-->

Sayyidah Hajar : Berlian yang terus Bersinar

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Sayyidah Hajar : Berlian yang terus Bersinar

09 June 2025

Sayyidah Hajar : Berlian yang terus Bersinar

09 June 2025


 


Sosok ini seolah dipersiapkan jauh-jauh hari sebagai pendamping mulia dari Bapak Tauhid. Karena memang hanya sosok mulia yang dipertautkan jiwanya dengan orang yang juga mulia. Hanya pribadi yang luhur diperjumpakan dengan pribadi yang juga luhur. Meski pada mulanya, beliau harus menjalani kehidupan yang sengit, pahit, dan penuh cobaan yang melulu membelit, menapaki onak dan duri, kesabaran seolah menjadi mahkota yang senantiasa menghiasi hidupnya.

Terpaan masalah justru membuat dirinya makin bersinar. Seperti kegelapan malam yang membuat rembulan itu kian bersinar indah. Atau seperti batu yang diproses menjadi berlian. Ia harus diterpa panas dengan tingkat derajat yang sangat tinggi. Terpaan panas yang sengit bukan untuk menghancurkan batu, tetapi untuk menempa agar batu berubah menjadi berlian yang mulia. Mengandung magnit bagi semua manusia.  

Beliau berasal dari keluarga ningrat, ayahnya pemangku sebuah kerajaan yang terhormat. Dia mendapati kehidupan bertabur semerbak bunga keindahan, cahaya kemuliaan, dan kehormatan. Sehingga rasa syukur terus-menerus memenuhi kehidupannya. Tiada pagi yang beliau jumpai kecuali diisi dengan rasa syukur. Kebahagiaan tidak hanya bertebaran di luar, namun juga seperti bertaburan di dalam dirinya dengan syukur yang terus dilangitkan. Bagaimana dia hidup di kampung yang sangat rukun masyarakatnya. Saling tolong menolong menjadi semangat mereka.

Sehingga datanglah sebuah peristiwa sengit yang menghantam kerajaannya. Kerajaan harus berhadap-hadapan dengan kerajaan lain dalam suasana perang yang mencekam. Terjadi baku hantam, dan peperangan yang menghasilkan banyak korban berjatuhan. Ujungnya kerajaan yang dipangku oleh keluarga Siti Hajar harus menelan pahitnya kekalahan. Bukan hanya kalah, raja harus rela meregang nyawa. Sementara Siti Hajar harus menerima dirinya jadi tawanan perang. Bersama dengan berjubel dan berdesak-desakan manusia diangkut kapal. Itulah awal peristiwa yang membuat seolah seluruh kebahagiaan yang disusun selama ini harus runtuh, dan direnggut semuanya. Di depan, seolah beliau mendapati lorong kegelapan tanpa ujung, tanpa cahaya.

Selama berada di kapal, dia mendapati pemandangan getir, bagaimana kekerasan terus menyertai dalam perjalanan. Wajah-wajah menyeramkan selalu menampakkan diri di hadapan putri raja. Dia menyadari bahwa kehidupannya akan berubah total. Dari seorang yang bertabur kebahagiaan, seolah selalu berada di ujung tombak, yang siap-siap menikamnya. Siap membunuhnya.

Beliau merasa—sepanjang di kapal—tidak ada bedanya dengan tawanan yang lain. Mahkota sebagai putri raja seolah telah copot darinya. Dia menjalani sebuah kehidupan yang penuh kekejaman, siksaan yang sadis, dan sudah membayangkan suatu keadaan yang paling pahit akan mencengkramnya. Bagaimana dia harus mengalami perlakuan kasar dan penuh kekerasan. Cambuk tiba-tiba harus menghantam punggungnya yang mulia.

Puncaknya, dia harus mendapati dirinya dijadikan sebagai budak. Beliau mengerang dengan status terbarunya sebagai budak muda. Tentu memaksa dirinya mau apa saja yang diperintah dan diinginkan tuannya. Sedianya dia akan dijadikan selir oleh raja. Namun, Allah menjaganya dengan penjagaan yang sangat kuat, sehingga dia tidak sempat tersentuh oleh raja dengan cara Allah mengirimkan Nabi Ibrahim a.s dan Siti Sarah ke kerajaan tersebut.

Singkat cerita, ketika mereka berdua tiba di kerajaan, membuat mata raja tertarik dan terkesima dengan kecantikan Siti Sarah. Ingin mengangkatnya sebagai selir. Ketika dia sudah tiba di kerajaan, Siti Sarah disediakan ruang sendiri. Walhasil raja mudah sekali mendekati. Namun apa yang terjadi. Setiap kali raja hendak menyentuh tubuh mulia Siti Sarah, mendadak tangan raja seperti tersengit listrik. Kaku tidak bergerak sama sekali. Raja meminta maaf ke Siti Sarah. Sarah maafkan, walhasil tangan raja pulih kembali.

Akan tetapi, raja seolah belum jera untuk menuntaskan rasa penasarannya terhadap Siti Sarah, raja kembali hendak menyentuh istri Nabi Ibrahim a.s itu, namun dia harus mendapati kenyataan tangannya kembali kaku dan membeku. Keadaan tersebut berulang sampai tiga kali. Kali ketiga, raja pun seperti menyesali perbuatannya, dan menganggap bahwa Siti Sarah adalah bahaya yang dikirimkan ke kerajaannya. Karena itu, raja mempersilakan Siti Sarah dan Nabi Ibrahim a.s pergi jauh dari kerajaan. Sembari raja memberikan hadiah Siti Hajar.

Bermula dari peristiwa inilah, seolah nasib Siti Hajar akan mengalami titik balik. Tapak-tapak kemuliaan akan segera dimulai. Bagaimana kemudian Siti Sarah mempersilakan Nabi Ibrahim a.s untuk menikahi Siti Hajar. Siti Hajar telah dipulihkan sebagai wanita merdeka, kemuliaannya bersinar kembali. Apalagi berdampingan dengan seorang Nabi yang mulia. Beliau seolah permata yang tertimbun oleh banyak kotoran, lalu dibersihkan permata itu kembali bersinar, bukan hanya menerangi kehidupan keluarga Nabi Ibrahim a.s, berlanjut menerangi jagat yang luas.

Tidak harus menanti bertahun-tahun, Nabi Ibrahim a.s—melalui pernikahan dengan Siti Hajar—Allah karunia putra penyejuk hati, yakni Nabi Ismail a.s. Siti Hajar, ketika itu, disuruh tinggal di padang pasir yang tandus. Tidak ada penghuni satu pun di kanan-kirinya. Meski beliau harus berdua saja dengan putra tercinta, dia tidak keberatan sama sekali. Apalagi makin terang bahwa tinggal di padang pasir sebagai perintah dari Allah. Sebelum ditinggal oleh Nabi Ibrahim a.s ke Kan’an, Siti Hajar disediakan bekal berupa kurma dan air. Disertai doa Hasbunallah wanikmal wakiil nikmal mawla wanikman nashiir.

Dengan berlalunya waktu, kurma habis, disusul kemudian air pun habis. Ketika seluruh bekal sudah habis, maka rasa haus sudah menyerang keduanya. Terutama Nabi Ismail yang masih mungil. Bayi ini menangis, meraung, dan merengek tak berhenti karena kehausan. Siti Hajar sangat yakin dengan pertolongan Allah. Meski demikian, beliau tetap berikhtiar keras mencari air. Beliau berjalan bolak-balik antara Shofa dan Marwa. 

Bukan hanya sekali jalan. Beliau mencarinya sampai 7 kali. Mengapa hanya berjalan di antara Shofa dan Marwa, kok tidak melewati batas keduanya? Karena Sang Suami, Nabi Ibrahim a.s memintanya bahwa Siti Hajar tidak boleh bepergian melampaui Shofa dan Marwa. Beliau istri yang sangat tunduk pada perintah suami.

Bayangkan, di tengah kesulitan, dipompa dengan tekadnya yang tinggi, harapan yang tidak pernah surut untuk mendapatkan air, dia tetap bergerak mencari air, dengan tetap menaati batas-batas yang telah ditetapkan oleh sang suami. Sehingga mendadak ada air memancar dari dekat tumitnya Nabi Ismail a.s. Air ini—kemudian—disebut Zam-Zam.

Dari sana, kita memahami tentang keberkahan orang yang patuh pada suami karena patuhnya kepada Allah. Sosok Siti Hajar bukan hanya menjadi perantara memancarnya Zam-Zam yang dinikmati oleh umat sepanjang masa. Bahkan, dari beliau, Allah lahirkan keturunan yang paling mulia sepanjang zaman, Sayyidina Muhammad Saw.

Dalam gambaran seakan mudah menjadi wanita mulia. Hanya disuruh mendirikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat pada suami, Allah Rasulullah Saw dipersilakan masuk surga dari pintu mana saja dia mau. Namun, taat pada suami menjadi tantangan yang sangat sulit. Karena memang ketaatan pada suami adalah pintu untuk menyabet piala kemuliaan, dan bahkan bisa menorehkan sejarah luhur dalam kehidupan.

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang