-->

MENGAGUNGKAN RASA SYUKUR

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

MENGAGUNGKAN RASA SYUKUR

26 December 2024

MENGAGUNGKAN RASA SYUKUR

26 December 2024


Bahagia tidak berkait kelindan dengan kondisi yang bertaburan di luaran. Kebahagiaan tidak bergantung pada stimulus, tetapi sangat bergantung pada respon. Ketika kita bisa mengendalikan respon positif, insya Allah kebahagiaan akan menguar di hati kita. Meski bermacam nikmat bertebaran di luar, tapi respon positif tidak memancar dari hati, maka tetap saja kebahagiaan tidak meluapi hati. 

Bahkan, jika digantikan dengan respon negatif, alih-alih menggapai kebahagiaan, tapi justru makin membuat dada sesak. Bahkan semakin bergantung pada keadaan yang bersifat materi, dada manusia makin sesak. Bersamaan dengan lepasnya kebergantungan pada materi, dada akan merasakan kelapangan dan kebahagiaan. 

Seperti halnya sebuah rumah yang memiliki ruang tamu yang luas, dan kamarnya pun luas, tentu saja orang yang masuk ke dalam rumah menghirup perasaan lapang. Hingga kemudian berbagai macam perabot dimasukkan ke dalam rumah, memenuhi seluruh sudut ruang rumah, bahkan sampai berjejal, maka terlihat rumah itu makin sesak. Alih-alih memperindah pemandangan, orang yang berada di dalamnya akan merasakan sesak. Karena ruang yang pada mulanya luas, lalu kemudian menyempit. 

Saya belajar pada dua anak bersaudara. Keduanya bermain dengan rukun, dan saling tolong-menolong, hingga kemudian keduanya sama-sama mendapatkan uang. Keduanya mulai berselisih, saling meminta keadilan, bahkan saling berebut uang. Ketika tidak ada uang, mereka rukun, tapi ketika ada uang, penderitaan mulai datang. Jadi bukan adanya uang itu yang membuat orang bahagia, tapi respon terhadap uang itulah yang membuat orang tersudut dalam penderitaan, atau terbang di udara kebahagiaan. 

Kalau Anda kurang bahagia, bukan materinya yang harus ditambah, melainkan rasa syukurnya yang harus ditambah. Jika orang tidak kehilangan rasa syukur, kebahagiaan tidak pernah lepas dari hatinya meski badai musibah menerjang bertubi-tubi. 

Bagaimana rasa syukur diterapkan dalam rumah tangga? Jika Anda menghendaki kehidupan surgawi, ketahuilah bahwa Anda bisa merancang kehidupan surga semenjak di dunia. Miniatur kebahagiaan yang Allah sediakan adalah berupa rumah tangga. Jika kita sanggup mengelola kehidupan rumah tangga sejalan dengan apa yang Allah ridhai, maka suasana surga akan memenuhi kehidupan rumah tangga. Akan tetapi, rumah tangga yang menjauh dari perintah Allah, maka kebahagiaan akan menyingkir dari keluarga tersebut. Kesenangan bisa saja didapatkan, tapi bukan ketenangan yang memenuhi jiwa.

Bagaimana mengelola rumah agar dipenuhi suasana surgawi? 

Pertama : tanamkan semangat ridha satu sama lain. 

Kalau suami istri telah terjalin dalam semangat saling ridha satu sama lain, otomatis kebahagiaan akan menguar dari rumah tangga. Bukankah penjaga surga itu malaikat ridwan? Kalau rumah tangga ingin merasakan surga, sudah semestinya penghuni yang berada di rumah itu hadirkan perasaan ridha. Suami ridha dengan apapun yang datang dari istri. 

Demikian juga istri, ridha dengan seberapapun yang diserahkan oleh suami. Menerima dan sekemauan dengan pasangan adalah kunci untuk bisa merasakan surga dalam kehidupan rumah tangga. Mereka saling berhadapan dengan yang ridha, sehingga kebahagiaan menjadi hidangan yang tersaji di hadapannya. 

Bayangkan, suami tidak mudah tersinggung, apalagi marah, apabila mendapati istri marah-marah. Karena tak jarang istri memiliki kegelisahan sendiri yang harus dikeluarkan. Dan suami dia pandang sebagai sosok yang layak menampung kegelisahan, kerisauan, dan kesedihan yang berkecamuk di dadanya. Maka dia tumpahkan semua perasaan yang menggenangi jiwa pada sang suami. Suami tentu saja yang menerima dirinya sebagai “tong sampah” yang mau mendengarkan sekaligus memahami dengan empati keadaan batin yang sedang menguasai istri. 

Ketika suami ridha menerima kondisi istri yang memuntahkan segala perasaan yang berkecamuk di hatinya, tentu suami tidak merasa tertekan, menikmati saja. Bahkan bagaimana memproses sampah itu, nantinya, menjadi permata yang indah. Memandu istri untuk memulung hikmah dibalik peristiwa yang dialaminya. 

Dan istri pada saatnya harus menerima kekurangan yang tampak pada suami. Menerima suami seutuhnya. Tidak hanya memeluk suami ketika memberi uang yang banyak, ketika suami tak memberi uang pun tetap dipeluk dengan erat. Jangan jadi wanita yang ‘Bila ada uang, abang di sayang. Ketika tidak ada uang, abang ditendang’. 

Karena meyakini bahwa perjuangan semua bersumber pada niat untuk membahagiakan istri. Ketika seorang istri merasa bahagia dengan seberapapun yang diberikan suami, maka suami akan merasa bermakna, dan terus termotivasi untuk memberi lebih banyak lagi. Ketika seorang istri selalu mengangkat suami sebagi pahlawannya, maka suami akan selalu bekerja lebih keras untuk bisa memberikan kebahagiaan, dan memenuhi ekspektasi istri. 

Hanya orang yang mau menerima pasangan seutuhnya, dia akan selalu bisa memberi yang lebih baik. Jika semuanya terdorong untuk memberi, dan membahagiakan sudah barang tentu kebahagiaan akan memenuhi ruang kehidupan rumah tangga. 

Kedua : mengagungkan rasa syukur. 

Bersyukur merupakan kunci paling ajaib untuk mengakses kebahagiaan. Mungkin saja Anda belum mendapatkan apa-apa secara materi, tapi Anda berhasil menemukan obyek yang bisa disyukuri, tentu saja kebahagiaan mengembang dari jiwa. Anda merenungi nafas yang ditarik dan berhembus dari hidung, tentu saja Anda akan senantiasa mengucapkan rasa syukur. Bayangkan, jika nafas berhenti, maka kehidupan akan segera berakhir. 

Kalau Anda belum diberi kekayaan yang berlimpah, Anda bersyukur diberi kesehatan. Anda masih bisa makan apa saja yang Anda suka. Karena tak sedikit orang kaya, namun dia dilarang makan ini dan itu, sehingga kekayaan tidak banyak memberi manfaat. Jika misalnya diberi sakit, tetap bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Mengukir rangkaian kehidupan yang dijalani dengan ibadah pada Allah. 

Tak ada yang sia-sia dari kehidupan yang dijalani—meski kondisi sakit—kecuali di sana menambang pahala karena diisi dengan ibadah pada Allah. Jika tak diisi dengan ibadah aktif, berupa shalat, puasa, zakat, atau haji, atau bergerak memberi manfaat bagi sesama, maka bisa diisi dengan ibadah pasif yang nilai pahalanya tidak jauh dari ibadah aktif, bahkan boleh jadi nilai jauh lebih tinggi dan melambung dari ibadah pasif. 

Sementara praktiknya dalam kehidupan rumah tangga, seorang istri bersyukur terhadap pemberian suami, meski—kata orang lain—terbilang sedikit. Karena dengan bersyukur, yang sedikit akan terasa banyak. Karena itu, ketika bersyukur kebahagiaan memancar dari jiwa. Sebaliknya, terkait apa yang datang dari dirinya sendiri, seorang istri berpikir masih sedikit yang diberikan pada suami. Masih banyak kekurangan dalam melayani suami. 

Sikap tersebut tidak hanya menghiasi hati istri. Suami pun sudah seharusnya memiliki pola sikap semacam ini. Suami merasa bahwa apa yang diberikan pada istri masih sangat sedikit, sehingga terus berupaya, tanpa bosan, untuk mempersembahkan yang terbaik. Tergerak hati untuk berlaku ihsan. Sementara apa yang diberikan oleh istri, dipadang sudah sangat banyak, melebihi daripada ekspektasi yang menggantung di pikirannya. 

Dengan jiwa syukur yang terus mengembang dan menyebar dalam rumah tangga, maka yang mengalir dari kehidupan rumah tangga bukan hanya perasaan damai atau sakinah, tapi juga merasakan kepuasan batin yang meluap-luap. Tiada henti-hentinya.     

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang