-->

Menarik Surga ke Saat ini

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Menarik Surga ke Saat ini

11 May 2023

Menarik Surga ke Saat ini

11 May 2023


 

Anda jangan membayangkan surga dan neraka seperti halnya taman luas tanpa batas atau penjara yang sangat sempit dan sumpek. Surga dan neraka terkait dengan ahwal batin yang menyelimuti dan melingkupi diri kita. Boleh jadi, dua orang berada di tempat yang sama. Satunya mereguk angin sepoi kedamaian dan kepuasan yang melonjak-lonjak, sementara lainnya bernasib jerih seperti disambar petir penderitaan tak terperikan. Iya, di tempat yang sama, tapi kondisi yang dirasakan berbeda.

Guru mulia pernah menyuguhkan sebuah permisalan yang masih terpatri kuat di pikiran dan hati saya. Dua orang pemuda yang sama-sama berada di Taman Purwodadi. Secara eksternal, meski orang belum pernah mengunjungi, membayangkannya saja sangatlah indah dan eksotis. Setiap orang yang berkunjung ke situ, kita perkirakan pasti bahagia.

Ternyata prasangka seperti itu tidak sepenuhnya benar, melainkan bergantung persepsi dan kondisi hati yang dibawanya. Salah satu dari keduanya, merasa diluapi kebahagiaan tak terkira karena ditemani oleh kekasihnya tercinta. Sambil memakan kudapan yang terhidang di depannya, mereka berbincang mesra. 

Kadang-kadang saling berpegangan tangan, bertatap muka dan saling berbagi senyum indah. Sesekali si lelaki melemparkan rayuan dan candaan yang membuat si wanita seperti dibawa terbang ke taman firdaus. Dia merasakan kebahagiaan yang sempurna. Badannya dilingkupi taman yang indah. Sementara jiwanya dihiasi oleh pertemuan yang keindahannya tak bisa dilukiskan.

Adapun pemuda yang kedua, tentu mengalami kondisi yang berbeda. Sesekali dia mengutuk keadaan, menyemburkan keluhan, disertai dengan melemparkan kerikil ke kolam. Dia seperti dihantam derita tak tertangguhkan. Matanya sayu, sembari disertai air yang merembes. Bibirnya gemetar. Bahkan, dia seperti memendam kegeraman yang ditahan. 

Setelah ditanya ‘Apa yang terjadi?’, dia menyatakan bahwa dia telah membuat janji dengan kekasihnya di hari itu untuk memastikan apakah hubungan yang selama ini terjalin akan dilanjutkan atau dicukupkan. Jika sebelum dhuhur kekasihnya tiba, berarti hubungannya akan terus berlanjut. 

Sebaliknya, jika melebihi waktu dhuhur si kekasih tidak juga datang, berarti alarm hubungan tidak bisa dilanjutkan. Alias putus. Nyatanya waktu dhuhur sudah lewat beberapa jam yang lalu. Si kekasih tidak juga menampakkan dirinya. Meski dia dinaungi taman yang teduh, tapi hatinya tetap membara sekaligus memendam kesedihan.

Begitulah, orang mendapatkan surga dan neraka, sangat bergantung pada keadaan hatinya. Jika hatinya bersih sekaligus diisi dengan cinta yang memuncak pada Allah, maka perjumpaan dengan Allah kelak akan membuahkan kebahagiaan. Wajah pun berbinar-binar.

Tentu berbeda dengan orang yang enggan, apalagi menaruh benci pada Allah, maka ketika bersua dengan Allah bukanlah kebahagiaan yang diserap, melainkan penderitaan. Bukan karena Allah tidak menyediakan kebahagiaan untuknya, tapi karena dia sendiri telah membuat tembok yang menghalanginya mereguk kebahagiaan.

Dari sini kita bisa memahami dengan terang-benderang firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Qiyamah ayat 22-24 :

Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri memandang Tuhannya. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram. Mereka yakin akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat”.


Surga Terkait Kondisi Hati

Ketika orang bertakwa, maka dia berhak—tidak hanya—memeroleh surga di akhirat, tapi juga berpeluang meraih surga di dunia. Sosok bertakwa adalah pribadi yang telah bersih hatinya dari bermacam penyakit hati. Terkait penyakit hati, sudah saya singgung di artikel sebelumnya. Tertumpasnya penyakit hati akan menerbitkan kebahagiaan ke relung hati.

Rasa takut pada Allah menjadi kartu akses bagi kita meraih kebahagiaan di dunia, selain kelak di akhirat.

Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga”. (QS. Ar-Rahman [55] : 46)

Kita hanya perlu menelusur ciri-ciri orang bertakwa. Diharapkan ketika kita menerapkan ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari, surga tidak lagi jadi pengetahuan, melainkan sebagai pengalaman bagi jiwa.

Pertama, gemar melaksanakan shalat malam. Sosok bertakwa identik dengan pencinta Allah. Tentu dia memiliki waktu khusus untuk menjalin kemesraan dalam hubungan dengan Allah. Salah satu cara untuk mengikat hubungan intim dengan Allah adalah shalat malam. Dikala banyak orang terlelap dalam tidurnya karena tergoda dan nyaman dengan lembutnya spring bed, pencinta Allah terjaga dari tidurnya. Dia shalat malam sekaligus bermunajat dengan penuh harap pada Allah. Shalat malam mengukir qurrata a’yun di hati.  

Kedua, melazimkan istighfar. Terutama di waktu-waktu sahur. Istighfar membentuk hati yang tawadhu dan merasa hina. Menjaga perasaan untuk tidak lebih mulia daripada siapapun. Hati orang seperti ini tidak tersentuh kesombongan meski sebiji zarrah. Dia merasa bukan siapa-siapa. Bahkan merasa dirinya sedang terperosok di lumpur dosa dan kesalahan. 

Selain itu, sosok seperti ini selalu membuka hatinya untuk belajar kepada siapapun karena ia melihat siapapun lebih mulia dibandingkan dirinya. Istighfar sebagai salah satu pengundang datangnya pertolongan dari Allah.

Ketiga, berbagi pada sesama dalam situasi apapun. Iya, salah satu ciri orang bertakwa adalah suka berbagi, baik ketika lapang ataupun sempit. Orang yang telah mengalami kematangan jiwa tentu merasa bahagia dan puas hatinya dikala bisa berbagi dengan orang lain. Dikala pergaulan dihiasi kultur berbagi, maka yang kita rasakan adalah kelimpahan. Sebaliknya, ketika yang ditumbuhkan budaya saling meminta dan menuntut, justru yang dirasakan adalah kelangkaan.

Adalah orang memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan surga dan neraka. Lalu datanglah dalam mimpi visualisasi surga dan neraka. Surga dan neraka sama saja, yang membedakan adalah watak penduduknya. Di surga dan neraka sama-sama terhidang bermacam makanan yang lezat. Hanya saja, mereka disediakan sendok yang panjang. Dan tidak bisa makan tanpa sendok tersebut. 

Di neraka, didapati penduduknya mengalami kelaparan di tengah berlimpahnya makanan. Mengapa? Karena masing-masing mereka ingin menyuapi dirinya sendiri. Namun tidak berhasil. Walhasil mereka kelaparan.

Sementara penduduk surga terlihat segar bugar dan kenyang. Apa yang mereka perbuat untuk makan dengan sendok yang panjang tersebut? Mereka berinisiatif untuk saling menyuapi satu sama lain. Walhasil mereka semua dalam keadaan kenyang. Kalau Anda berbagi, maka Anda pasti bahagia. Sementara orang yang pelit dan fokus memenuhi diri sendiri, dia mengalami kelaparan.

Keempat, menahan marah. Marah bukan tanda kekuatan, melainkan tanda kelemahan. Marah seolah menyakiti orang lain, padahal lebih sering menyakiti diri sendiri. Ketika hati bergejolak tersebab kemarahan, tahan jangan sampai menyebar keluar. Bahkan, sebelum tersemprot keluar, padamkan dengan memikirkan dampak ruginya kemarahan. Kemarahan hanya akan membakar diri sendiri. Tentu setiap orang tidak ingin membakar dirinya sendiri. 

Jika Anda menahan marah, maka Anda akan merasakan surga menyusupi hati. Kemarahan tak jarang bermula hanya sekadar iseng, namun pada akhirnya menjadi betul-betul marah. Marah membuat muka padam dan ingin membungkam seseorang. Seperti orang bermain api yang kecil, karena tak bisa mengendalikan, maka apipun membesar dan menjalar kemana-mana. Perlu selalu diingat, hanya orang kuat yang bisa menahan marah. Sementara orang yang mudah menyemburkan kemarahan sebenarnya hanya menunjukkan bahwa dia lemah.

Kelima, memaafkan kesalahan orang lain. Dengan memaafkan kesalahan orang lain sepertinya kita membebaskan orang lain dari segala jerat tuntutan dan penderitaan. Padahal sejatinya, dengan memaafkan, kita telah mengurai keruwetan hidup kita sendiri. Mengeluarkan kita dari penjara ego kita. Karenanya, ketika orang bisa memaafkan orang yang sudah sekian lama dibencinya, dia merasakan hatinya mendadak lapang dan berbunga-bunga.

Keenam, berbuat baik (dengan tulus) pada orang yang berbuat jahat sekalipun. Kebaikan sejati tidak pernah pamrih. Kebaikan bukan hanya diarahkan pada orang yang berbuat baik. Orang berbuat jahat pun layak memperoleh kebaikan. Sosok seperti ini seperti jeruk yang diperas dengan lembut atau kasar, tetap mengeluarkan air jeruk.

Apabila keenam hal tersebut telah menghiasi hati sekaligus menyertai sikap hidup seseorang, maka dia akan merasakan surga sekarang juga. Insya Allah.

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang