Beliau Yang Keagungannya Tak Terlukiskan
16 September 2024
Di suatu
kesempatan, beberapa orang pedalaman menyambangi Sayyidina Abu Bakar
Ash-Shiddiq r.a. Mereka datang dengan satu keperluan, yakni untuk memupus rasa
penasaran mereka tentang Sayyidina Muhammad karena mereka belum menemukan gambaran
yang ringkas tentang manusia yang mulia ini. Setelah berbincang basa-basi dengan Sayyidina Abu
Bakar, tibalah mereka mengungkapkan pertanyaannya, “Wahai Abu Bakar, bisakah
kau menggambarkan kepada kami tentang Nabi Muhammad Saw?”
Mendapati
pertanyaan tersebut, tentu saja sahabat Nabi yang terdekat ini terperanjat,
terharu, dan bercampur rasa kangen yang mendalam pada Nabi. Sempat menitikkan
air mata terbawa rasa rindu yang membuncah pada manusia agung tersebut. “Wahai
saudaraku, aku tak bisa menjawabnya”, ujar Abu Bakar, “coba kau datang dan
bertanya pada Sayyidina Ali K.w, beliau orang yang dekat dengan Nabi Muhammad
Saw”.
Mereka pun
bergegas menemui Sayyidina Ali. Sampai di hadapan Sayyidina Ali, mereka tak
banyak berbasi-basi. “Wahai Sayyidina Ali, tolong gambarkan kepada kami tentang
Sayyidina Muhammad Saw?”
Sepupu
Rasulullah Saw itu termenung sejenak ketika mendengar hal tersebut, lalu beliau
merespon dengan pertanyaan juga, “Wahai saudaraku, apakah kau bisa menggambarkan
kepada saya tentang kehidupan dunia?”
Mereka terdiam,
tercenung, sembari mencari jawaban. Tidak ada jawaban yang bisa diutarakan pada
Sayyidina Ali. “Wahai Ali, kami tidak sanggup menggambarkan tentang kehidupan
dunia ini”, ujar mereka.
“Jika
menggambarkan kehidupan dunia sebagai bentuk kesenangan yang sedikit saja Anda
tidak sanggup, bagaimana Anda meminta saya menggambarkan tentang Nabi Muhammad
Saw yang beliau oleh Allah dijuluki berada dalam akhlak yang agung ?”, pungkas
Sayyidina Ali.
Mereka merasa
dibungkam oleh pernyataan menantu Rasulullah Saw hingga mereka pun tak lagi
berkutik untuk bertanya. Tetapi, sebelum mereka beranjak, Sayyidina Ali
mempersilakan mereka bertanya tentang Nabi Muhammad kepada Sayyadituna Aisyah r.a.
Setibanya di hadapan Sayyidatuna Aisyah r.a, mereka melontarkan pertanyaan yang
sama seperti pada sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali radhiyallahu anhumaa.
“Ketahuilah
oleh kalian, akhlak Nabi Muhammad Saw adalah akhlak Al-Qur’an”, jawab istri
Nabi yang sangat cerdas ini dengan sangat ringkas.
Akan tetapi,
masih terselip rasa penasaran pada mereka, sehingga mereka kembali menyusuli
dengan pertanyaan, “Al-Qur’an kan banyak ayatnya, mungkin kau bisa
menggambarkan kepada kami secara ringkas tentang akhlak beliau?”
“Bukalah Qur’an
surat Al-Mukminun ayat 1 sampai dengan ayat 11”, tutup Sayyidatuna Aisyah radhiyallahu
‘anhaa.
Tentu saja,
orang pedalaman tersebut mendapatkan kepuasan tak terkira dari keterangan yang
disampaikan istri Nabi tersebut.
Dari dialog di
atas, kita bisa memetik kesimpulan bahwa Rasulullah Saw adalah mendapati
kedudukan yang agung di sisi Allah. Allah mengagungkan Rasulullah bukan pada
jabatannya yang mentereng, bukan pada ilmunya yang luas, bukan pada pengaruhnya
yang luar biasa memikat, melainkan Allah agungkan Rasulullah Saw dalam hal
akhlak.
Mengapa akhlak
sangat penting? Iya, nilai manusia tercermin pada akhlaknya. Meskipun orang itu
berilmu tinggi, dia berhasil menghafal Al-Qur’an dan hadis, dan menguasai
berbagai kitab , ketika dia tidak berakhlak, maka sungguh tidak ada nilainya.
Tahukah Anda tentang Iblis? Disebutkan bahwa Iblis adalah intelektual yang
hebat. Dijuluki sebagai Bapak Logika. Akan tetapi, karena akhlaknya rendah,
maka dia direndahkan oleh Allah dengan cara diusir dari surga, sekaligus
dikutuk sepanjang kehidupan. Iblis ter-branding menjadi makhluk yang
terkutuk.
Beliau Saw juga
tidak Allah puji karena kekuasaannya. Karena kita tahu, Fir’aun dikenal
memiliki kekuasaan yang luas sekaligus pengaruh yang besar. Namun kekuasaan
yang telah digenggam membuatnya menjelma menjadi orang yang sombong. Kekuasaan
bukan membuat dia semakin bersinar dan bahagia, justru dia meluncur ke tempat
yang paling hina. Akhir kehidupannya dipungkasi dengan peristiwa tragis, dia
tenggelam di lautan merah dengan cara mengenaskan. Bahkan sampai saat ini,
badannya diawetkan, sebagai pelajaran bagi orang yang berlaku sombong.
Seorang ilmuwan
mengatakan akhlak itu bernilai 1. Yang lain mengandung point 0. Orang yang
punya ilmu, dia telah mendapatkan point nol. Jika ditambah dengan cantik, maka
dia memperoleh dua point nol. Dan seterusnya. Ketahuilah, tulisan angka nol
meski berderet-deret dan berlembar-lembar tidaklah bernilai tanpa didahului
angka satu. Demikian juga, seluruh pencapaian tidak bermakna jika tidak
disertai dengan akhlak yang mulia.
Jika orang
berakhlak mulia, meski ilmunya sedikit, ia tetap terlihat sebagai orang alim.
Bukankah kealiman seseorang tecermin pada akhlaknya? Apatah orang alim,
akhlaknya rendah.
Bagaimana Anda terpikat pada seseorang yang sama sekali belum Anda kenal? Di depan Anda, berjejer nama-nama. Tentu saja, pikiran Anda tertuju pada nama yang paling indah. Bayangan Anda, keindahan nama mencerminkan kecantikan atau kegantengan orangnya. Mungkin Anda kepincut dengan namanya, lalu Anda menelponnya, ternyata suaranya kasar. Mungkin Anda mundur teratur. Tapi, kok, Anda mendapati suaranya terlihat indah, mendayu, dan menjalarkan vibrasi yang indah hingga ke hati, tentu saja Anda akan makin penasaran untuk segera bertemu dengan orangnya.
Ketika Anda bertemu, tentu saja Anda tidak hanya tertuju pada nama, pada suaranya, tapi Anda akan memeriksa kata-kata yang dipilihnya. Anda terpukau mungkin dengan kalimat-kalimatnya yang memukau, menyihir, dan langsung menohok ke sasaran. Kalimat-kalimat yang indah pada akhirnya akan memudar, jika ternyata perilaku dan sikapnya tidak mencerminkan kata-katanya. Pada akhirnya, yang membuat orang selalu ingin terikat, berinteraksi, dan bergaul adalah akhlaknya.
Jika orang telah terpengaruh akhlak seseorang, tidak hanya dirasakan jejaknya
ketika bertemu. Bahkan akan berlanjut sampai mungkin berpisah. Akan selalu
teringat. Bahkan tergerak hati untuk meneladaninya. Bukankah bertemu dengan
orang yang berakhlak mulia, kita akan menangkap getaran kebahagiaan ke dalam
hati?
Tak usah
bertemu dengan seseorang. Kita mengenalnya dari cerita tutur tinular tentang
akhlak seseorang, maka tiba-tiba menyeruak kerinduan dari dalam hati. Betapa
banyak orang yang tiba-tiba gerimis matanya tatkala mendengar kehidupan Nabi
Muhammad Saw dikisahkan?
Sampai hari
ini, saya masih terus terpana dan terpesona dengan sekelumit kisah Nabi
Muhammad Saw. Bagaimana ketika beliau pergi meninggalkan Mekah menuju Thaif.
Sembari berharap dari Bani Thaif akan terbuka jalan untuk menyebarnya Islam.
Ketika beliau tiba di Bani Thaif, alih-alih memeroleh sambutan hangat, justru
beliau ditolak, disusul kemudian dengan lemparan batu yang menyasar beliau.
Dengan sigap Zaid bin Haritsah bertindak menjadi benteng beliau. Meski beliau
diperlakukan dengan kasar dan tidak manusiawi, di hati beliau sama sekali tidak
menyimpan kebencian. Beliau memang sedih, tapi disana memuat rasa kasih sayang
pada orang Bani Thaif.
Tiba-tiba dua
malaikat penjaga gunung menghampiri Nabi Saw, sembari menawarkan untuk
melemparkan gunung yang mengapit penduduk Thaif. Rasulullah Saw sama sekali
tidak menaruh antusias dengan tawaran tersebut. Justru Nabi berharap dari sulbi
orang-orang dhalim dari Bani Thaif kelak akan mengeluarkan orang-orang yang
menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan siapapun. Demikianlah
ketinggian akhlak Nabi Muhammad Saw. Beliau tak pernah membalas keburukan
dengan keburukan yang sama. Malah beliau selalu membalas keburukan dengan
kebaikan. Demikianlah akhlak mulia yang menghiasi Nabi Muhammad Saw.
Siapa yang bisa
menandingi keindahan akhlak beliau. Beliau satu-satunya wakil Allah yang
paripurna di bumi, seperti rembulan sebagai wakil dari matahari.
0 comments