Summary Ngaji 14 Februari 2024: Mereaktivasi Cinta di Bulan Sya’ban
17 February 2024
Dawuhnya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki di dalam bukunya; ada apa di Bulan Sya'ban mengatakan : keistimewaan bulan terletak pada peristiwa yang ada di dalamnya. Jika di dalamnya ada sepak sejarah yang indah maka Allah muliakan bulan itu dengan keindahan-keindahan untuk ummat, jika bulan itu banyak diturunkan rahmat maka ummat banyak juga diberikan rahmat pada bulan itu. Seperti bulan sya'ban sekarang.
Sekurang-kurangnya bulan ini mulia karena turunnya ayat yang memerintahkan kepada kita agar bersholawat kepada Baginda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Yaa ayyuhalladzina aamanu shollu alaihi wa sallimuu tasliima. Dan bulan ini juga menjadi bulan disetorkannya amal ibadah kita selama satu tahun yang lalu. Kita sama-sama memohon agar supaya kesalahan-kesalahan kita di tahun belakang diampuni oleh Allah.
Telah sering dijelaskan bahwa bulan Rajab adalah bulan taubah, Bulan Sya'ban adalah bulan sholawat dan Bulan Ramadhan adalah bulan muroqobah. Kita sudah melewati bulan Rajab dengan penuh semangat. Segala istighfar dilangitkan agar supaya kita mendapat ampunan dari Allah subhanahu wata'ala. Sekarang tibalah saatnya kita di Bulan Sya'ban. Bulan dimana kita dianjurkan banyak membaca sholawat di dalamnya.
Apa yang kita tanam di bulan Rajab kita siram dengan sholawat di Bulan Sya'ban ini. Kemudian kita petik buahnya di bulan ramadhan. Kenapa kita harus bersholawat? Karena amal ibadah kita tidaklah lengkap dan sempurna tanpa dengan sholawat, dengan bersholawat kita berarti membangun kanal (wasilah) dengan Rasullullah dan wasilah itu merupakan perintah Allah subhanahu wata'ala. "Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” QS. Al-Maidah ayat 35.
Siapalah kita tanpa nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dengan amal yang mana kita unggulkan yang di dalamnya tanpa didikan Nabi Muhammad ? Tentu tidak ada. Semuanya berkat tangan dingin Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Jika Allah saja bersholawat kenapa kita bersholawat?
Selain anjuran untuk banyak membaca sholawat, Abuya Sayyid Muhammad juga menganjurkan untuk banyak-banyak membaca istighfar. Beliau banyak mengutip hadist di dalam bukunya. Agar pembahasan tidak terlalu panjang maka sengaja saya tidak kutip teks-teks yang ada di buku beliau. Hanya saja saya fokuskan pembahasan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Ustad Kholil dalam pengajian rutinan malem kamisan. Semoga bisa dibaca oleh saudara-saudara yang belum sempat hadir dalam acara ngaji rutinan.
Istighfar adalah pemecah keakuan yang ada di dalam diri kita. Semakin banyak kita melafalkan istighfar semakin banyak kita menyebut bahwa diri kita banyak salahnya dan lama kelamaan keakuan kita akan pecah. Setelah kekauan pecah dia akan mengalir di sungai sholawat yakni sungai mahabbah kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Kemudian pada akhirnya akan bermuara dan menyatu di samudera dzikir. Ini adalah pemahaman dari KH Dhiyauddin Qhuswandi.
Pada dasarnya manusia telah memiliki fitrah sejak lahir. Fitrah ini semacam naluri untuk berbelas kasih, mencinta, dan saling menebar kebaikan kepada semua makhluk. Sejahat apapun serigala dia tidak akan tega untuk memburu anaknya sendiri. Ini namanya fitrah. Lalu kenapa manusia sering mendramakan perilaku-perilaku yang menyalahi fitrah asalnya ? Seperti menyebabkan kemakaran di muka bumi, menumbuh suburkan permusuhan antar sesama dan seterusnya. Karena fitrah mereka sedang tertutupi oleh aneka ragam sifat-sifat yang tercela. Seperti kebeningan kaca yang di hinggapi debu secara kontinyu lama-kelamaan akan menggumpal dan mengeras lalu sulit di bersihkan. Di titik itulah kita benar-benar sadar kalau agama sangatlah dibutuhkan.
Aqidah dalam agama berguna untuk memberantas kebodohan, syariat memberantas hanya nafsu (baca : mengendalikan) dan akhlaq memberantas keakuan. Kebodohan senyatanya adalah barang baru yang hinggap di wilayah fitrah kita oleh sebab kita banyak menuruti hawa nafsu. Hawa nafsu pun demikian, kita tidak akan bisa memberantas hawa nafsu karena itu sudah bawaan jiwa kita, ini katanya imam Al-Ghazali. Dan keakuanpun sebenarnya adalah barang baru oleh sebab kita jarang mempraktekkan akhlaq itu sendiri. Semua ini terangkum dalam QS Ar Rum ayat 30 : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Itulah) agama yang lurus tetapi manusia banyak yang tidak mengetahui.”
Kemudian cara untuk mereaktifkan fitrah itu adalah dengan mencintai nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Jalan pembukanya adalah dengan memperbanyak sholawat. Kemudian mengikuti apa yang telah diperintahkan oleh nabi Muhammad ketika sudah mengikuti apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad maka sekaligus dia mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah.
Salah satu indikator fitrah kita telah bangkit atau pulih adalah kemurah-hatian kita untuk menyayangi dan mencintai penduduk langit dan penduduk bumi. Jika hanya penduduk langit saja yang dicintai tanpa mencintai penduduk bumi maka tidak disebut sebagai orang yang telah mengaktifkan kembali sinyal fitrahnya. Maka hablumminallah harus bergandengan dengan hablumminannas.
Selanjutnya, ada empat formula yang bilamana kita tuntaskan maka hidup kita akan bahagia yakni dzikir, ikhlas, Siddiq (jujur), dan Taslim (berserah diri). Akan tetapi hal ini butuh kepada empat formula lagi sebagai bahan implementasinya, yakni syukur, sabar, ridho, dan tawakkal. Ini ibarat kimia kebahagiaan yang dalam bahasa psikologi disebut stimulus dan respon. Berikut contohnya:
- Dzikir. Di dalam diri kita sudah ada stimulus berupa ingin mengistiqomahi dzikir, lalu hal itu kecapaian. Lalu kemudian responnya kita akan selalu bersyukur. Karena setiap syukur yg kita lakukan adalah dzikir yang juga kita Istiqomahi. Misalkan kita mempunyai kebiasaan dzikir setiap habis sholat asar kemudian di waktu bersamaan waktu yang harusnya kita buat berdzikir terpaksa kita alihkan kepada hal lain semisal membantu kesusahan orang lain. Secara kebiasaan kita meninggalkan Istiqomah dzikir akan tetapi kita berdzikir dengan format yang berbeda yakni bersyukur karena sudah membantu kesusahan orang.
- Ikhlas. Di dalam diri kita sudah tahu konsep ikhlas seperti apa dan berapa banyak manfaatnya kepada kita, lalu kita mempraktikkannya dengan cara menyumbangkan amal secara diam-diam, memberi meskipun dengan jumlah yang besar tanpa ada harapan sedikitpun untuk dikembalikan. Ini baru dalam tataran stimulus. Nah responnya adalah sabar, selain ikhlas memberi kepada orang lain kita juga sabar menghadapi pemberian dari orang lain berupa menyakiti hati kita dan seterusnya.
- Siddiq. Kita berkomitmen apapun keadaannya kejujuran haruslah dijadikan prinsip. Namun jujur harus bergandengan dengan ridho sebagai lahan prakteknya, kita senantiasa bersikap jujur akan tetapi kita meninggalkan ridho maka hal itu tidak sikron dengan bangunan stimulus dan respon. Di samping jujur kita harus ridho sekaligus. Misalnya : dalam dunia perkejaan pasti ada salah yang timbul dari kita baik timbul dari kelalaian kita maupun hal yg tidak kita sengaja. Akan tetapi ketika kita melakukan kesalahan kemudian kita jujur telah melakukan kesalahan hal ini bisa berakibat di keluarkannya kota di pekerjaan itu akan tetapi kita sudah mempraktekkan jujur apalagi dibarengi oleh keridhoan kita terhadap konsekuensi apapun. Secara hitungan dunia kita mungkin rugi akan tetapi manajemen qolbu kita tertata dengan rapi.
- Terakhir adalah Taslim, gandengannya adalah tawakal kepada Allah subhanahu wata'ala. Sifat pasrah diri kita harus memilki konektivitas kepada menyerahkan urusan semuanya kepada Allah, apapun hasilnya.
0 comments