Meraih Api Semangat Asyuro
28 July 2023
Mengapa
Muharram menjadi pijakan awal atau fondasi dari bulan-bulan yang kita lewati
sepanjang satu tahun? Karena disana terekam bermacam kemenangan heroik yang diukir
oleh beberapa Nabi. Tepatnya, para Nabi Ulul Azmi. Melalui kemenangan yang
diraih mereka tercurah inspirasi pada kita agar tidak padam harapan pada Allah
meski kesempatan tinggal satu detik. Meyakinkan pada kita bahwa orang beriman
selalu punya harapan. Mengapa?
Karena
harapannya tidak disandarkan pada kuasa diri, tetapi disandarkan pada Allah
Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Kita perlu menempuh sebab untuk meraih
keberhasilan, sementara Allah tidak bergantung pada sebab. Dia menguasai sebab
akibat. Tangan dan kaki mengikuti hukum sunnatullah. Sementara hati
terpaut pada hukum qudratullah.
Tentu Anda menyimpan rasa penasaran, peristiwa agung semacam apa yang mengiringi dakwah Nabi Ulul Azmi yang patut kita jadikan inspirasi dalam mengarungi kehidupan yang serba tidak pasti ini.
Pertama, Anda tentu
telah mengenal Nabi Nuh a.s. Seorang Nabi Saw yang telah mengerahkan seluruh
waktu, tenaga, pikiran menyebarkan agama pada kaumnya. Akan tetapi, dari
ratusan tahun dia berdakwah, hanya segelintir pengikut yang didapatkan. Meski
demikian, beliau terlihat gigih dan tidak pernah menyerah. Puncaknya, keluarga
yang dia sayangi cenderung membangkang sekaligus menolak dakwah Nabi Nuh a.s.
Allah perintahkan Nabi Nuh a.s untuk merakit kapal. Beliau pun merakit kapal dengan penuh kesabaran. Beliau merangkai kapal tersebut di atas gunung. Kaumnya memandang Nabi Nuh a.s telah gila. Hingga datanglah banjir bandang yang luar biasa. Seluruh kaumnya yang setia pada Nuh a.s berikut binatang secara berpasang-pasangan menumpang kapal Nabi Nuh a.s tersebut. Di tengah banjir bandang tersebut, Nabi Nuh a.s merapal doa Hasbunallah wanikmal wakiil nikmal maula wanikman nashir (hasbalah). Dengan pertolongan Allah yang sangat kuat, Nabi Nuh a.s bersama kaumnya selamat.
Kedua, Nabi
Ibrahim a.s. Seorang pemuda yang gigih menanamkan tauhid pada kaumnya. Di suatu
kesempatan, beliau sangat geram dengan kaumnya yang masih saja gandrung
menyembah berhala yang dibuat oleh Namrud. Menunggu keadaan sepi, tidak ada
satu pun orang di situ, beliau menyelinap ke sebuah ruangan di mana
berhala-berhala berjejer. Lalu, dengan kapak yang dibawanya, Nabi Ibrahim a.s
menghancurkan dan mengobrak-abrik berhala itu. Beliau sisakan satu berhala
paling besar sembari memanggul kapak.
Pihak
keamanan Namrud melakukan investigasi. Betapa terkejutnya, melihat
berhala-berhala sudah roboh, berjatuhan ke tanah. Hanya ada berhala paling
besar berdiri dengan tegaknya dengan kapak di punggungnya. Mereka laporkan
keadaan tersebut pada Namrud. Tentu saja, Namrud meradang. Mendadak mesin
kecurigaannya mengarah pada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim setengah dipaksa,
diseret di hadapan Namrud. “Apakah kau telah menghancurkan tuhan-tuhan kami”,
Namrud bertanya.
“Mengapa kau
tidak bertanya pada berhala yang membawa kapak?”, Ibrahim menyanggah dengan
pertanyaan.
“Bagaimana
aku bertanya, sementara patung itu tidak bisa bicara”, ujar Namrud.
“Mengapa kau
menyembah tuhan yang tidak bisa bicara?”, kembali Ibrahim bertanya. Dalam
perdebatan tersebut sebenarnya Namrud sudah terpojok.
Namrud tidak
lagi banyak bicara, langsung menyuruh pasukannya untuk melemparkan Nabi Ibrahim
a.s ke dalam kobaran api. Singkat cerita, Bapak Tauhid ini dilemparkan ke
kobaran api dengan manjanik. Seketika ayah Nabi Ismail ini menerobos kobaran
api. Semua orang—terutama Namrud—sudah sangat yakin bahwa Ibrahim sudah tamat.
Di saat
beliau berada dalam kepungan api yang menyala-nyala, Malaikat Jibril a.s datang
sembari berkata, “Wahai Ibrahim a.s, apakah kau memerlukan bantuan?”
“Darimu saya
tidak butuh bantuan. Dari Allah, iya”, tegas Ibrahim a.s.
“Tentu saja,
Allah yang akan memberimu pertolongan”, kata Jibril a.s.
“Allah
Mahatahu apa yang saya butuhkan”, pungkas Ibrahim a.s.
Benar saja,
dengan keyakinan yang berlipat-lipat atas pertolongan Allah, sembari merapal
doa hasbalah, maka mendadak api itu terasa dingin dan menyejukkan. Allah
berfirman pada api. “Wahai api, jadilah kau dingin dan menyelamatkan bagi
Ibrahim”.
Secara
logika api membakar. Tapi dengan kuasa Allah api justru dingin dan sejuk bagi
Nabi Ibrahim a.s.
Ketiga, Nabi Musa
a.s. Dalam rentang waktu yang sangat panjang dengan Nabi Ibrahim a.s, datanglah
Nabi Musa a.s. Nabi Musa a.s dikenal sebagai sosok yang kuat dan paling berani
berdakwah pada Fir’aun. Suatu saat, beliau menjumpai dua pemuda yang sedang
bertengkar. Antara pemuda dari kaum Bani Israil dan kaum Fir’aun. Lantas, Nabi
Musa mengambil tindakan dengan memukul anak muda dari kaum Fir’aun.
Ternyata pukulan tersebut menyebabkan anak muda tersebut tewas. Fir’aun meradang dan bermuram durja mendengar kabar tersebut. Lantas, dia dengan pasukannya mengejar Nabi Musa a.s. Sang Kalimullah ini menunggangi kuda disertai 70 budak Bani Israil. Pengejaran Fir’aun yang begitu gegap gempita dan sengit menyampaikan mereka di tepian lautan merah. Secara logika sudah tidak ada lagi jalan melarikan diri karena di depan terbentang luas dalamnya lautan merah. Sementara di belakang, Fir’aun dengan pasukannya siap membabat habis Nabi Musa dan pengikutnya.
Dalam hati Nabi Musa sama sekali tidak terbesit keraguan, malah tersimpan
keyakinan yang begitu besar atas pertolongan Allah. Beliau merapal doa
hasbalah, sembari memukulkan tongkatnya di lautan Merah itu, hingga mendadak
lautan tersebut menjelma jadi jalan raya yang membentang. Nabi Musa a.s bisa
melenggang dengan lempang hingga ke tepian. Sedangkan di belakangnya, Fir’aun
mengikuti dengan sangat bernafsu. Ketika sudah tiba di tengah-tengah, tiba-tiba
jalan raya itu kembali seperti sedia kala. Menjadi lautan yang menenggelamkan
sekaligus menamatkan sepak terjang Fir’aun bersama pasukannya.
Keempat, Nabi Isa a.s.
Dikisahkan Nabi Isa mendapatkan fitnah dari orang Yahudi yang menyeretnyabdalam
bahaya besar. Beliau terancam disalib. Beliau diseret ke Golgotta untuk
dieksekusi. Di dengah kerumunan manusia yang berjubel, Allah menyelipkan
seorang pemuda yang wajahnya diserupakan dengan Nabi Isa a.s. Sementara Nabi
Isa diangkat ke langit oleh Allah. Selama digiring menuju Golgotta, Nabi Isa
merapal doa hasbalah. Dan pertolongan Allah pun meluncur mendatanginya. Rasanya
tidak mungkin Nabi Isa a.s selamat dari tiang penyalipan. Tapi, Allah mampu
menyelamatkan Nabi Isa a.s.
Kelima, Rasulullah
Muhammad Saw. Bagaimana beliau selamat dari kejaran seratus pemuda pilihan.
Setiap pemuda mewakili sukunya masing-masing. Mereka mengejar Nabi Muhammad Saw
dengan menunggangi kuda-kuda pilihan, sementara Nabi Muhammad Saw dibersamai
oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq menunggani onta. Rasanya tidak mungkin beliau
selamat, tapi dengan pertolongan Allah, beliau bisa tiba dengan selamat di Yatsrib.
Tawakkalnya begitu total pada Allah, sehingga tidak memberi ruang bagi rasa
takut menguasai dirinya. Di saat itu, spirit doa hasbalah memenuhi jiwa Nabi
Muhammad Saw.
Dari kisah
yang menarik tersebut, kita bisa memungut pelajaran yang paling berharga. Orang
beriman harus memiliki keyakinan tanpa keraguan secuil pun bahwa pertolongan
Allah akan selalu datang pada orang yang tawakkal total pada-Nya.
Para Nabi
bukan hanya tawakkal, tapi sampai pada posisi taslim (berserah diri)
pada Allah. Mereka memang bersungguh-sungguh dalam berjuang, tapi hatinya leleh
dalam penyerahan diri kepada Allah. Dengan demikian, mereka tidak hanya
menangguk kebahagiaan dikala telah berhasil meraih apa yang dicita-citakan,
tetapi ketika dalam proses, mereka pun sudah bahagia. Karena merasa senantiasa
dibersamai oleh Allah Swt.
Dan kalau
Anda ingin menjelma menjadi orang yang kuat, disarankan agar Anda bertawakkal
pada Allah. “Jika kau menghendaki menjadi manusia terkuat, maka tawakkal pada
Allah”, demikian sebuah Hadis Nabi Muhammad.
Iya, kalau Allah sudah menurunkan pertolongannya, siapa kiranya yang sanggup menghadangnya? Tidak ada yang mampu. Kemenangan hanya berpihak pada orang yang tawakkal pada Allah tanpa ragu.
0 comments