Nabi Ibrahim as: Pencinta Allah Sejati
30 June 2022
Nabiullah Ibrahim as sosok yang sangat inspirasional sekaligus fenomenal. Beliaulah teladan cinta yang sejati. Beliau menyabet gelar Khalilullah bukan tanpa sebab. Tidak juga mendapatkannya secara gratis. Bukankah setiap kemuliaan diraih dengan kesabaran yang seteguh karang dan perjuangan dengan ketabahan yang berlapis-lapis?
Sebelum meraih gelar tersebut, beliau kudu menempuh bermacam ujian, berupa perintah dan larangan dari Allah SWT. Terangkum kemudian dalam sepuluh perintah larangan. 10 commandment.
Dengan izin Allah, Bapak Tauhid itu sanggup melampaui sepuluh ujian tersebut. Nyata sekali bahwa cintanya pada Allah sangatlah agung. Segalanya tenggelam oleh cintanya pada Allah. Tak ada yang sanggup menggeser cinta agung yang telah bersemi di dada Nabi Ibrahim as.
Selagi Allah yang memerintahkan, tanpa banyak mikir, beliau langsung laksanakan. Beliau benar-benar menerapkan bahwa cinta menempatkan seseorang sebagai hamba dari yang dicintainya. Karena cintanya pada Allah sangat agung, maka beliau tak pernah mengeluh, apalagi protes dengan semua perintah Allah.
Saking besarnya cinta pada Allah, di suatu kesempatan Nabi Ibrahim as diperlihatkan alam malakut. Betapa agungnya Allah, betapa luasnya kasih sayang-Nya. Meski demikian, orang bodoh yang tinggal di bumi tetap saja tidak berhenti melakukan maksiat pada-Nya.
Tentu saja menyaksikan kemaksiatan yang merebak di bumi, leluhur Sayyidina Muhammad SAW itu geram. Beliau pun memohon pada Allah agar membinasakan seluruh orang yang berbuat maksiat tersebut. Beliau memahami bahwa Allah Mahacinta pada hamba-hamba-Nya, tapi hamba-hamba-Nya masih banyak membangkang pada-Nya. Beliau pengin agar seluruh orang mengenal betapa luasnya kasih sayang Allah, sehingga semua manusia tunduk dan taat pada Allah.
Namun masih banyak manusia durhaka dan membangkang pada Allah, meski Allah tak pernah berhenti mengucurkan rahmat dan kasih sayang-Nya. Melihat manusia yang tak bisa berterima kasih pada Allah itulah membuat Nabi Ibrahim as sangat marah, dan berdoa agar mereka dibinasakan.
Sekilas, Nabi Ibrahim as tidak salah. Dikarenakan sikap itu memancar dari rasa cintanya kepada Allah SWT. Namun Allah tidak berkenan pada sikap pembawa agama hanif tersebut. Karena sejatinya, Allah tidak pernah lekang cinta pada hamba-hamba-Nya. Mungkin saja Nabi Ibrahim tidak paham bagaimana rasanya cinta itu.
Sehingga tibalah waktu, Nabi Ibrahim as dikaruniai anak. Ia diberi nama Ismail. Menginjak usia remaja, Allah perintahkan—melalui mimpi—Ibrahim as untuk mengorbankan—alias menyembelih—Ismail. Sudah barang tentu, kesedihan menyusup di hati Nabi Ibrahim. Seorang anak yang kelahirannya sudah lama ia tunggu, bermacam harapan disandangkan pada sang anak. Akan tetapi, dia harus rela melepaskan, atau mengorbankan anak tersebut. Dan harus menyembelihnya dengan tangannya sendiri.
Andai Nabi Ibrahim as disodori opsi, mengorbankan anak atau dirinya, beliau tentu condong memilih untuk mengorbankan dirinya. Mengapa demikian? Secara fitriah seorang ayah, tentu saja lebih mencintai anak ketimbang dirinya sendiri. Selain itu, dia sendiri sudah merasa tua. Kehidupan yang ia jalani tidak lagi panjang. Sementara Nabi Ismail masih sangat belia. Jika kemudian beliau meninggal, Nabi Ismail insya Allah akan siap untuk melanjutkan dakwahnya.
Tapi Allah tidak menyajikan opsi. Perintah-Nya hanya satu, yakni mengorbankan Ismail as. Anda bisa membayangkan, anak yang sudah lama ditunggunya. Dan sedang menarik hati dikarenakan sedang memuncaknya potensi dirinya sebagai remaja, harus ditarik dari dekapannya. Diminta oleh Pemiliknya yang sejati.
Kesedihan tentu saja memenuhi hati Nabi Ibrahim as. Meski demikian, cinta pada Allah lebih agung daripada segalanya. Bahkan, seorang anak sekalipun tak lebih berarti dibandingkan Allah SWT. Karena itu, beliau rela mengorbankan Nabi Ismail as. Setelah berdiskusi, meminta pendapat, sekaligus kesediaan Nabi Ismail as, maka diputuskan Nabi Ismail as siap untuk dikorbankan karena Allah.
Keduanya telah berada di ceruk terdalam spiritual, yakni penyerahan diri total pada Allah. Waktu eksekusi pun tiba. Pisau yang digunakan untuk menyembelih Nabi Ismail as tidak mempan. Padahal sangatlah tajam. Berkali-kali Nabi Ibrahim as menggesek-gesekkan pisau dengan sangat keras, tapi leher Nabi Ismail as tak juga terpenggal. Hingga Allah—melalui Malaikat Jibril as—membawa seekor kambing dari surga.
Syukur tiada tara, bagaimana Nabi Ibrahim as telah berhasil melampaui bermacam ujian. Puncaknya harus menyembelih putranya sendiri. Dengan segala pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim as, maka beliau lalu mendapatkan gelar Khalilullah. Tidak hanya diangkat sebagai kekasih-Nya, tapi Allah juga mengabadikan spirit hidup beliau melalui rukun Islam yang kelima - haji. Sebagai bentuk penghormatan Allah terhadap keluarga Nabi Ibrahim as.
Memang, cinta yang tulus karena Allah membuat segalanya abadi. Menjadi monumen cinta yang terus terjaga. Mengobarkan inspirasi bagi seluruh umat. Monumen cinta Nabi Ibrahim as dan keluarganya diabadikan melalui haji.
Segala apa yang diiringi kecintaan pada Allah akan selalu kekal. Sementara yang diiringi cinta pada selain-Nya akan mudah punah, dan hilang ditelan zaman.
0 comments