-->

Transformasi Diri Berbuah Bahagia

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Transformasi Diri Berbuah Bahagia

20 January 2024

Transformasi Diri Berbuah Bahagia

20 January 2024



Bertobat bukan hanya ekspresi penyesalan atas dosa-dosa, tapi sebentuk kerinduan di palung jiwa terdalam untuk mengalami kembali cinta Allah yang murni dan sejati.

Setiap jiwa senantiasa merindukan kebahagiaan. Dikala segala pesona duniawi meliputi kita, masih tetap saja ada ruang ‘perasaan kurang’ yang menganga, berupa kebahagiaan yang sempurna. Memang, kebahagiaan manusia tidak bisa dipenuhi dengan bertaburnya kemilau duniawi. Andai emas sebesar gunung uhud dihadiahkan pada seseorang, lalu dia mendadak menjadi orang yang kaya raya, tetap saja ada perasaan sedih yang masih terselip. Kebahagiaan tidak memancar bebas. Apalagi di relung jiwanya, masih terpendam obsesi mendulang kekayaan yang lebih besar.

Kalau begitu, alih-alih mendekatkan dia pada pusat kebahagiaan, kekayaan justru mengusir dan menjauhkannya. Setiap menginginkan sesuatu di luar apa yang diterimanya, itu akan membajak kebahagiaan yang seharusnya dia rasakan.  

Jika mau jujur, sejatinya kerinduan manusia tidak tertuju pada gebyar keindahan yang memenuhi bumi. Bahkan, sudah terpatri keyakinan yang kokoh, bahwa ada kebahagiaan yang tak kita peroleh dari bumi. Semacam kebahagiaan puncak. Yakni kembali dekatnya jiwa pada Pemilik sekaligus Penguasa-Nya. Allah Swt.


Jika Anda menghendaki kebahagiaan sejati, yakinilah bahwa kebahagiaan itu ada. Tapi, tidak ditemukan di antara tumpukan duniawi. Seperti orang yang haus, menandakan bahwa air itu ada. Air yang menghilangkan segala dahaga yang melanda tenggorokan. Kalau Anda memimpikan kebahagiaan, maka kebahagiaan itu ada. Hanya saja, ia tak bisa digali melalui bumi, tetapi didapatkan dengan menggali jiwa dalam-dalam melalui spirit taubat. Melalui taubat, kita akan dibawa ke dasar jiwa untuk bersua dengan Allah. Seperti halnya Nabi Yunus a.s yang dibawa menyelam ke dalam lautan luas oleh ikan hiu. Disana dia menemukan keagungan Allah melalui rintihan taubat yang beliau curahkan.

Jika dosa berperan sebagai peretas, pemutus, dan penjauh hubungan kita dengan Allah, maka taubat berfungsi sebagai konektor, integrator, dan pendekat hubungan kita dengan Allah. Ketika kita mengaktivasi konektor dengan sungguh-sungguh dalam bentuk taubatan nasuuhaa, kita akan mendapati kebahagiaan mengaliri jiwa kita. Kedamaian seolah terus memenuhi hati kita.

Iya, tersambungnya kita dengan Allah bukan hanya diketahui melalui amal-amal yang kita tunjukkan, melainkan juga dampaknya pada rasa yang menjalar ke dalam hati. Rasa damai pun diam-diam merembes ke relung hati, menyerap rasa kasih sayang tanpa syarat dan tanpa batas. Lebih tinggi lagi, menyesap rasa untuk selalu merasakan bahwa Allah hadir, bahkan terakhir, merasa bahwa Allah selalu ada. Tak pernah tidak ada. Semakin tinggi rasa itu memenuhi hati kita, maka semakin besar pula kebahagiaan yang kita rasakan.

Taubat tidak hanya sebagai jalan pengakuan dosa-dosa, tetapi juga sebagai pengalaman untuk bisa merasakan cinta Tuhan yang begitu dekat pada kita. Mungkin, saking besarnya, dosa itu seperti memenuhi bumi, dan saking tingginya, dosa itu seperti menjulang ke langit. Allah tetap saja membentangkan pengampunan dan penerimaan taubat bagi orang yang benar-benar bertaubat dan mau kembali kepada-Nya.

Kita berasal dari sumber mata air yang sama. Dari Allah Swt. Setelah mengalir di sungai kehidupan, kita berpapasan dengan bermacam kotoran, sehingga air yang semula jernih kemudian menjadi keruh. Tentu saja, air yang keruh itu menghendaki bagaimana bisa merasakan kembali sebagai air yang jernih. Air yang keruh itu berproses menjadi jernih kembali. Dengan cara apa? Mungkin harus diserap oleh matahari, menjadi awan, lalu menjadi hujan, terserap oleh pepohonan yang tumbuh kokoh di pegunungan. Dari situlah, air itu memancar dengan sangat jernih, bahkan terasa sejuk bagi yang meneguknya. Iya, kalau Anda ingin memurnikan jiwamu kembali, maka tidak ada cara lain kecuali dengan bertaubat. Kembali ke sumber mata air kehidupan. Allah Robbul Izzati.

 


Pintu Gerbang Perjalanan Ruhani

Model bangunan masjid terdahulu menggambarkan filosofi perjalanan menuju Allah. Yang mana sebelum masuk ke masjid, kita harus terlebih dahulu memasuki gapura -gerbang masjid. Gapura bukan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia, melainkan berasal dari bahasa arab, yakni Ghafuraa. Artinya, sebelum Anda bersua dengan Tuhan yang memiliki rumah, yakni masjid, pastikan Anda telah memohon ampun dan bertaubat pada Allah dengan sungguh-sungguh. 

Karena hanya dengan bertaubat, seseorang akan memperoleh dekapan hangat dan spesial dari Allah. Allah menasbih dan mengakui sebagai kekasih-Nya. “Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah, dan orang yang bertaubat seperti orang yang tidak memiliki dosa sama sekali”.

Kedudukan taubat bagi takwa seperti kedudukan wudhu bagi shalat. Orang tidak bisa menunaikan shalat tanpa wudhu terlebih dahulu. Jika demikian, taubat merupakan jalan mutlak yang perlu ditempuh oleh setiap orang yang hendak menggapai puncak ketakwaan. Ketakwaan sendiri merupakan sebuah pencapaian ruhani yang membuahkan kebahagiaan terus-menerus ke dalam hati. Iya, dengan takwa, seseorang akan memetik kebahagiaan setiap saat.

 

Pengundang Hidayah

Hidayah Allah bertebaran dimana-mana. Hanya hati yang tertutup lagi sombong yang sulit menangkap hidayah dari Allah. Syaikh Dhiyauddin Kushwandhi menggambarkan hidayah seperti cahaya matahari. Cahaya matahari menyebar kemana-mana, dan bisa menjangkau siapapun. Namun, bagi orang yang menutup diri di gua, tanpa ada ventilasi sedikit pun yang bisa ditembus oleh cahaya matahari, tentu saja cahaya matahari tak bisa menjangkaunya.

Bagi orang yang bertaubat, dia mengakui dosa yang telah diperbuat. Dia merasa berlumur kehinaan. Seolah terperosok di liang yang gulita. Dengan bermacam kesadaran yang menumpuk di jiwanya, dia bertaubat pada Allah, mendekat pada Allah Yang Maha Mulia, dan tentu saja menyatu dengan cahaya. Seperti laron yang menerobos cahaya lampu. Tak mengapa, meski nyawa taruhannya, asalkan Allah ridha.

Kalau Anda ingin mengakses hidayah di atas hidayah, maka yang perlu Anda perkuat adalah semangat taubat. Giat mengubah dan membenahi diri terus-menerus. Jika kita bertaubat, maka hidayah memasuki hati dengan lembut. Kita akan dibawa dari satu level hidayah ke level hidayah yang lebih tinggi. Bukankah hanya orang yang merendah yang akan ditinggikan derajatnya oleh Allah?

  

Hadirkan Kelezatan Ruhani

Dosa seperti racun yang mewariskan penyakit ke dalam hati. Makin sering kita berbuat maksiat, makin banyak penyakit dan ia bisa menguasai hati kita. Adapun cara mengobati, sekaligus membebaskan batin dari racun, sekaligus menyehatkan hati kita, adalah dengan bertobat. Taubat akan menarik kebaikan-kebaikan memasuki jiwa kita. Bayangkan, jika Anda kurang merasa nikmat ketika shalat, kurang menghayati bacaan Al-Qur’an, belum mereguk lezatnya berzikir, ketahuilah, bukan karena shalatnya yang salah, atau Qur’annya yang keliru, atau zikirnya yang lemah. Bukan. Itu karena hati kita belum bisa menghayati semuanya.

Seperti halnya orang yang sedang terjangkit penyakit fisik yang menyebabkan seseorang tidak enak, tidak lahap, dan bahkan terasa pahit lidahnya ketika makan. Tidurnya juga tidak nyenyak, wajahnya pun terlihat pucat. Jadi, pahitnya makanan yang dilahap bukan karena makanannya, melainkan karena lidahnya bermasalah. Lidah bermasalah, karena badannya sedang sakit.

Posisi taubat adalah seperti menyembuhkan kita dari penyakit batin, sehingga kita bisa kembali menikmati lezatnya hidangan ruhani dari Allah.

 


Pembuka Portal Jalan Keluar

Masalah yang dihadapi dua orang bisa saja sama, tapi kondisi yang dirasa oleh hatinya berbeda. Yang pertama, mungkin saja, merasa sangat tertekan, sedih, terkepung perasaan gelisah. Yang kedua, meski masalah belum juga beranjak darinya, kebahagiaan tidak pernah padam menerangi jiwanya. Ketika orang bertaubat pada Allah, maka Allah bukakan kelapangan di hatinya, sehingga nyala kebahagiaan tak bisa dipadamkan oleh masalah yang menerpa. Malah, karena taubat yang dijalani terus-menerus, tiba-tiba masalah tersingkap. Dan bahkan berbuah menjadi nikmat.  

Kita bisa belajar pada Nabi Adam a.s. Ketika terkapar di bumi, beliau terpuruk dalam penderitaan yang dalam. Lalu, beliau bertaubat pada Allah. Alih-alih terus terjerembab dalam penderitaan, justru beliau dibawa ke altar kebahagiaan. Selain menjadi hamba-Nya, beliau juga diangkat sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Yang menghalangi datangnya rahmat (pertolongan) Allah adalah dosa, maka bertaubatlah agar penghalang itu tergerus, sehingga pertolongan Allah pun mendatangi kita.      

 


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang