-->

Sandaran Hatiku

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Sandaran Hatiku

05 May 2025

Sandaran Hatiku

05 May 2025




Setiap orang menemukan titik nyamannya. Ketika dia berada di dekatnya, seolah kedamaian bermekaran di dalam jiwa. Ketika jauh darinya, seolah kehidupan terasa layu, tanpa spirit. Anda yang pernah merajut cinta dengan seseorang, misalnya, sebuah pertemuan dianggap semacam agenda yang paling ditunggu, menyenangkan, menghilangkan segala kegelisahan, sekaligus membanjiri ketenangan di jiwa. Terjauhkan dari orang yang Anda cintai menyeruakkan perasaan gelisah, cemas, dan bahkan bisa menimbulkan ketakutan mencekam. 

Kita memerlukan tempat bersandar oleh karena kita merasa lemah. Tidak berdaya. Dan ketika kita menyandarkan diri pada tempat bersandar itu, tiba-tiba kita merasa kuat. Kekuatan itu bukan datang dari diri kita, tapi datang dari siapa yang kita sandari. 

Sebaliknya, orang merasa sendiri, terlempar dari orang-orang yang dia cintai. Dia seperti terkapar dalam kesendirian, kesepian. Jiwanya terasa rapuh. Tak ada lagi penguat. Sosok seperti ini akan berada di titik nadir. Harapannya redup. Boleh jadi, kemudian mengambil pilihan tragis. Bunuh diri. Ketahuilah, orang yang bersandar pada dirinya sendiri, lalu dia mendapati dirinya rapuh, maka dia akan mudah patah hati, gampang putus asa. 


Lantas, bagaimana agar jiwa kita dalam keadaan kuat, stabil, dan tentu selalu dalam kondisi tenang? Hanya setelah menyadari bahwa diri kita rapuh, kita akan mencari kekuatan super yang bisa kita jadikan tempat bersandar. Dia menyadari bahwa yang kita jadikan tempat bersandar adalah Yang Maha Handal. Dan Dia tidak bersandar pada siapapun. Jangan bersandar pada yang juga bersandar. Jangan bersandar pada yang berhajat pada selain dirinya. Hanya Allah yang tak berhajat pada siapapun. Makhluk-Nya, yang justru, berhajat pada-Nya.

Kalau Anda bersandar pada manusia, Anda merasakan sendiri berapa sering Anda kecewa karena terlalu memasang ekspektasi yang tinggi pada seseorang. Terlalu percaya pada orang berujung pada perasaan kecewa. Anda mungkin “bersandar” pada kekayaan. Dengan kekayaan yang melimpah, Anda merasakan tenang. Kira-kira berapa lama kekayaan itu akan menyertai Anda? Ketika kekayaan itu lenyap serta runtuh, maka Anda pun akan ikut runtuh. 

Pesan intinya, jangan pernah Anda meletakkan harapan pada makhluk. Letakkan harapan pada Dia Yang Maha Kuasa, Maha Handal, dan Maha Kasih. Hanya Allah saja tempat kita bersandar. Ketika Anda bisa menempatkan Allah sebagai tempat bersandar, maka Anda telah menjelma menjadi orang yang kuat. 


Terkait kebersandaran ini, guru saya, KH. Dr. Muhammad Dhiyauddin Kushwandhi mengumpamakannya seperti setetes air yang bergabung dengan lautan. Kalau hanya setetes air, tentu tak punya kekuatan apa-apa. Nothing. Akan tetapi, ketika setetes air itu bergabung dengan lautan, maka dia akan menjelma menjadi kekuatan sebesar lautan. Karena itu, siapa orang terkuat itu? Dialah orang yang bersandar pada Allah. 

Perlu Anda ketahui, bersandar pada Allah memiliki tiga level. Makin meninggi, tentu semakin besar kebahagiaan yang dicakup. Dengan bersandar pada Allah, Anda tidak hanya mengetahui agama, tetapi akan mengalami agama dalam hidup Anda. Agama benar-benar menjadi pembimbing Anda untuk mereguk kebahagiaan. Oke, kita bahas satu persatu terkait level sekaligus kualitas kebersandaran kita kepada Allah.

Pertama, Tawakkal. Tawakkal diartikan menyandarkan satu urusan kepada Allah. Tak jarang, kita dihantam satu masalah dalam hidup kita, namun tak kunjung mendapatkan jalan keluar atas masalah yang kita hadapi. Kalau kita bersandar pada Allah, maka kita akan memilih untuk menyerahkan urusan yang kita hadapi pada Allah. Menyerahkan pada pengaturan Allah. 

Secara fisik, boleh saja dia bekerja keras untuk menggapai apa yang dicita-citakan, sekaligus menyelesaikan problem yang dihadapi, sementara hati lebih fokus berserah diri pada pengaturan Allah. Ketika kita tawakkal pada Allah, maka Allah akan mencukupi kita. Dan tidak meninggalkan kita “tergeletak” dalam kekecewaaan. Karena itu, kalau Anda telah memiliki tekad terkait satu urusan, maka tawakkal-lah pada Allah. Dengan tawakkal pada Allah, Anda tidak lagi bergerak dengan tenaga dan pikiranmu, tapi dalam limpahan pertolongan dari Allah. 

Kedua, Tafwidh. Tafwidh dimaknai menyandarkan seluruh urusan dunia dan akhirat kepada Allah. Dia tak lagi menyerahkan satu per satu urusan. Seluruh urusan—baik dunia atau akhirat—dia serahkan pada pengaturan Allah. Dengan tafwidh, dia akan senantiasa mendapatkan taufik dan pertolongan dari Allah. Tentu saja, hidup Anda akan terasa ringan jika berserah diri pada Allah. Sebaliknya, kalau Anda menyerahkan urusan pada dirimu sendiri, maka Anda akan terus dihantui kecemasan, karena sebenarnya kita sangat lemah. Bukan hanya menentukan masa depan, bahkan menentukan kehidupan sekarang saja, tak bisa apa-apa. Tanpa pertolongan Allah. 

Ketiga, Taslim. Taslim bukan hanya menyerahkan satu urusan, atau menyerahkan seluruh urusan dunia dan akhirat, tapi juga menyerahkan orang (kita) yang punya urusan kepada Allah. Ketika orang telah menyerahkan dirinya pada Allah, maka Allah menyerahkan diri-Nya padanya. Dia sudah tak memiliki keinginan lagi selain keinginan Allah. Sudah tidak punya kemauan lagi kecuali kemauan Allah. Dia sudah sefrekuensi dan sejalan dengan Allah setiap saat. Karena dia tak pernah berselisih dengan Allah, maka dia sangat dekat pada Allah. Bukankah kedekatan dengan Allah inilah yang membawa orang menggapai puncak kebahagiaan?   


Dikala hati (ruh) seseorang didominasi keyakinan pada Allah, maka dia menyerahkan setiap urusan yang dihadapi kepada Allah. Dikala hati (lubb) seseorang didominasi cinta, maka menyerahkan seluruh urusan kepada Allah. Dikala hati (sirr) seseorang didominasi dengan tauhid, maka dia menyerahkan dirinya yang punya urusan kepada Allah.

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang