-->

Jagalah Shalat, Kau akan Allah Jaga

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Jagalah Shalat, Kau akan Allah Jaga

03 February 2023

Jagalah Shalat, Kau akan Allah Jaga

03 February 2023


 

Shalat, sekali lagi, merupakan perkara yang agung, karena terkait relasi kita dengan Yang Mahaagung. Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Menguasai, dan Maha Mengatur kehidupan kita. Tidak ada siapapun yang bisa menuangkan manfaat sekaligus menyemburkan mudharat, kecuali Dia. 

Intinya, kalau kehidupan kita dengan Dia beres, berarti hidup kita aman. Sebaliknya, meskipun kehidupan kita dengan sesama sudah baik, sementara dengan Allah bermasalah, maka rasa tenang tidak akan meruahi jiwa kita. Selalu ada saja yang menusuk-nusuk kebahagiaan dan berjejal derita, setidaknya rasa yang terus menyergap hati. 

Menjaga shalat tidak sebatas pada dimensi lahiriah. Tidak berarti bahwa kita sudah shalat sehingga kita anggap sudah selesai. Kita perlu mengevaluasi, apakah shalat kita telah membimbing kita makin dekat dengan Allah, telah menjadi washilah merasakan kelezatan ruhani? Atau ternyata tetap saja, kita belum menemukan bahagia meski sudah berkali-kali menjalani shalat. 

Saat shalat belum juga menghasilkan kebahagiaan yang membekas di hati, maka kita jangan hanya disibukkan ngurus persoalan lahirnya, tapi juga perlu menyelam ke relung batin shalat. 


Ingatlah, sebelum kita menegakkan shalat, terlebih dahulu kita mengambil wudhu. Wudhu membersihkan sekaligus mensucikan anggota tubuh dari segala hadas dan najis. Tentu saja bukan hanya hadas lahir, perlu menjurus juga pada hadas batin. Karena jika hanya membersihkan dari hadas lahir, maka kita tidak mereguk energi batin berupa cinta. Cinta pada Allah. Allah Mahasuci, tentu saja menyukai kesucian. 

Dikala hati sudah suci dari segala kotoran yang cenderung memproduksi penderitaan, maka disusul oleh hadirnya cinta. Cinta yang sejati pada Allah. 

Terbitnya cinta pada Allah akan membimbing kita fokus kepada-Nya. Bukan hanya “menjadikan” Allah sebagai tujuan, tapi Dia juga yang kita yakini sebagai muasal dari semua perjalanan. Kita tidak bisa berbuat apapun tanpa pertolongan Allah. 

Dengan begitu, kita tidak merasa berangkat dari kekuatan diri kita, melainkan sebab pertolongan dari Allah. Walhasil, dalam perjalanan, kita akan fokus pada Allah, sekaligus merasakan kesertaan Allah dalam amal yang kita lakukan. Dan ketika sudah tiba di tujuan, kita akan meninggalkan klaim pribadi atas pencapaian. Kita merasa segala macam pencapaian ruhani diraih tersebab pertolongan dari Allah. 


Berkuasa cintanya dalam hati akan mengarahkan kita fokus pada yang kita cintai. Begitulah, kalau kita sudah mencintai Allah, tentu saja Allah senantiasa “terlukis” di hati kita. Tidak pernah tersingkir dari ingatan. 

Dengan demikian, kita tak bisa merekayasa agar kita bisa khusyuk dalam shalat. Jika hati tidak tersentuh cinta pada Allah, maka tentu saja shalat khusyuk terasa sulit bagi kita. Apalagi kita dikuasai cinta pada selain Allah. Dunia misalnya. Tentu saja, meski kita sedang shalat, kita tetap saja terbawa ingatan pada dunia. Ketika kita terlalu mencintai harta dan tetek bengeknya, maka dunia akan senantiasa menginterupsi, bahkan menguasai shalat kita. 

Guru mulia pernah menjelaskan, mengapa orang tidak bisa khusyuk dalam shalatnya. Karena hatinya masih didominasi oleh selain Allah. Beliau menyontohkan seperti lalat yang sering menghinggapi ruang tamu. Meski kita berkali-kali mengusirnya, tetap saja lalat itu kembali terbang menghinggapi makanan dan segala kotoran yang berserakan dan tercecer di sudut-sudut rumah. 

Bagaimana caranya agar lalat itu tidak lagi datang dan menghinggapi ruang tamu kita? Yang perlu kita lakukan adalah membersihkan kotoran-kotoran yang bertebaran di ruang tersebut dengan sebersih-bersihnya, berikut disemproti pengharum ruang, sekaligus dihiasi dengan bunga-bunga yang indah. Menyulap tempat kotor menjadi tempat yang bersih nan indah, membuat lalat tak lagi tertarik beterbangan di ruang itu. Mungkin saja akan berganti, ruang itu didatangi oleh kupu-kupu yang menambah bahagia penghuni rumah tersebut. 


Begitulah, ketika kita belum bisa khusyuk, jangan menyalahkan siapa-siapa. Akan tetapi, telitilah ke dalam diri sendiri, mungkin saja hati kita belum bersih dari kuasa dunia. Kita terlalu melekat dan gandrung pada duniawi, sehingga perlahan-perlahan kita kikis kecintaan kita terhadap dunia dan selanjutnya diisi dengan kecintaan pada Allah. Bukankah kebahagiaan jiwa tercipta ketika selalu bersama dengan yang dicintai? Shalat menjadi momentum kebersamaan jiwa dengan Allah, Zat Yang paling dicintai dan dirindukan oleh jiwa. 

Karena itu, sebelum shalat, kita belajar membersihkan noktah-noktah duniawi yang masih menempel di hati kita. Cara kita mengikis cinta duniawi adalah mengikis sombong, dengki, dan riya. Karena ketiganya merupakan pantulan cinta duniawi. Dikala cinta duniawi telah terhapus dari hati, maka sudah tak ada lagi jejak kesombongan, dengki, dan riya di hati. Ketika telah bersih hatinya, maka seseorang akan menemukan keasliannya. 

Aslinya manusia disebut dengan fitrah. Dan fitrah punya kecondongan mencintai Allah. Fitrah layaknya cermin yang bening. Karena cermin bening ini seringkali dihinggapi oleh debu yang didatangkan hawa nafsu, maka cermin fitrah tertutupi oleh kotoran-kotoran tersebut. Kalau fitrah sudah bersih kembali, maka bisa memantulkan atau mengaktualisasikan lagi cinta pada Allah.  

Cinta pada Allah membimbing kita untuk khusyuk, hudur, dan tadharruk di hadapan Allah. Dikala khusyuk telah menyelimuti shalat, kita akan mereguk kenikmatan dalam shalat. Disebutkan oleh Sayyidina Muhammad bahwa “Dijadikan bagi saya ketenteraman hati dalam shalat”. Mengapa? Karena beliau benar-benar terserap dalam rasa khusyuk pada shalat. Allah hadir menyelimuti diri


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang