kaget mendengar percakapan tersebut, hingga dia terjaga dari tidurnya. Mimpi itu masih tetap membekas, terngiang-ngiang di pikiran Ibnu Mubarok. 

Tentu saja, rasa heran menyelimuti perasaan Abdullah bin Mubarok. Bagaimana orang yang tidak berangkat haji, mendulang pahala haji. Bersemat gelar mabrur. 

Usai melaksanakan haji, dia bergegas mencari Ali bin al-Muwaffaq. Singkat cerita, Abdullah bin Mubarak berhasil menemukan orang yang disebut dalam mimpinya tersebut. 

Setelah berbincang sejenak, dia langsung menyampaikan kisah mimpi yang dialaminya tatkala tidur di pelataran Masjidil Haram. Demi mendengarkan kisah menggetarkan tersebut, Ali bin al-Muwaffaq terharu. Tak pernah mengira memeroleh kedudukan semulia itu. 

Abdullah bin Mubarak masih diburu rasa penasaran, amalan apa kiranya yang dilakukan oleh Ali bin al-Muwaffaq, kok bisa meraih kedudukan semulia itu? Dia pengin mengulik dan menyingkap rahasia tersebut. 

Tibalah kesempatan Ali Muwaffaq mengisahkan tentang dirinya. Dia—ternyata—sudah lama menahan setumpuk rindu untuk berkunjung dua kota mulia, Makkah dan Madinah. Alias menunaikan haji. 


Tekadnya yang kuat meskipun hanya sebagai tukang sol sepatu, dia perjuangkan dengan menabung uang dari hasil sol sepatu. Sedikit demi sedikit. Dia mengumpulkan sepanjang 30 tahun lamanya. Setelah 30 tahun dilalui, dia yakin sanggup berangkat haji. 

Tinggal menghitung hari berangkat ke dua kota suci. Istrinya yang sedang hamil mengidam. Sang istri mencium sedapnya makanan yang menguar dari rumah tetangganya. Dia pengin makan meski hanya sekerat daging yang tetangganya masak tersebut. 

Ali bin al-Muwaffaq bergegas ke rumah tetangganya. Didapatinya tetangganya sedang merebus daging. Sedapnya menyentuh hitung, sekaligus memancing selera makan. 

Setelah uluk salam. Ali bin al-Muwaffaq menyampaikan keperluannya. Meminta sekerat daging untuk istrinya yang sedang hamil. Dan hanya makanan yang itu yang disukai istrinya. 

“Daging yang kumasak ini halal bagi kami. Tapi haram bagimu,” ucap ibu yang didampingi anaknya. 

“Mengapa?” rasa penasaran menyelesak di pikiran Ali. 

“Iya, karena ini bangkai yang saya ambil di tong sampah. Aku olah. Karena anakku kelaparan berhari-hari,” ucap si ibu. 

Demi mendengar hal tersebut, Ali bin al-Muwaffaq bergegas kembali ke rumahnya. Dia mengambil uang yang sedianya akan dijadikan bekal untuk menunaikan haji. Uang itu diserahkan semuanya pada ibu dan anaknya yang masih kecil-kecil itu. 
.
Ternyata karena asbab itulah, Ali bin al-Muwaffaq, meski tidak menunaikan haji, memeroleh gelar mabrur. 

Karena mengedepankan kemanusiaan, sembari diliputi kasih sayang yang meluas, Ali bin al-Muwaffaq mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah. 



Ingatlah, agama datang untuk mengikis dan menghancurkan keakuan. Bukan meneguhkan keakuan. Sangatlah aneh, jika orang menunaikan haji berkali-kali, sementara tetangga di samping kanan-kirinya masih terjerat kelaparan dan kemiskinan. 

Perlu diingat apa yang disampaikan Nabi Muhammad Saw. “Tidak beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman, sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya. Padahal ia mengetahui.” (HR. At-Thabrani).

Mabrur mengutamakan kepentingan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dan dia lakukan dengan ikhlas. Tidak membutuhkan balasan dan ucapan terima kasih. (QS. Al-Insan: 5-9).

Bahkan haji itu ditunaikan agar kita memiliki kesadaran universal. Cinta pada segalanya. Karena telah terbit kesadaran aku adalah semua, semua adalah aku. 

 

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang