-->

Berkurban tapi Egois

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Berkurban tapi Egois

07 July 2023

Berkurban tapi Egois

07 July 2023


 


“Ilmu adalah agama”, demikian sebuah sabda suci sang Nabi yang pernah saya dengar. “Lihatlah darimana kau mengambil agamamu”.

Agama (ilmu) bukan sebatas konsep yang rigid, dogmatis, dan dibiarkan terhimpun begitu saja di loker berkas. Akan tetapi, agama menagih amal yang bisa dihadirkan di tataran praktis. Karena hanya ketika agama diamalkan, maka dia akan menghidupi batin. Tanda hidupnya agama di relung jiwa kita adalah menyusupnya rasa damai. 

Tak sedikit orang menyebut dirinya beragama, akan tetapi rasa damai belum terukir di jiwanya. Jika demikian, agama yang dia jalani masih mengapung di tataran kulit, permukaan, dan pinggiran saja. Belum meresap sebagai kesadaran di relung terdalam.

Pertama, agama hadir untuk melenyapkan kebodohan. Lentera pengetahuan pun makin benderang dan meluas cahayanya. Bukankah dalam kondisi dikelilingi cahaya, kita tak lagi samar melihat kebenaran sebagai kebenaran? Kebatilan pun ditempatkan sebagai kebatilan. Cahaya ilmu turut melenyapkan keraguan dalam melangkah, menciptakan terobosan, serta menguak keluarbiasaan yang masih terpendam. Sekaligus dengan ilmu, seseorang akan mendapati ruang kehidupan ini mahaluas tanpa batas.

Kedua, agama diturunkan agar manusia bisa mengendalikan hawa nafsu. Karena kebahagiaan manusia tidak bergantung pada terpenuhinya keinginan hawa nafsu. Justru kebahagiaan membuncah seiring kemampuan manusia mengendalikan hawa nafsunya. Iya, dengan terkendalinya hawa nafsu, manusia akan terbimbing merasakan kedamaian yang tak terkira.

Ketiga, agama dibentangkan untuk memupus keakuan. Dikala kita berhasil menumpas keakuan, maka kita akan merasakan kebahagiaan menyembur sangat deras. Karena, “keakuan”, dawuh guru mulia”, hijabul a'dham untuk terserapnya kebahagiaan”.

Jika ada kebodohan, kita menghilangkan dengan taklim. Belajar pada orang yang ahli. Sehingga hidup yang dijalani tidak dibimbing asumsi, namun dibimbing dengan cahaya ilmu. Selanjutnya, agar ilmu bisa mendatangkan cahaya ke dalam hati, maka kita tak boleh sembarang mengakses guru. Karena ilmu itu agama. Dan agama kita sangat berkait dari mana kita mendapatkan ilmu. Karena itu, carilah guru yang memiliki sanad (ketertautan) ilmu hingga kepada Sayyidina Muhammad Saw.

Adapun hawa nafsu bisa diretas dengan mujahadah. Mujahadah sebagai sarana pembersih hati dari segala bentuk kotoran. Adapun rukun mujahadah yang lazim diaplikasikan adalah sahr (melek), al-ju' (luwe), diam (meneng), uzlah (dewe). Hanya dengan cara mujahadah yang keras—tentu saja—dengan bimbingan seorang guru insya Allah kebahagiaan akan terbit dari ufuk jiwa. Hasil utama dari uzlah adalah hadirnya ketulusan dalam beramal. Benar-benar menjadikan Allah sebagai tujuan. Tidak ada lagi jejak dunia bahkan akhirat sebagai tujuan. Tujuan dari amalnya hanya satu, yakni menggapai ridha Allah.

Sementara untuk meretas keakuan tidak dengan taklim dan mujahadah. Perlu dipertajam dengan berkorban. Mengorbankan keakuan. Keakuan cenderung ingin diakui. Mungkin dia tak berharap apa-apa dari orang lain. Cukup jasanya diakui dan dihargai, dia sudah sangat bahagia.

Tak sedikit orang yang berkorban, tapi namanya ingin diukir di papan nama. Ia ingin sering dipanggil namanya sebagai orang yang telah berkorban serta berjasa. Sementara orang yang keakuannya telah lepas, dia tak peduli dihargai atau tidak oleh orang. Demikianlah potret orang yang telah berada dalam deretan abrar. Allah melukiskan orang abrar di dalam surat Al-Insan ayat 5-9. Orang abrar tidak hanya mau meminta balasan, tapi juga tak berharap terima kasih dari makhluk. Karena fokus perhatiannya pada ridha Allah semata.


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang