-->

Merasakan Tuhan Hadir

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Merasakan Tuhan Hadir

24 November 2023

Merasakan Tuhan Hadir

24 November 2023




Kita selalu merasa sendirian, sebatang kara. Tak ada tempat bergantung, hanya bergantung pada kekuatan sendiri. Dikala terhempas di medan kegagalan berkali-kali, lalu putus harapan pada diri sendiri yang memang rapuh, sehingga merasa bahwa hidup pun terkatung-katung tanpa ada tempat bergantung yang kokoh.

 

Bahkan bukan hanya menjadi sosok yang rapuh dan lumpuh, tapi dia juga mengalami keterasingan terhadap dirinya sendiri, yang oleh Eric Fromm dikatakan mengalami self-alienation—alienasi dengan dirinya sendiri. Tercerabut dari akar dirinya.

 

Ketika orang tak lagi mengenali siapa hakikat dirinya, maka bagaimana bisa ia mengenali Tuhan-nya. Padahal, selagi orang rabun bahkan buta tentang Tuhan, jalannya akan terseret-seret, terasa berat, bahkan dia merangkak dengan lelah hingga jiwanya bengkak. Setiap langkah disertai keluhan, sumpah serapah, dan menyalahkan kenyataan yang menyapanya. Kemana saja wajahnya berpaling, yang dia temukan hanya melulu kegelapan. Minus harapan.

 


Oleh karena itu, sejak dini, kita harus mengenal Allah lebih dekat. Pengenalan kita pada Allah akan membimbing kita menjadi orang yang cinta pada Allah. Dan cinta pada Allah itulah yang menarik kebahagiaan datang ke relung hati kita. Makrifatullah—sebagian besar ulama Sufi—memandang bukan karena usaha keras yang dijalani manusia, akan tetapi karena Allah hendak memperkenalkan Diri-Nya.

 

Allah tak jarang memperkenalkan Diri-Nya melalui kenyataan getir, pahit, yang menghatam dirinya secara tiba-tiba. Meruntuhkan semua keangkuhan, kepongahan, dan merasa di atas angin, melambung di titik nyaman. Tak aneh, orang seperti itu merasa jadi manusia terbaik di tahun ini (man of the year), bahkan di masanya. Dia pun memunculkan dirinya sebagai ‘berhala’, tempat bergantung banyak orang. Parahnya, mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan seperti Fir’aun. Atau, merasa semua prestasi yang dicetaknya oleh karena sentuhan tangan dinginnya. Semua itu adalah hijab seseorang mengenal Allah. Itulah bungker yang menutup dirinya mengenal Allah dan kasih sayang-Nya.

 

Hingga dibongkar, diruntuhkan, dan dikikis habis bermacam penghalang yang membuatnya terasa sulit mengenal dirinya sendiri dan Allah. Sejauh yang dia kenal tentang dirinya berhenti pada identitas, atribut, dan segala simbol yang terkait dengan dirinya. Dia bangga dengan pencapaian-pencapaian identitas, lalu merasa terhempas di medan kegagalan dengan sangat perih dan pedih.

 

Tiba-tiba terbit kesadaran bahwa dia bukan siapa-siapa. Dia tetap saja terperosok dalam-dalam di lumpur kegagalan terendah tanpa turunnya pertolongan Allah. Tak jarang, seseorang memiliki gagasan besar, akan tetapi tetap berhenti sebagai gagasan.



 

Di sisi lain, ada orang yang tidak dikitari berjubel gagasan, akan tetapi dia selalu dibentangkan jalan untuk hadirkan gagasan yang moncer dengan sangat mengagumkan. Itu artinya, bahwa keberhasilan tidak semata-mata karena gagasan besar dan tekad yang kuat, akan tetapi disana ada faktor kuasa Tuhan yang tak bisa dibendung. Disana dia benar mereguk, menyesap, dan merasakan keajaiban Tuhan yang tak bisa dilukiskan.

 

Dikala seseorang telah mengenal Kuasa Tuhan Yang Mahasegalanya, maka dia merasa hidupnya berada dalam pengaturan-Nya. Bahkan dikala dia mengatur dengan fisik yang keras, dan pikiran cerdas, di relung hatinya yang terdalam dia tetap merasa digerakkan oleh Allah. Karena, sekali lagi, dipandang dari dirinya sendiri, dia kosong, bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Namun, ketika ditilik dari sisi Allah, maka manusia bisa apapun saja asalkan Allah merestui. Karena restu Allah berarti disertai pertolongan-Nya, Kuasa-Nya, dan bermacam kemudahan untuk menggapai cita-cita. Dia hanya bagaikan setetes air yang bergabung dengan lautan, bergabung dengan Kuasa Allah Yang Tak Terbatas.

 

Dikala orang telah ditunjukkan kuasa Allah via kacamata cinta, maka hidupnya tak lagi tertambat kuat-kuat pada keinginan, pada obsesi ataupun pada cita-citanya yang personal. Dia mungkin saja punya keinginan untuk mengarahkan hidupnya dekat dengan Allah, tapi di hatinya yang terjauh, dia menyerahkan sepenuh hidupnya pada Allah. Dan, memang, seseorang baru berserah diri ketika hatinya sudah tercelup cinta. Seperti seorang wanita yang sangat mencintai lelaki yang kemudian jadi suaminya, ditandai pernikahan yang sangat khidmat. 



Dia tak hanya menyerahkan apa yang berada di tangannya, bahkan dia menyerahkan dirinya. Dia telah menyatu dengan suaminya seperti menyatunya bunga dengan harumnya, madu dengan manisnya, lautan dengan gelombangnya. Keduanya sudah tak dipisahkan. Dia telah melepaskan keakuannya di hadapan sang kekasih. Keinginan kekasih adalah keinginannya. Dalam keinginan yang terus berpadu itulah kebahagiaan bisa kita rasakan.

 

Ketika meraih makrifatullah, seseorang telah mendulang surga di dunia, yang disebut surga ma'arif. Semua kenyataan yang tergelar di hadapannya dipandang sebagai kehadiraan Allah (Sang Kekasih) dengan nyata. Iya, semua kenyataan madhar (tampak) dari kehadiran Allah. Karena cinta, sekaligus penyerahan diri pada Allah yang telah menghiasi jiwa, maka segala kenyataan akan dirangkul dengan penuh kemesraan.

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang