-->

Menakar Kembali Shalat Kita

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Menakar Kembali Shalat Kita

30 January 2023

Menakar Kembali Shalat Kita

30 January 2023


 

Shalat disebut sebagai induk dari semua ibadah. Pemimpin semua ibadah. Tanpa adanya shalat, maka ibadah yang lainnya akan kocar-kacir. Tidak terangkum rapi. Tidak terwadahi dengan baik. Karena itu, mengapa shalat sebagai ibadah yang pertama kali dihisab oleh Allah. Apabila shalat baik, maka semuanya dipandang baik. Begitu juga sebaliknya. Selain pemimpin mencerminkan orang yang dipimpin, ia juga hadir sebagai penyempurna kekurangan yang dipimpin. Itu artinya, selain mencerminkan semua ibadah-ibadah lain yang kita lakukan, shalat juga menjadi penyempurna kekurangan-kekurangan dari ibadah kita. 

Shalat juga disebut sebagai tiang agama. Apakah kita bisa membangun bangunan yang kokoh tanpa ditancapkan tiang terlebih dahulu? Tanpa tiang, tentu saja bangunan akan mudah roboh. Begitu juga agama, tanpa ditiangi oleh shalat, maka agama yang terbangun dalam diri kita akan mudah ambrol, mudah runtuh, dan mudah roboh. 

Terpandunya shalat berdampak pada terbimbingnya kehidupan kita. Mengapa demikian? Karena shalat merupakan media untuk merekatkan hubungan jiwa kita dengan Allah. Kalau kita tidak terhubung dengan Allah, sudah barang tentu kita telah terputus dengan sumber kedamaian. Iya, meski kita berusaha menjajal, menjajaki, dan menyusuri kebahagiaan di luar, kita takkan pernah menemukan kebahagiaan selagi kita tidak terhubung dengan Yang Mahabahagia. Allah Swt.

Hubungan kita dengan Allah bagaikan hubungan pokok pohon dan akarnya. Tidaklah pohon tumbuh jika telah terputus dengan akarnya. Akar kehidupan kita adalah Allah. Akar memang tidak terlihat. Akan tetapi, tanpa akar pohon tidak akan pernah tumbuh, apalagi menjulang tinggi, apalagi berbuah. Tidak mungkin. Jika pohon kebahagiaan kita ingin terus tumbuh, maka kita harus menjalin konektivitas jiwa dengan Allah Swt. 


Dari sini, kita akan memahami betapa pentingnya peran shalat. Allah berfirman :

Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan laksanakan shalat untuk mengingat-Ku”. (QS. Thaha : 14)

Dari sini, kita bisa memahami bahwa shalat sebagai media yang menghubungkan kita dengan Allah. Memantik kesadaran bahwa kita adalah hamba-Nya yang lemah, semantara Allah adalah Tuhan kita yang Mahasegalanya. Kita benar-benar terserap dalam kesadaran sebagai hamba yang fakir sekaligus hina di hadapan Allah. Selain itu, juga mengembang kesadaran bahwa tidak ada sesembahan, sekaligus kecintaan, sekaligus tujuan kecuali Allah Swt. Kesadaran ini yang akan membimbing kita untuk terus tersambung dan terhubung dengan Allah Swt. Karena meyakini Allah satu-satunya kecintaan, maka hati akan senantiasa dikuasai ingat pada Allah. Selalu menyadari kehadiran Allah Swt. Bukankah orang akan banyak mengingat yang dicintainya?

Man Ahabba syai’an katsura zikrahu

Orang yang mencintai sesuatu akan banyak mengingatnya. Begitu juga ketika kita telah tercelup dalam kecintaan kepada Allah, maka akan selalu ingat pada Allah. Jika ingat pada Allah telah menghiasi sekaligus menguasai hati kita, maka tentu saja ketentraman akan melimpahi hati. 

(Yaitu) orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram”. (QS. Ar-Ra’ad : 28)

Ketenteraman alias kedamaian menjadi pertanda hidupnya ruhani. Iya, tanda hati kita hidup adalah adanya kedamaian. Tapi, sekali lagi, kedamaian tidak akan tumbuh selagi orang putus dengan Allah. Hanya orang yang terjalin hatinya dengan Allah yang diluapi kedamaian. Penjalin hati dengan Allah adalah zikir. Zikir formal yang telah ditetapkan Allah adalah shalat. 

Sudahkah Kita Damai?

Jika kita sudah melaksanakan shalat tanpa bolong sedikit pun, tapi rasa damai juga belum menyusup ke dalam hati, mungkin kita akan bertanya, apakah berarti shalat tidak efektif menghasilkan kedamaian? Jika berkali-kali shalat tapi tetap saja tidak mereguk rasa damai, apa berarti tak usah mendirikan shalat lagi? Jika kita tidak kunjung menyesap rasa damai? jangan secara gegabah menyalahkan shalat. Hendaknya kita perlu mengevaluasi shalat kita. Sudahkah memenuhi tuntunan agama, sudahkah shalat kita benar-benar dialiri ingatan kepada Allah, atau ternyata masih sering kosong dari ingatan pada Allah?

Semakin banyak kita ingat pada Allah dalam shalat, insya Allah semakin banyak buah-buah yang akan kita petik. Bahkan, orang yang senantiasa ingat pada Allah dalam shalat, dia tak hanya mendapatkan kebahagiaan setelah menyelesaikan shalat, bahkan dalam shalat pun dia mereguk kebahagiaan. Bagaimana tidak mereguk kebahagiaan, dalam shalat dia merasa sedang berhadap-hadapan, tawajjud, dan berdialog dengan Allah Swt. 


Iya, jika shalat kita belum menghasilkan rasa damai, maka telitilah apakah kita sudah menghadirkan Allah dalam shalat, atau justru yang sering hadir adalah selain Allah. Mungkin saja yang melintas dalam shalat adalah tentang pekerjaan yang tidak selesai-selesai. Atau tentang teman yang selalu usil dan bikin masalah di kantor. Dan pernak-pernik yang tidak ada hubungannya dengan shalat. 

Ingatlah, shalat sebagai media yang murni menghubungkan kita dengan Allah. Tidak dengan yang lain. Meski kita shalat berjamaah, tetap saja kita menghadap bukan pada sesama, melainkan Allah Swt. 

Semoga melalui bulan shalat ini, kita semakin bersemangat untuk membenahi shalat kita. Membawa shalat kita sebagai jalan untuk mendekat, selalu dialiri kesadaran akan kehadiran Allah. 


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang