-->

Takwa, Kunci Bahagianya Pernikahan

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Takwa, Kunci Bahagianya Pernikahan

04 May 2024

Takwa, Kunci Bahagianya Pernikahan

04 May 2024


 


Setiap orang membayangkan pernikahan itu indah. Memang indah. Asalkan mengikuti syarat dan ketentuan. Syaratnya, mengikuti panduan agama. Sebuah panduan indah dari Rasulullah Saw. Ketika pernikahan lepas dari agama, sulit membayangkan keindahan yang mekar dalam rumah tangga. 

Sejatinya, semua orang menjalin kehidupan rumah tangga untuk menggapai kebahagiaan. Kebahagiaan sendiri tidak bisa diperoleh tiba-tiba, tetapi dibutuhkan proses panjang yang diiringi kesabaran. Kalau jodoh—tanpa mengusahakan—sudah Allah sediakan. Tinggal menanti waktunya, kapan terwujud jadi kenyataan. 

Apakah boleh memburu jodoh? Boleh-boleh saja, kalau Anda memburu jodoh, maka Anda akan menemukan kepuasan tersendiri. Apalagi pencariannya membutuhkan waktu yang panjang, tentu lebih mengesankan. Hehe. Bukankah nilai sesuatu bergantung tingkat perjuangan yang kita jalani? Semakin keras perjuangannya, maka nilai pencapaian semakin tinggi. Namun demikian, perlu disadari bahwa jodoh bukan berasal dari usaha kita secara murni, melainkan sebuah pemberian dari Allah. Kesadaran ini membimbing kita untuk selalu bersyukur, karena telah menempatkan jodoh sebagai anugerah murni dari Allah. Bahkan, pernikahan sebagai nikmat tamami (sempurna) yang Allah curahkan pada manusia.


Sejak awal disadari, pernikahan adalah ibadah. Sebuah ibadah terpanjang. Jika shalat diawali takbir dan diakhiri dengan salam, maka pernikahan diawali dengan ijab kabul dan diakhiri dengan kematian. Bahkan, pernikahan dibangun untuk memperluas wilayah ibadah. Lebih tepatnya, sebagai hamba, masjidmu adalah rumah Allah yang terbangun di tengah-tengah kampung. 

Sementara sebagai khalifah, maka rumahmu adalah masjidmu. Disana kau hidup dengan memberi pelayanan pada pasangan, juga pada anak-anak. Keberkahan bisa saja melimpahi kehidupan rumah tanggamu. Tidak hanya datang dari nikmat, bahkan dari musibah juga bisa mendorong lahirnya keberkahan. Sebuah nikmat yang disyukuri menyumbangkan berkah, dan musibah yang disabari akan membuahkan berkah pula. Keberkahan rumah tangga bisa diperoleh dengan ketakwaan kepada Allah. Salah satu tanda adanya ketakwaan adalah sikap sabar dan syukur. Ketika keduanya telah menyertai rumah tangga, maka rumah tangga tersebut akan terbang ke angkasa kebahagiaan. 

Karena itu, tidak ada yang sia-sia bagi orang yang menikah selagi didasari ilmu dan ketakwaan. Semua bernilai baik. Senyum pada lelaki yang bukan muhrimnya, membuat seorang wanita memetik dosa. Sebaliknya, senyum tulus di hadapan suami berbuah pahala. Bahkan, jika kemudian bisa mendatangkan ridha seorang suami, maka ridha Allah juga akan meliputinya. 

Wanita terbaik adalah wanita yang menyenangkan ketika dilihat oleh suami, dan bisa menjaga amanah suami. Mengapa terkait calon pasangan kita harus memilih dari standar ketakwaannya? Karena orang yang bertakwa, ketika mencintai, selalu mengajak pada Allah, dan ketika dia tidak suka, dia tak pernah tega untuk menyakiti. Orang bertakwa telah mengisi hatinya dengan kebahagiaan. Dan hanya orang-orang yang bahagia yang bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama. 

Takwa sebagai ‘kunci inggris’ yang memiliki akses untuk menyelesaikan segala persoalan yang kita hadapi. Dengan takwa, orang tidak habis energinya untuk memikirkan masalah, justru mengarahkan pada Zat yang bisa menyelesaikan setiap persoalan. Dialah Zat yang ahli menyelesaikan segala persoalan yang kita hadapi. Memang, dokter bisa mengobati penyakit kita, tapi yang membuat sembuh bukanlah dokter, melainkan Allah Swt. Buktinya, tak sedikit dokter yang tak bisa mengobati penyakit, malah cenderung semakin parah. 

Begitu juga persoalan yang tiba-tiba menyergap rumah tangga. Kita tidak bisa ngapa-ngapain. Kalau Anda merasa kuat, justru Anda akan terus diuji dengan beban masalah yang lebih besar dari hari-ke-hari. Akan tetapi, ketika Anda telah berserah diri pada Allah, maka masalah itu pelan-pelan akan reda. Bahkan berganti menjadi pencerahan yang memancarkan kebahagiaan bagi diri Anda. 


Kalau Anda punya masalah yang tidak selesai-selesai, maka segera carilah kuncinya. Bukankah setiap gembok pasti memiliki kunci? Setiap pertanyaan pasti ada jawabannya. Pun demikian, setiap permasalahan pasti terbuka jalan keluarnya. Lantas, apa kunci pembuka dari semua persoalan yang kita hadapi? Itulah takwa. Masalahnya, apakah hati kita telah berhias takwa? Kalau memang belum ada ketakwaan, kita harus segera mengisi hati kita dengan takwa.

Pada suatu kesempatan, Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi didatangi seorang anak muda. Dia mengeluhkan keadaaan hidupnya yang carut-marut, hutang yang kian menumpuk, dan rumah tangga yang berantakan. Dia mendatangi Syaikh Sya’rawi bertujuan untuk meminta fatwa agar bisa keluar dari tumpukan persoalan yang mengurung dirinya. Syaikh Sya’rawi tidak banyak memberikan fatwa. Beliau malah bertanya seputar kualitas ketakwaan yang menghiasi hati pemuda tersebut. Setelah didalami, pemuda tersebut masih jauh dari ciri orang yang bertakwa. “Perbaiki dirimu, bertakwalah kepada Allah”, dawuh Syaikh Asy-Sya’rawi. “Jika Anda telah membenahi dirimu menjadi lebih baik, datang lagi kemari”.

Di tengah terpaan masalah yang menjerat, pemuda itu sudah tak memiliki pilihan lain, kecuali mengikuti nasihat Syaikh Sya’rawi. Benar saja, sebulan dari sejak pertemuan dengan Syaikh, dia terus membenahi dirinya menjadi lebih baik. Keajaiban pun menyeruak. Masalah yang dialaminya pun pelan-pelan terurai dan selesai. 

Melalui kisah ini, kita semakin meneguhkan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah yang menjerat kita kecuali Allah. Agar Allah mendatangkan pertolongan-Nya pada kita, maka kita perlu selalu merawat ketakwaan kepada-Nya. 

Kasih Sayang Mendalam Pada Pasangan

Kasih sayang yang dilandasi ketakwaan pada Allah akan membuahkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Kasih sayang memfokuskan diri untuk terus berkontribusi, menyumbang, dan membagikan kebahagiaan pada pasangan. Cinta menumbuhkan niat kebaikan dalam hati. Ketika niat kebaikan terus memenuhi hati kita, maka Allah akan selalu mendatangkan bahan dan sarana untuk mengaktualisasikan kebaikan tersebut. Dikala seorang suami fokus membahagiakan istri, maka dia akan selalu memiliki berbagai cara untuk membahagiakannya. Dia membahagiakan istri bukan untuk dirinya, tapi membahagiakan istri untuk istrinya sendiri. Dia mencintai istri bukan dengan cinta versi selera dirinya, tapi mencintai istri dengan selera si istri. 

Tentu berbeda antara cinta dan kasih sayang. Cinta lebih dekat pada ketertarikan seseorang terhadap kelebihan yang melekat pada orang yang dicintainya, sehingga terus timbul kekaguman yang bertambah-tambah. Dia berusaha menyerap kepuasan pribadi dari orang yang dicintainya. Ketika dia disergap kegelisahan, dia pun mendatangi sosok yang dicintai agar kegelisahan yang merayap di dalam dirinya segera tersingkir. 


Adapun kasih sayang, tidak memikirkan keuntungan dirinya. Fokus perhatiannya lebih pada upaya membahagiakan pasangan. Karena kebahagiaan yang kita berikan pada pasangan akan mendatangkan kebahagiaan yang berlipat-lipat, dikala kita memberinya tanpa pamrih. Dia telah memandang orang yang dicintainya adalah dirinya sendiri. Kalau yang dia cintai jatuh dalam kesedihan mendalam, dia pun akan merasa ikut sedih. Bahkan, mungkin lebih besar dari derita yang dialami sosok yang dicintai, karena orang yang menyayangi tak mau melihat orang yang disayangi dalam keadaan menderita. Hanya ingin menyaksikannya bahagia. 

Dikala kasih sayang telah menguasai hati, maka dorongan yang salalu timbul adalah memberi, memaafkan, bahkan berkorban. Tidak ada ruang baginya untuk menuntut dari orang yang dicintai, apalagi menjadikan yang dicintai sebagai pemuas nafsunya. Memang, kebahagiaan tidak terletak pada seberapa besar yang kita dapatkan, tetapi sangat bergantung seberapa besar kontribusi yang kita berikan. 

Siapapun yang hatinya telah disambar kasih sayang, dia telah meraih kekayaan dan kesejahteraan jiwa. Mungkin secara lahiriah kehidupannya sangat sederhana, namun kekayaan telah meliputi dirinya. Jika orang telah merasa kaya, maka dia berhenti untuk mencari dan mendapatkan, dan hanya selalu berpikir untuk memberi dan membahagiakan orang lain. Dia telah selesai dengan dirinya sendiri. Namun, orang yang semakin sering berbagi dan membahagiakan orang lain, alih-alih kebahagiaannya menyusut, malah semakin berlimpah. Insya Allah.  


BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang