Menarik Surga ke Saat ini
11 May 2023
Anda jangan
membayangkan surga dan neraka seperti halnya taman luas tanpa batas atau
penjara yang sangat sempit dan sumpek. Surga dan neraka terkait dengan ahwal
batin yang menyelimuti dan melingkupi diri kita. Boleh jadi, dua orang berada
di tempat yang sama. Satunya mereguk angin sepoi kedamaian dan kepuasan yang
melonjak-lonjak, sementara lainnya bernasib jerih seperti disambar petir
penderitaan tak terperikan. Iya, di tempat yang sama, tapi kondisi yang dirasakan
berbeda.
Guru mulia pernah menyuguhkan sebuah permisalan yang masih terpatri kuat di pikiran dan hati saya. Dua orang pemuda yang sama-sama berada di Taman Purwodadi. Secara eksternal, meski orang belum pernah mengunjungi, membayangkannya saja sangatlah indah dan eksotis. Setiap orang yang berkunjung ke situ, kita perkirakan pasti bahagia.
Ternyata prasangka seperti itu tidak sepenuhnya benar, melainkan bergantung persepsi dan kondisi hati yang dibawanya. Salah satu dari keduanya, merasa diluapi kebahagiaan tak terkira karena ditemani oleh kekasihnya tercinta. Sambil memakan kudapan yang terhidang di depannya, mereka berbincang mesra.
Kadang-kadang saling
berpegangan tangan, bertatap muka dan saling berbagi senyum indah. Sesekali si
lelaki melemparkan rayuan dan candaan yang membuat si wanita seperti dibawa
terbang ke taman firdaus. Dia merasakan kebahagiaan yang sempurna. Badannya
dilingkupi taman yang indah. Sementara jiwanya dihiasi oleh pertemuan yang
keindahannya tak bisa dilukiskan.
Adapun pemuda yang kedua, tentu mengalami kondisi yang berbeda. Sesekali dia mengutuk keadaan, menyemburkan keluhan, disertai dengan melemparkan kerikil ke kolam. Dia seperti dihantam derita tak tertangguhkan. Matanya sayu, sembari disertai air yang merembes. Bibirnya gemetar. Bahkan, dia seperti memendam kegeraman yang ditahan.
Setelah ditanya ‘Apa yang terjadi?’, dia menyatakan bahwa dia telah membuat janji dengan kekasihnya di hari itu untuk memastikan apakah hubungan yang selama ini terjalin akan dilanjutkan atau dicukupkan. Jika sebelum dhuhur kekasihnya tiba, berarti hubungannya akan terus berlanjut.
Sebaliknya, jika
melebihi waktu dhuhur si kekasih tidak juga datang, berarti alarm hubungan
tidak bisa dilanjutkan. Alias putus. Nyatanya waktu dhuhur sudah lewat beberapa
jam yang lalu. Si kekasih tidak juga menampakkan dirinya. Meski dia dinaungi
taman yang teduh, tapi hatinya tetap membara sekaligus memendam kesedihan.
Begitulah, orang
mendapatkan surga dan neraka, sangat bergantung pada keadaan hatinya. Jika hatinya
bersih sekaligus diisi dengan cinta yang memuncak pada Allah, maka perjumpaan
dengan Allah kelak akan membuahkan kebahagiaan. Wajah pun berbinar-binar.
Tentu berbeda dengan
orang yang enggan, apalagi menaruh benci pada Allah, maka ketika bersua dengan
Allah bukanlah kebahagiaan yang diserap, melainkan penderitaan. Bukan karena
Allah tidak menyediakan kebahagiaan untuknya, tapi karena dia sendiri telah membuat
tembok yang menghalanginya mereguk kebahagiaan.
Dari sini kita bisa
memahami dengan terang-benderang firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Qiyamah
ayat 22-24 :
“Wajah-wajah (orang
mukmin) pada hari itu berseri-seri memandang Tuhannya. Dan wajah-wajah (orang
kafir) pada hari itu muram. Mereka yakin akan ditimpakan kepadanya malapetaka
yang sangat dahsyat”.
Surga Terkait Kondisi
Hati
Ketika orang bertakwa, maka dia berhak—tidak hanya—memeroleh surga di akhirat, tapi juga berpeluang meraih surga di dunia. Sosok bertakwa adalah pribadi yang telah bersih hatinya dari bermacam penyakit hati. Terkait penyakit hati, sudah saya singgung di artikel sebelumnya. Tertumpasnya penyakit hati akan menerbitkan kebahagiaan ke relung hati.
Rasa takut pada Allah
menjadi kartu akses bagi kita meraih kebahagiaan di dunia, selain kelak di
akhirat.
“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga”. (QS. Ar-Rahman [55] : 46)
Kita hanya perlu
menelusur ciri-ciri orang bertakwa. Diharapkan ketika kita menerapkan ketakwaan
dalam kehidupan sehari-hari, surga tidak lagi jadi pengetahuan, melainkan
sebagai pengalaman bagi jiwa.
Pertama, gemar melaksanakan shalat malam. Sosok bertakwa
identik dengan pencinta Allah. Tentu dia memiliki waktu khusus untuk menjalin
kemesraan dalam hubungan dengan Allah. Salah satu cara untuk mengikat hubungan
intim dengan Allah adalah shalat malam. Dikala banyak orang terlelap dalam
tidurnya karena tergoda dan nyaman dengan lembutnya spring bed, pencinta
Allah terjaga dari tidurnya. Dia shalat malam sekaligus bermunajat dengan penuh
harap pada Allah. Shalat malam mengukir qurrata a’yun di hati.
Kedua, melazimkan istighfar. Terutama di waktu-waktu sahur. Istighfar membentuk hati yang tawadhu dan merasa hina. Menjaga perasaan untuk tidak lebih mulia daripada siapapun. Hati orang seperti ini tidak tersentuh kesombongan meski sebiji zarrah. Dia merasa bukan siapa-siapa. Bahkan merasa dirinya sedang terperosok di lumpur dosa dan kesalahan.
Selain itu, sosok seperti ini selalu membuka hatinya untuk belajar kepada siapapun karena ia melihat siapapun lebih mulia dibandingkan dirinya. Istighfar sebagai salah satu pengundang datangnya pertolongan dari Allah.
Ketiga, berbagi pada sesama dalam situasi apapun. Iya,
salah satu ciri orang bertakwa adalah suka berbagi, baik ketika lapang ataupun
sempit. Orang yang telah mengalami kematangan jiwa tentu merasa bahagia dan
puas hatinya dikala bisa berbagi dengan orang lain. Dikala pergaulan dihiasi
kultur berbagi, maka yang kita rasakan adalah kelimpahan. Sebaliknya, ketika
yang ditumbuhkan budaya saling meminta dan menuntut, justru yang dirasakan
adalah kelangkaan.
Adalah orang memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan surga dan neraka. Lalu datanglah dalam mimpi visualisasi surga dan neraka. Surga dan neraka sama saja, yang membedakan adalah watak penduduknya. Di surga dan neraka sama-sama terhidang bermacam makanan yang lezat. Hanya saja, mereka disediakan sendok yang panjang. Dan tidak bisa makan tanpa sendok tersebut.
Di neraka, didapati penduduknya mengalami
kelaparan di tengah berlimpahnya makanan. Mengapa? Karena masing-masing mereka ingin
menyuapi dirinya sendiri. Namun tidak berhasil. Walhasil mereka kelaparan.
Sementara penduduk
surga terlihat segar bugar dan kenyang. Apa yang mereka perbuat untuk makan
dengan sendok yang panjang tersebut? Mereka berinisiatif untuk saling menyuapi
satu sama lain. Walhasil mereka semua dalam keadaan kenyang. Kalau Anda
berbagi, maka Anda pasti bahagia. Sementara orang yang pelit dan fokus memenuhi
diri sendiri, dia mengalami kelaparan.
Keempat, menahan marah. Marah bukan tanda kekuatan, melainkan tanda kelemahan. Marah seolah menyakiti orang lain, padahal lebih sering menyakiti diri sendiri. Ketika hati bergejolak tersebab kemarahan, tahan jangan sampai menyebar keluar. Bahkan, sebelum tersemprot keluar, padamkan dengan memikirkan dampak ruginya kemarahan. Kemarahan hanya akan membakar diri sendiri. Tentu setiap orang tidak ingin membakar dirinya sendiri.
Jika Anda
menahan marah, maka Anda akan merasakan surga menyusupi hati. Kemarahan tak
jarang bermula hanya sekadar iseng, namun pada akhirnya menjadi betul-betul marah.
Marah membuat muka padam dan ingin membungkam seseorang. Seperti orang bermain
api yang kecil, karena tak bisa mengendalikan, maka apipun membesar dan
menjalar kemana-mana. Perlu selalu diingat, hanya orang kuat yang bisa menahan
marah. Sementara orang yang mudah menyemburkan kemarahan sebenarnya hanya
menunjukkan bahwa dia lemah.
Kelima, memaafkan kesalahan orang lain. Dengan memaafkan
kesalahan orang lain sepertinya kita membebaskan orang lain dari segala jerat
tuntutan dan penderitaan. Padahal sejatinya, dengan memaafkan, kita telah
mengurai keruwetan hidup kita sendiri. Mengeluarkan kita dari penjara ego kita.
Karenanya, ketika orang bisa memaafkan orang yang sudah sekian lama dibencinya,
dia merasakan hatinya mendadak lapang dan berbunga-bunga.
Keenam, berbuat baik (dengan tulus) pada orang yang
berbuat jahat sekalipun. Kebaikan sejati tidak pernah pamrih. Kebaikan bukan
hanya diarahkan pada orang yang berbuat baik. Orang berbuat jahat pun layak memperoleh
kebaikan. Sosok seperti ini seperti jeruk yang diperas dengan lembut atau
kasar, tetap mengeluarkan air jeruk.
Apabila keenam hal tersebut telah menghiasi hati sekaligus menyertai sikap hidup seseorang, maka dia akan merasakan surga sekarang juga. Insya Allah.
0 comments