-->

Menghayati Rukun Islam

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Menghayati Rukun Islam

14 July 2023

Menghayati Rukun Islam

14 July 2023



Menjalani “tertib” rukun Islam sekaligus menghayati makna yang terkandung didalamnya akan membawa Anda bukan hanya pada jalan dan tempat keselamatan, tapi Anda pun akan juga bermandikan cahaya kedamaian setiap saat. Akan tetapi, kalau Anda hanya tertuju pada dimensi lahirnya, maka rukun Islam tak lebih hanya sebagai rangkaian ritual yang tak sanggup mewariskan energi kebahagiaan ke relung hati.

Perlu Anda sadari, Islam hadir untuk membuka katup kebahagiaan yang tertutup pada diri Anda. Karena itu, mengapa rukun Islam yang pertama diperkenalkan pada Anda adalah Syahadatain. Yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul. Syahadat bukan hanya ungkapan dogmatis, doktrin, apalagi retoris, tapi juga sebagai pemantik cinta pada Allah dan Rasul-Nya.

Allah dicintai, lalu dijadikan sebagai tujuan dalam setiap ibadah yang Anda jalani. Segala tujuan selain Dia—dunia, akhirat, atau apa saja—digusur oleh tujuan pada-Nya. Bagaimana mengukir tujuan yang hakiki ini? Anda perlu menyadari bahwa Allah bukan hanya yang menciptakan Anda, tapi Dia juga pemilik sekaligus penguasa Anda, penguasa saya, penguasa kita, penguasa kehidupan dunia, dan penguasa kehidupan akhirat. Jika Allah telah menaruh ridha pada Anda, maka segalanya akan Dia berikan. Bukan hanya dunia, bukan hanya akhirat. Bahkan Diri-Nya akan Dia serahkan pada Anda. Anda akan dibimbing menggapai tauhid yang holistik.

Rasulullah Muhammad Saw dicintai, lalu sebagai teladan yang indah lagi kokoh untuk bisa mendekat pada Allah. Jalan yang dibentangkan sekaligus diperagakan oleh Rasulullah Saw merupakan jalan tercepat juga terdekat menuju Allah. Dalam beribadah, Anda tidak hanya terikat pada syariat yang dibawa Nabi Muhammad Saw, tapi juga berlanjut pada upaya mengaitkan hati pada ruh Nabi Muhammad Saw. Keterikatan dan keterkaitan hati pada Nabi Muhammad Saw bukan hanya membuat kita patuh pada syariat, tapi kita juga dibimbing bagaimana mendulang kenikmatan dalam beribadah. Karena tak sedikit orang yang mencukupkan dirinya dengan hanya mengikuti Sunnah Nabi Saw, namun hatinya sama sekali kosong dari cinta pada Nabi Muhammad Saw.

Ketika cinta pada Allah dan Rasul-Nya telah bersinggasana di hati Anda, berarti hati Anda telah bernyawa. Tanda bernyawanya ruhani terpantul oleh adanya kedamaian di jiwa. Kesadaran kepada Allah dan Rasul-Nya perlu mengaliri dan menjiwai seluruh ibadah yang Anda jalani. 

 


Menghayati Kehambaan dengan Shalat

Shalat sebagai aktualiasasi peran dasar kita sebagai hamba. Iya, di hadapan Robb (Pencipta) kita adalah abdun (hamba). Hamba memiliki kebergantungan yang sangat kuat pada Allah. Semenjak kecil hingga dewasa manusia dianugerahi naluri bergantung. “Sesungguhnya manusia diciptakan dari ‘alaq (bergantung)”. Hanya saja jika bergantung pada makhluk justru membuka ruang kecewa di hati. Lalu pada siapa hati diarahkan untuk bergantung?

Hanya bergantung kepada Allah. “Bergantunglah”, kata guru saya, “pada yang tidak bergantung”. Dia Yang Mahakokoh sebagai tempat bersandar. Dia tidak akan pernah rapuh dan roboh meskipun seluruh alam bergantung pada-Nya. Menjaga langit dan bumi saja tidak pernah menjadi beban bagi Allah, apalagi hanya menanggung kehidupan kita.

Karena itu, janganlah menjadi hamba dari selain-Nya, kecuali Anda akan disambar bertubi-tubi kekecewaan. Bergantung menimbulkan harapan. Seperti seorang ayah-ibu yang telah bersusah payah merawat, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Di tengah merawat mereka, ayah ibu memupuk harapan agar kelak kehidupannya akan dirawat dan dijaga pula oleh anaknya.

Setelah anak-anaknya beranjak besar, dewasa, dan menikah, mereka sibuk dengan karir dan keluarganya masing-masing, lalu lupa pada orang tuanya. Tentu saja, orang tua itu kecewa. Yang membuat kecewa sejatinya bukan anak-anak itu, tapi karena orang tua telah menaruh harapan terhadap anaknya. Harapan Anda hanya layak diarahkan sekaligus dikaitkan pada Allah semata, sehingga Anda akan selalu diguyur kebahagiaan tanpa batas.

Selain itu, seorang hamba merasa tidak punya apa-apa, sehingga tidak ada yang layak dia klaim. Yang bukan miliknya tidak hanya harta yang tergenggam di tangan, tidak hanya jabatan yang bersemat padanya, tidak hanya popularitasnya yang menjulang tinggi, bahkan dirinya bukan miliknya. Kesemua apa yang melekat dan juga dirinya adalah milik Allah.

Karena itu, ketika shalat, dia tidak mengklaim sebagai shalatnya. Dia menyadari dia bisa shalat karena pertolongan Allah.Walhasil, diberi kesempatan untuk shalat saja sudah cukup menjadi alasan baginya untuk bersyukur pada Allah.

 


Menghayati Kekhalifahan melalui Zakat

Dilahirkannya Anda ke dunia tidak hanya diperankan sebagai hamba. Akan tetapi, Allah mengangkat Anda sebagai khalifah. “Innii jaailun fil ardhi kholifah”. Aku menjadikan di bumi khalifah. Ketika Anda memandang diri sebagai khalifah, maka Anda akan tergerak untuk bisa menjadi wakil Allah dalam menyebarkan kasih sayang, sebagaimana Rasulullah Muhammad Saw diutus sebagai penyebar rahmat bagi seluruh alam.

Dikala Anda sadar sebagai seorang hamba, maka Anda tidak pernah lepas dari Allah dan selalu memohon kepada-Nya. Dan ketika kesadaran khalifah telah terbit dari hatimu, maka dorongan memberi dan bermanfaat bagi sesama senantiasa memenuhi hati Anda. Jika sebagai hamba Anda memohon ampun pada Allah, maka sebagai khalifah Anda mudah memaafkan kesalahan orang lain.

Karena Anda tidak berharap pada Allah, sekaligus hanya ingin memberi pada sesama, maka Anda tidak akan pernah tersentuh kebencian, kecewa, apalagi dendam pada sesama. Bukankah orang hanya sakit ketika menghamba kepada makhluk? Menghamba dalam artian berharap. Sedangkan khalifah tidak berharap pada makhluk. Di hadapan makhluk, dia hanya ingin memberi dan memberi.

Dia bukan hanya tidak menghindar dari menyakiti orang lain, tapi juga senantiasa memberi pada sesama. Pada orang yang berbuat salah sekalipun, dia masih ingin memberi. Memberi apa? Memberi maaf. Bukankah dengan memberi maaf, hati akan selalu benderang dan lapang?


Jika menjadi khalifah bagi kehidupan, maka kau tidak pernah sakit hati. Bukankah selama ini, kita merasa sakit oleh karena perbuatan, perilaku, dan sikap orang lain? Sekarang, kita ubah mindset bahwa Anda hadir untuk mengambil, apalagi merampas dari orang lain, atau dari kehidupan. Kita datang ke bumi sebagai khalifah yang berperan untuk memberi dan merawat kehidupan. Seorang khalifah tidak hanya ridha dengan segala ketetapan Allah yang dialamatkan padanya, tapi juga ridha dengan segala kebahagiaan yang diperoleh sesama. Melihat orang bahagia, dia pun ikut bahagia. Sebaliknya, ketika menyaksikan orang menderita, maka dia pun ikut merasakan penderitaan.

 

Bersambung …

 

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang