Duhai Akhlaknya yang Agung!
06 October 2022
Manusia agung sepanjang sejarah terus moncer. Bukan karena capaian-capaian duniawi. Bukan karena kekayaan yang ditangguknya. Bukan karena nasabnya yang tinggi. Bukan pula karena ketampanan yang terpuja seluruh makhluk. Beliau agung tersebab akhlaknya yang mulia.
Dan Allah menyematkan pujaan pada beliau, sekali lagi, karena akhlaknya. Kalau kita menelusuri, menyelami, dan menghayati akhlak Nabi Muhammad SAW secara cermat, maka kekaguman kita pada beliau semakin mengembang. Kecintaan kita makin menguat. Kerinduan kita pun kian menggelora.
Rasulullah SAW memiliki beragam keutamaan. Melalui penggambaran secara fisik, beliau disebut orang yang sangat tampan. Bahkan, ketampanan Nabi Yusuf as pun tak mampu menandingi ketampanan beliau as. Ihwal kekayaan, beliau sempat ditawari menjadi orang kaya.
Akan tetapi beliau tidak sedikitpun silau dengan kekayaan. Beliau memandang dunia ini sangat rendah. Karenanya, beliau lebih memilih hidup sederhana. Beliau ingin sehari makan, sehari puasa. Sehari memancarkan syukur, sehari menahan diri dalam kesabaran. Keduanya adalah hiasan kebaikan yang berbalut pada Nabi Muhammad SAW.
Jabatan yang mengagumkan pun pernah ditawarkan pada Nabi Muhammad SAW, tapi sama sekali tak mampu membuat beliau terpukau. Beliau pengin seperti hamba sahaya. Makan dan duduk seperti hamba sahaya. Bahkan beliau dikenal dekat dengan orang miskin.
Rasulullah SAW dikenal, Allah kagumi karena akhlak yang menghias beliau. Beliau bukan hanya tidak membalas setiap kejahatan yang menimpanya dengan kejahatan yang sama, tapi beliau juga memberi maaf, bahkan berbuat baik pada orang yang telah berbuat jahat.
Di benak kita, mungkin saja masih melekat ingatan tentang kisah seorang pengemis tuna netra yang duduk di salah satu sudut pasar di Madinah. Badannya ringkih, pakaiannya lusuh dan usang. Sesekali dia bergerak-gerak mencari suara derap kaki. Dan setiap kali dia mendengar suara derap kaki, dia selalu menyampaikan, “Jangan sekali-kali kau mendekati Muhammad. Sebab dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir! Engkau akan dipengaruhi kalau mendekat”.
Karena si pengemis buta, maka dia tidak tahu siapa orang yang berada di depannya. Sosok yang menyuapi sekaligus melembutkan suapannya adalah orang yang selalu dicacinya. Meski demikian, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyimpan kebencian, apalagi dendam.
Dari sanubari terdalamnya, dia sudah memaafkan dengan lapang dada pengemis tua tersebut. Bahkan beliau menyuapi dengan cara yang sangat lembut, tanpa terselip perasaan tak suka. Nabi SAW melakukannya bukan hanya sekali, tapi berulang kali. Anehnya, orang tua buta itu sama sekali tidak mengenal bahwa orang yang menyuapinya adalah sosok yang selama ini dia caci.
Hingga ketika Nabi Muhammad SAW wafat, beberapa hari pengemis itu tidak mendapati kembali orang yang menyuapi dia. Abu Bakar sebagai khalifah, pada suatu kesempatan bertanya pada Sayyidah Aisyah ra, “Sekarang, saya diamanah sebagai khalifah. Apakah ada dari amalan Rasulullah SAW belum saya lakukan?”. “Ada, wahai ayah!”, jawab Sayyidah Aisyah ra. Lalu, Istri Nabi SAW pun menuturkan perihal Rasulullah SAW yang datang ke pasar, membawa makan, sekaligus menyuapi orang tua buta yang duduk di pojok pasar Madinah.
Demi mendengar penuturan Aisyah ra, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq bergegas menuju pasar dengan membawa rantang berisi makanan. Setibanya di pasar, betapa terkejutnya beliau. Karena lelaki yang dimaksud mengoceh, menjelekkan, dan mencaci maki Nabi Muhammad SAW. Berat rasanya hati beliau karena kakasihnya dicaci maki. Namun karena pengin menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW, maka Abu Bakar ra pun menyuapi orang tua buta tersebut.
Pada suapan pertama, langsung saja tangan Sayyidina Abu Bakar ditampik. “Kau bukan orang yang biasa menyuapiku. Orang yang biasa menyuapiku, cara menyuapinya sangat lembut dan halus”. Mendengar perkataan tersebut, Abu Bakar beringsut ke belakang, sambil menangis. Kerinduan dirinya pada Nabi SAW tak tertahankan. Beliau menangis, sesenggukan. “Mengapa kau menangis?”, tanya orang tua buta.
“Orang yang menyuapimu selama ini dengan lembut adalah orang yang kau caci maki. Dialah Nabi Muhammad SAW. Beliau telah wafat. Dan sayalah penggantinya. Abu Bakar Ash-Shiddiq ra”.
Spontan, pengemis Yahudi itu ikut menangis. Dia, kemudian, bersyahadat di hadapan Abu Bakar ra. Dia tersentuh masuk Islam sebab terpukau dengan akhlak Nabi. Bagaimana beliau membalas keburukan dengan kebaikan.
Sekali lagi, sebuah cerita Nabi Muhammad yang memukau, saya suguhkan sehingga kita makin kagum pada beliau SAW.
Di suatu kesempatan, Mekah sebagai tempat Rasulullah berdakwah pertama kali, terlihat semakin sempit bersamaan dengan wafatnya Abu Thalib dan Sayyidah Khadijah al-Kubro. Orang kafir Quraisy semakin beringas dan berani mengusik Rasulullah SAW. Bagaimana ketika Nabi dalam keadaan shalat di dekat Ka’bah, kafir Quraisy yang dikomandani Abu Jahal berencana menimpukkan kotoran unta yang baru disembelih di punggung manusia suci tersebut. Benar saja, ketika Rasulullah SAW sedang sujud mereka dengan penuh kesombongan melemparkan kotoran unta tersebut.
Semakin sulitnya perjalanan dakwah di Mekah, Rasulullah SAW bergeser terlebih dahulu ke Thaif. Beliau berjalan menuju Thaif bersama Zaid bin Haritsah. Setibanya di Thaif, beliau menemui pemuka-pemuka Thaif. Hanya saja paska bertemu mereka, Rasulullah SAW tidak mendapat perlakuan yang baik. Malah, mereka menolak, sekaligus mengusir dakwah manusia pilihan tersebut. Mereka melempari dengan batu, hingga tumit Nabi Muhammad SAW bercucuran darah.
Saking kasarnya perlakuan mereka, sampai setingkat malaikat bisa geram menyaksikan peristiwa tersebut. Malaikat penjaga gunung menawarkan untuk melemparkan gunung ke penduduk Bani Thaif. Penawaran tersebut alih-alih mendapatkan sambutan baik dari Nabi SAW. Malah, beliau menolaknya. Beliau berharap dari sulbi mereka akan lahir orang-orang beriman kepada Allah. Lalu beliau memungkasi dengan doa, “Ya Allah, berikan hidayah pada kaumku, sesungguhnya (mereka melakukan itu) karena tidak tahu”.
Dari kisah tersebut, kita bisa menilai sendiri betapa tingginya akhlak Nabi Muhammad SAW. Akhlak yang didasari dengan kasih sayang yang meluas.
Saya tambahkan satu kisah lagi yang memantik decak kagum pada Sayyidina Muhammad SAW.
Para sahabat terkejut melihat ada seorang pria menegur Baginda Nabi Muhammad SAW. Pria itu menarik kerah sang Nabi, menghina suku beliau, dan berteriak di hadapan yang mulia, “Apakah kau tidak mau memberikan apa yang menjadi milikku, wahai Muhammad? Demi Tuhan, aku tidak mempercayai kaum dari keturunan Abdul Muthallib yang dikenal suka menunda pembayaran hutang, dan sekarang aku tahu bahwa kamu memang demikian, setelah bertemu langsung denganmu”.
Umar tidak mampu membendung amarahnya. “Kamu adalah musuh Allah!”, pekiknya. “Bagaimana kamu berani mengatakan apa yang baru saja aku dengar kepada Rasulullah SAW. Dan bagaimana kamu berani melakukan apa yang baru saja aku saksikan! Demi Allah yang telah mengutusnya dengan kebenaran, aku sama sekali tidak takut untuk membatalkan perjanjian yang ditegakkan antara kaummu dan kaumku. Aku akan membelah kepalamu dengan pedangku”.
Sementara itu, Nabi Muhammad SAW tetap tenang dan memandangi Umar sambil tersenyum. Kemudian, beliau bersabda, “Dia dan aku membutuhkan perilaku berbeda darimu, wahai Umar. Perintahkan kepadaku untuk memberinya apa yang menjadi miliknya dengan cara yang baik, dan perintahkan kepadanya untuk meminta apa yang menjadi miliknya dengan cara yang baik. Pergilah bersamanya, Umar. Dan berikanlah apa yang menjadi piutangnya dan berikanlah kepadanya lebih dua puluh hitungan beserta kurma karena kamu telah membuatnya takut”.
Maka Umar memberikan pria itu kurma dan juga dua puluh hitungan lebih seperti perintah Nabi. Sekarang, pria itu terkejut.
“Kenapa engkau memberiku lebih, wahai Umar?”, pria itu bertanya.
“Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk melakukannya karena aku telah membuatmu takut”.
Kemudian, pria itu membuka identitas dirinya. Bahwa dia adalah rabi. Dia, ternyata melakukan itu untuk menyaksikan semua tanda-tanda kenabian yang melekat pada Nabi Muhammad. Hanya dua tanda yang belum dia saksikan pada beliau. Bagaimana beliau menunjukkan kesabaran dan bukan kekasaran. Dan jika diperlakukan dengan cara kasar, beliau hanya bertambah sabar. Dan melalui peristiwa tersebut, Zaid bin Sa’nah menyaksikan dua kualitas tersebut pada Nabi Muhammad SAW. Karena itu, dia meneguhkan dirinya untuk masuk Islam.
Kisah-kisah Rasulullah SAW yang saya tuangkan melalui tulisan ini, semoga menambah kekaguman kita pada akhlak Nabi Muhammad SAW. Dan berlanjut kemudian pada upaya keras untuk meneladani akhlak beliau yang mulia. Bukankah beliau diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia?
0 comments