Transformasi Diri Berbuah Bahagia
20 January 2024
Bertobat bukan hanya ekspresi penyesalan atas dosa-dosa, tapi sebentuk kerinduan di palung jiwa terdalam untuk mengalami kembali cinta Allah yang murni dan sejati.
Setiap
jiwa senantiasa merindukan kebahagiaan. Dikala segala pesona duniawi meliputi
kita, masih tetap saja ada ruang ‘perasaan kurang’ yang menganga, berupa
kebahagiaan yang sempurna. Memang, kebahagiaan manusia tidak bisa dipenuhi
dengan bertaburnya kemilau duniawi. Andai emas sebesar gunung uhud dihadiahkan
pada seseorang, lalu dia mendadak menjadi orang yang kaya raya, tetap saja ada perasaan
sedih yang masih terselip. Kebahagiaan tidak memancar bebas. Apalagi di relung
jiwanya, masih terpendam obsesi mendulang kekayaan yang lebih besar.
Kalau
begitu, alih-alih mendekatkan dia pada pusat kebahagiaan, kekayaan justru
mengusir dan menjauhkannya. Setiap menginginkan sesuatu di luar apa yang
diterimanya, itu akan membajak kebahagiaan yang seharusnya dia rasakan.
Jika
mau jujur, sejatinya kerinduan manusia tidak tertuju pada gebyar keindahan yang
memenuhi bumi. Bahkan, sudah terpatri keyakinan yang kokoh, bahwa ada
kebahagiaan yang tak kita peroleh dari bumi. Semacam kebahagiaan puncak. Yakni
kembali dekatnya jiwa pada Pemilik sekaligus Penguasa-Nya. Allah Swt.
Jika
Anda menghendaki kebahagiaan sejati, yakinilah bahwa kebahagiaan itu ada. Tapi,
tidak ditemukan di antara tumpukan duniawi. Seperti orang yang haus, menandakan
bahwa air itu ada. Air yang menghilangkan segala dahaga yang melanda
tenggorokan. Kalau Anda memimpikan kebahagiaan, maka kebahagiaan itu ada. Hanya
saja, ia tak bisa digali melalui bumi, tetapi didapatkan dengan menggali jiwa
dalam-dalam melalui spirit taubat. Melalui taubat, kita akan dibawa ke dasar
jiwa untuk bersua dengan Allah. Seperti halnya Nabi Yunus a.s yang dibawa
menyelam ke dalam lautan luas oleh ikan hiu. Disana dia menemukan keagungan
Allah melalui rintihan taubat yang beliau curahkan.
Jika
dosa berperan sebagai peretas, pemutus, dan penjauh hubungan kita dengan Allah,
maka taubat berfungsi sebagai konektor, integrator, dan pendekat hubungan kita
dengan Allah. Ketika kita mengaktivasi konektor dengan sungguh-sungguh dalam
bentuk taubatan nasuuhaa, kita akan mendapati kebahagiaan mengaliri jiwa kita.
Kedamaian seolah terus memenuhi hati kita.
Iya,
tersambungnya kita dengan Allah bukan hanya diketahui melalui amal-amal yang
kita tunjukkan, melainkan juga dampaknya pada rasa yang menjalar ke dalam hati.
Rasa damai pun diam-diam merembes ke relung hati, menyerap rasa kasih sayang
tanpa syarat dan tanpa batas. Lebih tinggi lagi, menyesap rasa untuk selalu
merasakan bahwa Allah hadir, bahkan terakhir, merasa bahwa Allah selalu ada.
Tak pernah tidak ada. Semakin tinggi rasa itu memenuhi hati kita, maka semakin
besar pula kebahagiaan yang kita rasakan.
Taubat
tidak hanya sebagai jalan pengakuan dosa-dosa, tetapi juga sebagai pengalaman
untuk bisa merasakan cinta Tuhan yang begitu dekat pada kita. Mungkin, saking
besarnya, dosa itu seperti memenuhi bumi, dan saking tingginya, dosa itu
seperti menjulang ke langit. Allah tetap saja membentangkan pengampunan dan
penerimaan taubat bagi orang yang benar-benar bertaubat dan mau kembali
kepada-Nya.
Kita
berasal dari sumber mata air yang sama. Dari Allah Swt. Setelah mengalir di
sungai kehidupan, kita berpapasan dengan bermacam kotoran, sehingga air yang
semula jernih kemudian menjadi keruh. Tentu saja, air yang keruh itu
menghendaki bagaimana bisa merasakan kembali sebagai air yang jernih. Air yang
keruh itu berproses menjadi jernih kembali. Dengan cara apa? Mungkin harus
diserap oleh matahari, menjadi awan, lalu menjadi hujan, terserap oleh
pepohonan yang tumbuh kokoh di pegunungan. Dari situlah, air itu memancar
dengan sangat jernih, bahkan terasa sejuk bagi yang meneguknya. Iya, kalau Anda
ingin memurnikan jiwamu kembali, maka tidak ada cara lain kecuali dengan bertaubat.
Kembali ke sumber mata air kehidupan. Allah Robbul Izzati.
Pintu
Gerbang Perjalanan Ruhani
Model bangunan masjid terdahulu menggambarkan filosofi perjalanan menuju Allah. Yang mana sebelum masuk ke masjid, kita harus terlebih dahulu memasuki gapura -gerbang masjid. Gapura bukan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia, melainkan berasal dari bahasa arab, yakni Ghafuraa. Artinya, sebelum Anda bersua dengan Tuhan yang memiliki rumah, yakni masjid, pastikan Anda telah memohon ampun dan bertaubat pada Allah dengan sungguh-sungguh.
Karena hanya dengan bertaubat,
seseorang akan memperoleh dekapan hangat dan spesial dari Allah. Allah menasbih
dan mengakui sebagai kekasih-Nya. “Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah,
dan orang yang bertaubat seperti orang yang tidak memiliki dosa sama sekali”.
Kedudukan
taubat bagi takwa seperti kedudukan wudhu bagi shalat. Orang tidak bisa
menunaikan shalat tanpa wudhu terlebih dahulu. Jika demikian, taubat merupakan
jalan mutlak yang perlu ditempuh oleh setiap orang yang hendak menggapai puncak
ketakwaan. Ketakwaan sendiri merupakan sebuah pencapaian ruhani yang membuahkan
kebahagiaan terus-menerus ke dalam hati. Iya, dengan takwa, seseorang akan
memetik kebahagiaan setiap saat.
Pengundang
Hidayah
Hidayah
Allah bertebaran dimana-mana. Hanya hati yang tertutup lagi sombong yang sulit
menangkap hidayah dari Allah. Syaikh Dhiyauddin Kushwandhi menggambarkan
hidayah seperti cahaya matahari. Cahaya matahari menyebar kemana-mana, dan bisa
menjangkau siapapun. Namun, bagi orang yang menutup diri di gua, tanpa ada
ventilasi sedikit pun yang bisa ditembus oleh cahaya matahari, tentu saja
cahaya matahari tak bisa menjangkaunya.
Bagi
orang yang bertaubat, dia mengakui dosa yang telah diperbuat. Dia merasa
berlumur kehinaan. Seolah terperosok di liang yang gulita. Dengan bermacam
kesadaran yang menumpuk di jiwanya, dia bertaubat pada Allah, mendekat pada
Allah Yang Maha Mulia, dan tentu saja menyatu dengan cahaya. Seperti laron yang
menerobos cahaya lampu. Tak mengapa, meski nyawa taruhannya, asalkan Allah ridha.
Kalau
Anda ingin mengakses hidayah di atas hidayah, maka yang perlu Anda perkuat
adalah semangat taubat. Giat mengubah dan membenahi diri terus-menerus. Jika
kita bertaubat, maka hidayah memasuki hati dengan lembut. Kita akan dibawa dari
satu level hidayah ke level hidayah yang lebih tinggi. Bukankah hanya orang
yang merendah yang akan ditinggikan derajatnya oleh Allah?
Hadirkan
Kelezatan Ruhani
Dosa seperti racun yang mewariskan penyakit ke dalam hati. Makin sering kita berbuat maksiat, makin banyak penyakit dan ia bisa menguasai hati kita. Adapun cara mengobati, sekaligus membebaskan batin dari racun, sekaligus menyehatkan hati kita, adalah dengan bertobat. Taubat akan menarik kebaikan-kebaikan memasuki jiwa kita. Bayangkan, jika Anda kurang merasa nikmat ketika shalat, kurang menghayati bacaan Al-Qur’an, belum mereguk lezatnya berzikir, ketahuilah, bukan karena shalatnya yang salah, atau Qur’annya yang keliru, atau zikirnya yang lemah. Bukan. Itu karena hati kita belum bisa menghayati semuanya.
Seperti halnya
orang yang sedang terjangkit penyakit fisik yang menyebabkan seseorang tidak
enak, tidak lahap, dan bahkan terasa pahit lidahnya ketika makan. Tidurnya juga
tidak nyenyak, wajahnya pun terlihat pucat. Jadi, pahitnya makanan yang dilahap
bukan karena makanannya, melainkan karena lidahnya bermasalah. Lidah
bermasalah, karena badannya sedang sakit.
Posisi
taubat adalah seperti menyembuhkan kita dari penyakit batin, sehingga kita bisa
kembali menikmati lezatnya hidangan ruhani dari Allah.
Pembuka
Portal Jalan Keluar
Masalah
yang dihadapi dua orang bisa saja sama, tapi kondisi yang dirasa oleh hatinya
berbeda. Yang pertama, mungkin saja, merasa sangat tertekan, sedih, terkepung
perasaan gelisah. Yang kedua, meski masalah belum juga beranjak darinya,
kebahagiaan tidak pernah padam menerangi jiwanya. Ketika orang bertaubat pada
Allah, maka Allah bukakan kelapangan di hatinya, sehingga nyala kebahagiaan tak
bisa dipadamkan oleh masalah yang menerpa. Malah, karena taubat yang dijalani
terus-menerus, tiba-tiba masalah tersingkap. Dan bahkan berbuah menjadi nikmat.
Kita
bisa belajar pada Nabi Adam a.s. Ketika terkapar di bumi, beliau terpuruk dalam
penderitaan yang dalam. Lalu, beliau bertaubat pada Allah. Alih-alih terus
terjerembab dalam penderitaan, justru beliau dibawa ke altar kebahagiaan. Selain
menjadi hamba-Nya, beliau juga diangkat sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Yang
menghalangi datangnya rahmat (pertolongan) Allah adalah dosa, maka bertaubatlah
agar penghalang itu tergerus, sehingga pertolongan Allah pun mendatangi kita.
0 comments