-->

Menelusuri Jejak Guru di Bawean

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Menelusuri Jejak Guru di Bawean

25 August 2023

Menelusuri Jejak Guru di Bawean

25 August 2023


 


Bawean dikenal sebagai pulau yang penduduknya terbilang sedikit. Dari sedikit penduduk yang mendiaminya, masih banyak diantara mereka yang migrasi ke negara lain. Diantaranya, Singapura dan Malaysia sebagai tempat destinasi mereka untuk mencari penghidupan yang layak. Penduduk asli Bawean—kebanyakan—menggeluti pertanian, nelayan, dan perdagangan. Meski mereka terpencil, tapi Allah menampakkan pada mereka suasana berkecukupan.

Saya—pribadi—tidak melihat mereka dipenjara oleh perasaan kurang. Bagaimana tidak, selama saya berada disana dijamu dengan makanan yang berlimpah ruah. Tidak kekurangan sama sekali. Mungkin saja mereka tidak memiliki banyak, tapi dibukakan kelapangan di hatinya. Sehingga yang terlintas dari hati mereka hanya memberi dan memberi saja. Tanpa berpikir untuk meminta, apalagi merampas hak orang lain.

Saya merasakan bahwa healing bukan hanya karena melihat view indah yang menyeruak dari sudut-sudut bebukitan dan lautan yang terbentang disana. Melihat wajah penduduknya saja telah memberikan inspirasi kebahagiaan tersendiri bagi kami. Mereka terlihat santai. Tidak diburu oleh target demi target seperti pola hidup kebanyakan orang di perkotaan. Tapi, nyatanya kehidupan yang mereka jalani lempeng-lempeng saja.

Dari suasana yang terpampang di hadapan saya, terlintas di ingatan saya sebuah kisah, ada seorang pebisnis yang berwisata ke sebuah pulau. Ia menikmati pemandangan sunrise dan sunset yang selalu menyuguhkan keindahan, sembari melihat lautan yang ditingkahi debur ombak yang semakin melengkapi keindahan alam tersebut. Pebisnis ini terheran-heran melihat seorang nelayan yang berbaring santai di tepi pantai. Dia menghampiri nelayan tersebut, sembari menyapa, “Apa yang kau lakukan?”, tanya si pebisnis.


“Setelah memeroleh ikan yang cukup, saya berhenti sejenak dan beristirahat”, ucap si nelayan.

“Mengapa kau tidak bekerja keras sehingga kau bisa mendapatkan tangkapan ikan yang lebih banyak?”, usul si pebisnis.

“Lalu, bagaimana kalau saya mendapatkan tangkapan ikan yang banyak?”, tanya si nelayan.

“Kalau kau bisa menangkap ikan yang banyak, bisa kau jual. Kau kemudian bisa beli beberapa perahu untuk menangkap ikan. Kau juga bisa menyewakannya. Dan kau bisa menangkap ikan yang lebih banyak lagi. Kau akan menjadi orang yang superkaya. Jika kau sudah kaya raya, kau bisa berkeliling dunia seperti saya dan istirahat dengan tenang”, si pebisnis memberi visualisasi.

“Kalau pada akhirnya bisa istirahat dengan tenang, mengapa saya harus menanti dengan bekerja keras dan menjelma jadi kaya raya. Padahal, saya sudah bisa istirahat dengan tenang sekarang”, pungkas si nelayan sembari membungkam ucapan dari si pebisnis.

Iya, memang bahagia itu sederhana. Tidak perlu berputar-putar. Ketika orang merasa cukup, tidak memanjangkan angan-angan dan ketamakan, maka bahagia telah meliputi diri. Kebanyakan orang tetap tidak bisa bangkit dari kesedihan dan penderitaan karena tidak bisa bangkit dari jurang ketamakan. Dia terus ditimbun oleh perasaan kurang dan kurang. Padahal perasaan kurang itu adalah kemiskinan yang sebenarnya.

 


Batu Kasur “Titik Nun Pulau Jawa”

Seorang wali bisa menerobos masa depan. Pandangannya tembus ke masa depan, dan bahkan bisa menyingkap yang terhijab dari masa lalu. Guru Mulia, Allah Yarham KH. Dhiyauddin Kushwandhi telah mendapati isyarat bahwa Titik Nun pulau Jawa terletak di antara bebukitan di pulau Bawean. Disana memancar cahaya yang terang benderang. 

Untuk tiba ke titik tersebut tidak bisa ditempuh dengan mobil. Tapi, bisa ditempuh dengan sepeda motor dengan medan yang sangat menantang. Bagaimana tidak menantang. Di kanan ada tebing, sementara di kiri terbentang jurang. Kalau terpeleset sedikit saja, bisa terpental ke jurang. Agar bisa sampai kesana, kita harus mengajak orang yang telah berpengalaman tiba menuju tempat itu dengan sepeda motor.

Pulau Bawean terdiri dari dua kecamatan. Tempat yang memang layak dijadikan sebagai tempat khulwat. Jika Guru Mulia, dulu, bercita-cita membuat semacam zawiyah di pulau tersebut memang sangat cocok. Karena tidak terhubung langsung dengan pulau Jawa. Demi sampai ke pulau itu, kita harus mengendarai kapal dalam rentang waktu 4 jam. Disana masih terbilang sebagai pulau yang murni, perawan, belum terjamah oleh industrialisasi. Mereka sangat murni, homogen, dan sangat kohesif. 

Dari tempat ini bisa disiapkan generasi yang mendapatkan bimbingan spiritual dari guru atau resi ruhani yang mempuni. Guru mulia—secara tersirat—telah menyiapkan silabusnya. Hanya bagaimana ada orang yang siap untuk mengeksekusi silabus itu secara nyata.

Manhaj yang diajarkan Guru Mulia sangat gampang untuk dipetakan. Tinggal bagaimana kita mengaplikasikan secara nyata. Bagaimana pada mulanya, kesadaran kita dipantik. Tentu saja dengan ilmu yang benar. Kesadaran ini bermuara pada sadarnya kita terhadap tujuan yang sejati. Yakni Allah Swt. Menurut Guru Mulia, selagi manusia masih mencari dunia, atau mencari akhirat, dia belum mengalami kehidupan yang sejati. Masih mengapung dalam dunia mimpi. Seorang baru sadar ketika dia mengaitkan tujuan hanya pada Allah semata. Berupa ridha Allah Swt.


Setelah menyetel dan mengarahkan tujuan pada Allah, maka tentu saja dia telah meninggalkan “kesalahan” pikiran, dan langkah masa lalu dengan bertobat. Meninggalkan segala perkara yang menjauhkan dan menghalangi kita dari Allah. Ketika seseorang sudah bertobat, yakni meninggalkan masa lalu yang kelam, berlumur dosa, dan kesalahan, maka dia akan diangkat oleh Allah sebagai kekasih-Nya. Dia dipersilakan memasuki gerbang kasih sayang-Nya yang khusus.

Setelah pintu pertobatan telah dilewati, dia melakukan mujahadah. Mujahadah bukan lagi menghapus jejak dosa masa lalu, melainkan sebagai sasaran yang lebih tertuju pada sarana yang mentrigger dosa. Yakni hawa nafsu. Hawa nafsu dilemahkan selemah-lemahnya dengan mujahadah yang keras. Mujahadah yang dianjurkan oleh Guru Mulia adalah mengurangi tidur, mengurangi makan-minum, mengurangi pergaulan duniawi, dan mengurangi berbicara. 

Guru mulia—meminjam istilah Kanjeng Sunan Ampel—meringkas dengan melek-luwe-meneng-dewe. Selain itu perlu disertai dengan riyadah, yakni melatih hati agar mempraktikkan sikap-sikap yang baik seperti berlatih sabar, ridha, tawakkal, dan bersyukur.

Setelah itu, baru menyasar ke titik inti. Biang dari semua penghalang manusia meraih kedekatan dengan Allah adalah keakuan. Apa yang harus dijalani agar keakuan melemah? Adalah dengan muroqabah. Mendekat terus kepada Allah melalui tafakur, tadzakkur, dan tasyakkur. Ketiga bentuk muroqabah bertujuan untuk menerobos aku individual, sehingga hanya menemukan kesadaran Allah. Hanya Allah yang ada. Yang lain hanyalah bayangan.   

 

 

 


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang