-->

Merancang Visi Spiritualitas

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Merancang Visi Spiritualitas

04 August 2023

Merancang Visi Spiritualitas

04 August 2023



Kehidupan terus berlanjut. Kita akan melintasi satu peristiwa demi peristiwa lainnya hingga nafas berhembus. Kesemua peristiwa yang Anda lewati sudah barang tentu berkontribusi—seberapa pun nilainya—terhadap keadaan hidup Anda. Kalau Anda mau merenung secara mendalam, Anda akan mengerti bahwa hari ini dibentuk oleh pengalaman hidup masa lalu.

Bayangkan, jika kemudian Anda dikurung di sebuah istana. Tidak diberi kesempatan berinteraksi dengan siapapun. Tidak boleh membaca apapun yang penting untuk dibaca. Tidak boleh menonton apapun yang penting untuk ditonton. Anda bukan hanya tidak bertumbuh, tapi justru akan tergeletak di pojok sejarah. Bukankah ketika orang telah terdampar dalam perasaan penuh kesia-siaan, dia telah membiarkan dirinya terjerembab dalam jurang penderitaan yang sungguh sangat dalam?

Manusia diciptakan untuk mempunyai harapan. Puncak harapan yang perlu merasuk di dada adalah berdekatan dengan Sang Mahabahagia, karena kebahagiaan hanya bisa diakses melalui Zat yang menjadi sumber kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sebentuk tujuan final. Tidak ada tujuan lain selain kebahagiaan.

Kita membangun visi melebihi dari kita. Iya, manusia lebih besar daripada alam semesta. Karena itu, tak selayaknya cita-cita terbesar manusia hanya berhenti di dunia, bahkan semestinya juga difikirkan bagaimana bisa menerobos batas dunia, bahkan akhirat.


Perlu diketahui, seluruh semesta dan apa yang tertampung di dalamnya dipersembahkan untuk manusia. Iya, andaikan tidak karena manusia, maka semesta tidak Allah ciptakan. Galaksi beredar di porosnya, matahari dengan disiplin terbit dan terbenam setiap hari, angin yang berhembus semilir, air yang terus memancar dari sumbernya, emas yang terpendam di perut bumi dengan nilai yang sangat fantastis, binatang berkeliaran kesana kemari, bahkan malaikat diciptakan oleh Allah  untuk siapa? Semua Allah ciptakan untuk kelangsungan hidup manusia.

Terkait ini, saya takjub oleh penggambaran yang disuguhkan oleh Jalaluddin Rumi. Bagaimana kacang hijau direbus dengan air mendidih, hingga dia melompat-lompat karena saking panasnya. Mungkin rasa sakit meliputinya. Tetapi, diam-diam ada kegembiraan yang tersimpan di lubuknya, karena berkeyakinan sebentar lagi, ia yang berada di martabat makhluk yang rendah akan memasuki martabat yang jauh lebih tinggi. Alias manusia.

Bagaimana hanya sejenis nabati, lalu kemudian menaiki martabat insani. Dikala sudah memasuki tubuh manusia, ia akan terserap sebagai daging, sebagai tenaga, sebagai pikiran, bahkan memberi kontribusi terhadap keberlangsungan hidup manusia. Bisa dibuat untuk mengajar agama, mendekat pada Allah, menautkan jiwa pada Allah Swt.

Karena seluruh makhluk diciptakan untuk manusia, maka manusia untuk siapa? Manusia diciptakan untuk melayani Allah. Beribadah kepada Allah. Jangan sebaliknya, hidup kita dibuat melayani alias diperbudak duniawi, lalu lalai pada Allah yang telah menciptakannya.

Karena Allah telah menjadi visi hidup kita, maka tiada yang tertanam dalam hati kita kecuali meraih ridha Allah. Catatlah, amal dan sikap apa saja yang bisa mengundang ridha Allah Swt. Setelah kita mencatatnya, kita terus berlatih untuk bisa membawa keseluruhan diri menggapai ridha Allah.

Kalau Anda fokus menangguk ridha Allah, maka Anda tak lagi dipalingkan oleh segala fatamorgana yang bertaburan di sekeliling kita. Beragam fenomena yang timbul tenggelam, terbit terbenam, terbang ke angkasa lalu jatuh tergeletak. Kita tetap teguh menggapai Yang Mahatinggi. Segala musibah dan kenikmatan yang menyeruak dari perut dunia sama sekali tidak menghadirkan suasana hati yang berbeda. Dibanjiri pujian atau dikeroyok cacian baginya sama saja.

Tidak berdampak pada kegembiraan meluap-luap, atau kesedihan yang terlalu dalam. Karena sekali lagi tujuannya bukan yang datang dari makhluk. Bukan penilaian, melainkan yang datang dari Allah. Dan segala bentuk realitas yang datang dari Allah disambut dengan ridha. Tak resisten sedikit pun. Baginya, semua realitas hanya pintu. Yang apabila kita memasuki dengan sikap yang tepat akan mengantarkan kita menuju istana raja.

Lantas bagaimana memeroleh ridha Allah? Tentu saja bukan hanya berkaitan dengan amal lahir, tapi lebih daripada itu, yakni amal batin. Bahkan amal batin itulah yang mendasari setiap amal lahir mendatangkan ridha Allah. Mungkin masih terpahat sebuah kisah memikat, bagaimana seorang wanita pelacur yang menghabiskan waktu dalam perbuatan maksiat, lantas dia memutuskan pulang kampung dan berhenti dari pekerjaan tersebut.

Di tengah perjalanan, dia mendapati seekor anjing yang kehausan, nyaris sekarat. Wanita itu segera bergegas mencari air. Dia mengambil air untuk diseduhkan ke anjing tersebut. Dia bolak-balik dari tempat air menggenang menuju anjing tersebut. Walhasil anjing yang sekarat itu seger kembali. Dengan amalnya tersebut, wanita itu diampuni dosa-dosanya oleh Allah. Artinya, Allah ridha pada-Nya. Wanita itu tentu saja meminumi anjing dengan air berangkat dari hati yang penuh kasih sayang dan ketulusan.

Mendulang ridha Allah salah satunya dengan membersihkan hati. Jangan sampai terkena penyakit hati. Karena penyakit hati bukan hanya membuat amal tidak diterima oleh Allah, bahkan amal yang sudah terhimpun akan ludes begitu saja. Jika manusia—mungkin—memandangi wajah kita. Dikala wajah memancarkan keindahan dan keramahan, tentu saja orang akan tertarik dan berlama-lama memandangnya.

Sebaliknya, jika wajah terlalu suram, orang akan berpaling, membuang wajah, dan mungkin saja merasa jijik memandangnya. Sementara Allah tidak memandang wajah, tidak tertarik dengan kecantikan lahir. Yang menarik bagi Allah adalah kecantikan batin. Karena itu, hendaknya kita terus bersungguh-sungguh untuk membersihkan hati agar Allah ridha pada kita. Iya, hanya orang yang telah berhati bersih yang dibukakan peluang untuk merasakan muthmainnah. Ketenangan batin. Melalui tenangnya batin, ridha Allah akan didapatkannya.


Cara Cepat Mengakses Ridha Allah

Kalau Anda mencari ridha Allah melalui amal, mungkin Anda akan menghadapi banyak tanjakan tajam dan berliku. Apalagi, jika Anda merasa bahwa amal itu berasal dari diri Anda. Anda tahu bahwa keakuan seperti duri yang menghadang perjalanan sampai pada Allah. Ketika duri itu menyebar di perjalanan, maka singkirkan segera.

Kita mengikis perasaan “akon-akon” merasa bahwa amal itu berasal dari kita. Tak jarang, orang nyaris menggapai puncak perjalanan. Karena di hatinya terselip perasaan ujub. Merasa bahwa kehampirannya pada tujuan karena usahanya, maka mendadak dia meluncur dan melorot ke bawah.

Rasa ujub pupus sebagai indikasi telah tercerabutnya keakuan. Ketika keakuan telah luruh, maka kita selalu menyadari semua gerak bahkan pencapaian sebagai anugerah dari Allah. Tidak ada ruang untuk diri sendiri merasa berkontribusi. Karena semua amal—sejatinya—dari Allah, maka segala peristiwa juga berasal dari Allah. Dan karena mengalir dari-Nya, maka kita selalu menyiapkan hati untuk bersikap ridha terhadap setiap kejadian yang menerpa.

Ridanya kita terhadap takdir apapun yang mendatangi kita menjadi jalan supercepat untuk mengunduh rida dari Allah. Bahkan, tanda Allah ridha pada kita, Allah mengilhami sikap ridha pada kita dalam menghadapi beragam kenyataan yang menyeruak.     


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang