Mengenang Nabi Muhammad di bulan Maulidnya
09 September 2024
Tidakkah Anda bergembira
ketika di depan Anda terhidang menu super lezat, dan Anda diizinkan menikmati sepuas
Anda? Tentu saja Anda gembira. Tidakkah Anda bergembira, jika kemudian
seseorang yang Anda kenal kaya menelpon Anda, dan dia mau menyerahkan mobil
mewahnya pada Anda? Tentu saja Anda gembira. Tidakkah Anda gembira, ketika
sudah menanti seorang jodoh dalam hitungan tahun, lalu tiba-tiba ada sosok yang
benar-benar sejalan dengan kriteria dan bersedia menikah dengan Anda? Tentu
saja gembira. Tentu saja banyak pemantik kegembiraan yang bertebaran di sekitar
kita.
Dengan bermacam sarana penggembira
tersebut, kita sudah sepatutnya bersyukur. Mengapa bersyukur? Sebab, tanpa
rahmat Allah, kita takkan bisa menyerap berbagai macam nikmat tersebut.
Ketahuilah, segala nikmat yang “ditebar” pada kita semata-mata sebagai karunia
dari Allah. Bukan karena, apalagi dianggap semata-mata, usaha kita.
Demikianlah, respon Nabi Sulaiman a.s atas seluruh nikmat yang telah
diperolehnya, “Ini adalah anugerah dari Tuhan-ku”.
Semua nikmat mengundang rasa
syukur tak berkesudahan. Karena rasa syukur terus membuncahi jiwa, bukan hanya
nikmat itu ditambah oleh Allah, tapi nikmat itu juga bisa mengukir kebahagiaan
yang makin meluas di dalam dada.
Sadarilah, seluruh nikmat yang
Allah curahkan di bumi ini belum apa-apa. Bukan apa-apa ketimbang karunia
dilahirkan kekasih-Nya. Kelahirannya merupakan hadiah terbesar bagi kita.
Karunia ini tidak hanya berdampak pada kebahagiaan hidup kita di dunia,
melainkan berlanjut sampai di akhirat. Nabi-Nabi serta umat terdahulu, sebagian
telah mengenal tentang Nabi Muhammad Saw. Namun sebatas mengenal sebagai
hakikat manusia. Belum mengenal sebagai manusia sejarah yang telah mengukir
kehidupan dengan tinta emas. Karena beliau diutus sebagai Nabi Terakhir.
Secara Nur Muhammad Saw,
mereka mungkin merasakan bahwa kesemua kehidupan dari debu sampai arsy tumbuh
melalui bibitnya. Tak kurang, Nabi-Nabi terdahulu sangat memimpikan bertemu dan
menjadi umat Nabi Muhammad. Karena mereka tahu, betapa dekatnya sosok ini
dengan Allah Swt. Beliau diciptakan sebagai hadiah terindah. Bukan hadiah
terindah yang diberikan pada semesta, namun karena beliaulah semesta ini
diciptakan. Kalau tidak karena Nabi Muhammad Saw, maka semesta, Adam, surga
tidak Allah ciptakan.
Ketika Anda telah masuk dalam
rengkuhan Islam, menjadi Umat Nabi Muhammad Saw, maka Anda telah mendulang
karunia di atas karunia. Tidak pantas lagi bagi Anda bersedih karena urusan
sepele dari kehidupan duniawi ini. Karena karunia ini lebih baik dari apapun
yang dikejar-kejar dan dikumpulkan oleh manusia berkait urusan duniawi.
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan
rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)
Hanya orang yang mengerti
sebuah harga berlian yang akan menyimpannya rapat-rapat di kotak tertutup.
Mungkin diberi pengamanan berlapis-lapis, sehingga tak ada orang yang bisa mencurinya.
Tapi, orang yang tak mengerti harga berlian, ia ibarat anak kecil. Dia
menyamakan berlian dengan kelereng yang biasa dibuat mainan. Karena tak
mengerti harganya, maka berlian akan dibuang percuma oleh anak tersebut. Hanya
yang mengerti harganya, maka berlian itu akan digenggam erat, tidak boleh
sampai lepas, apalagi berpindah tangan.
Begitu juga dengan Nabi
Muhammad Saw. Beliau kumpulan dari segala keindahan di dunia. Keindahan
rembulan akan tertunduk malu di hadapan keindahan beliau. Dia lebih berharga
daripada apapun dari kehidupan dunia ini. Bahkan, sekali lagi, semesta
mengalami penampakan oleh karena Nabi Muhammad Saw.
Jika kita mengerti ini, kita
akan terus bahagia, dalam kondisi apapun, asalkan kita “bernaung” di bawah
panji ajaran Nabi Muhammad Saw. Seorang kyai berpesan kepada anak-anaknya.
“Wahai anak-anakku, bagaimana keadaanmu? Jangan terlalu bersedih. Bergembiralah
karena kalian telah menjadi umat Nabi Muhammad Saw”.
Ketika Nabi Muhammad Saw lahir,
maka kita telah mendapatkan hadiah beliau secara utuh secara ruh dan jasad.
Secara jasad, beliau Nabi terakhir yang diutus oleh Allah, tetapi secara ruhani
beliau Nabi pertama yang Allah ciptakan. Beliau sudah ada sebelum Nabi Adam
diciptakan Allah. “Aku sudah menjadi Nabi ketika Adam antara air dan tanah”.
Kenapa Harus Bergembira?
Pertama, Rasulullah Saw sebagai rahmat bagi seluruh alam. Turunnya Al-Qur’an sangat kita muliakan. Sebagai bentuk syiar memuliakannya, dikemaslah kegiatan bernama Peringatan Nuzulul Qur’an. Ketahuilah, Al-Qur’an hanya jadi rahmat bagi orang beriman. Kegembiraan orang beriman saja. Sementara di luar orang beriman; yakni orang fasik, orang munafik, apalagi orang yang mengingkarinya, Al-Qur’an tidak hadir sebagai rahmat.
Bahkan hanya mendatangkan kerugian. Jika kita
begitu mengagungkan turunnya Al-Qur’an yang jelas-jelas rahmatal lil
mukminin, bagaimana kita tidak memuliakan lahir (turun)-nya Nabi Muhammad
Saw yang notabene beliau adalah rahmat bagi seluruh alam.
Iya, bukan hanya orang beriman
saja yang gembira dengan lahirnya beliau. Seluruh alam raya diharu biru oleh
kegembiraan penuh gegap gempita dengan kelahiran beliau. Beliau lahir tidak
hanya sebagai cahaya maknawi yang memancar memenuhi relung hati orang-orang
beriman, tapi juga mengundang datangnya cahaya lahir. Karena beliau lahir saat
subuh, lalu memancarlah cahaya matahari pagi.
Rasulullah tidak diutus hanya
kepada orang beriman. Tapi diutus pada seluruh manusia, bahkan seluruh alam.
Sehingga kerahmatan Rasulullah Saw merambat pada seluruh alam.
Kedua, melalui beliaulah memancarlah seluruh nikmat. Tentu Anda bergembira
menyambut setiap nikmat. Bahkan nikmat itulah yang sering memantik kegembiraan
dan kebahagiaan kita. Mungkin Anda telah mendulang bermacam kenikmatan antara
lain : nikmat keberadaan, nikmat rezeki, nikmat ilmu, nikmat jodoh, hingga
nikmat agama. Segala macam nikmat, sadarilah, mengalir melalui Nabi Muhammad
Saw. Beliau Saw pernah mengemukakan, “Akulah yang membagikan-bagikan nikmat,
sementara Allah yang memberikannya”.
Karena itu, jika Anda
bersyukur telah berhasil merangkum bermacam nikmat, maka bersyukurlah melalui
siapa nikmat itu mengalir. Karena tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak
bersyukur pada orang yang jadi fasilitas mengalirnya nikmat tersebut.
Bukan hanya bersyukur karena beliau sebagai jalan mengalirnya nikmat Allah, melainkan beliau juga sebagai Abul Arwah (ayah ruhani) dari seluruh manusia. Sementara Nabi Adam dikenal sebagai Abul Basyar (ayah manusia). Jika kepada ayah kita bersyukur, lebih-lebih kita seharusnya bersyukur kepada ayah ruhani. Jalan kita bersyukur pada ayah ruhani, Sayyidina Muhammad Saw, maka kita perlu terus-menerus meningkatkan bacaan shalawat kita pada Nabi Muhammad Saw.
0 comments