Dari Keyakinan, Raih Kemenangan
05 July 2025
Muharram identik dengan bulan bertabur kemenangan. Menemukan tentang ajaibnya keyakinan. Menyaksikan tampilnya kekuasaan Allah yang tak sanggup dihadang siapapun. Dikala kekuasaan Allah telah mengemuka dengan perkasa, maka raja-raja otoriter dan anarkis harus runtuh, tenggelam, dan tertelan dalam kehinaan. Sementara begawan ruhani yang telah menggapai keimanan puncak pada Allah, dia meroket pada keadaan yang sangat memukau dan memesona siapapun. Banyak orang terbelalak tentang keagungan iman, pesona dari keyakinan pada Allah. Bagaimana ketika takwa telah menggapai puncaknya. Semua keadaan tersebut ditunjukkan oleh para Nabi Ulul Azmi melalui peristiwa yang terjadi di sepuluh Muharram.
Nabi Nuh a.s adalah seorang Nabi yang sudah berusia senja. Datanglah perintah Allah pada beliau untuk merakit kapal. Perintah-Nya tidak tanggung-tanggung, yakni merangkai kapal di atas bukit. Bukan di tepi pantai. Dikala beliau menukangi kayu-kayu agar terakit menjadi kapal, kaum yang membangkang padanya, melontarkan ejekan, olok-olok pada Nabi Nuh a.s. Meski bermacam ocehan mereka terus menyambarnya, beliau tetap saja tak tergoyahkan. Sangat yakin pada perintah Allah yang menyimpan tujuan besar untuk menyelamatkan dunia dan agamanya.
Hingga banjir bandang yang amat besar datang menerjang. Seluruh rumah tenggelam, dan banyak orang berenang, mengapung, hingga akhirnya tertelan oleh banjir. Nabi Nuh a.s telah menyediakan kapal yang siap berlayar melewati banjir yang sangat mencekam tersebut. Siapapun yang masuk ke dalam kapal itu berarti telah membaiat dirinya sebagai pengikut setia Nabi Nuh a.s. Sementara yang tidak mau menaiki kapal Nabi Nuh a.s telah menyatakan dirinya sebagai orang yang membangkang terhadap Nabi pilihan Allah ini. Benar saja, seluruh orang yang membangkang pada Nuh a.s, termasuk istri dan salah satu putra Nabi Nuh a.s harus digulung dan ditelan oleh banjir yang dahsyat itu.
Nabi Nuh a.s berlayar mengarungi banjir bandang tersebut dengan senantiasa mengucapkan “hasbunallahu wani’mal wakiil ni’mal mawla wani’man nashiir”. Dengan pertolongan Allah yang sangat kuat, maka Nabi Nuh a.s bersama para pengikutnya selamat dari banjir bandang, dan kapal pun berlabuh dengan sangat lempang.
Berlalulah masa kenabian yang panjang, kemudian datang masa kenabian Nabi Ibrahim a.s. Sosok yang dikenal sebagai Bapak Tauhid. Pembawa agama Hanif. Bermula dari hancurnya patung-patung sesembahan Namrud dan rakyatnya. Terjadilah kondisi yang menggegerkan. Tidak perlu berpikir panjang, Namrud mengarahkan tuduhan pada satu sosok saja. Yakni Nabi Ibrahim a.s.
Tanpa perlu melakukan negosiasi berlama-lama, lalu diputuskan Nabi Ibrahim a.s harus dibakar hidup-hidup dalam kobaran api yang menyala-menyala. Api yang siap merobek, menelan, dan menjadikan abu tubuh siapapun yang masuk ke kawah api tersebut. Mereka mengikat tubuh Nabi Ibrahim a.s, lalu melontarkan ke dalam kobaran api tersebut. Mereka sudah berpikir, Nabi Ibrahim a.s telah berakhir. Tidak ada lagi yang mengganggu keyakinan mereka.
Logika mereka dibanting habis-habisan dalam peristiwa ini. Bagaimana tidak, ketika sudah dimasukkan dalam kobaran api, Nabi Ibrahim dikunjungi oleh Sayyidina Jibril a.s. Bermaksud untuk menolong Kekasih Allah itu. Tahukah Anda, apa respon ayah Nabi Ismail ini? Beliau menolak bantuan dari Jibril a.s. Beliau hanya berharap pertolongan dari Allah. Beliau telah putuskan harapan pada siapapun, kecuali kepada Allah. “Tentu saja pertolongan dari Allah, saya tidak bisa apa-apa”, tanggap Jibril a.s. “Allah lebih tahu tentang keadaanku”, ujar beliau sembari mengucapkan “hasbunallah wani’mal wakiil ni’mal mawla wani’man nashiir”.
Lantas apa yang terjadi? Allah berfirman kepada api agar menjadi dingin dan menyelamatkan Nabi Ibrahim a.s. Setelah api yang menyala telah redup, kayu-kayu yang membakar telah menjadi debu, ternyata di antara gunungan debu tersebut, ada yang bergerak-gerak. Ternyata Nabi Ibrahim a.s selamat. Tak sedikit pun badan beliau tersentuh apalagi dibakar oleh api. Kemenangan yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s tersebut membuat Namrud mengalami pukulan moral yang sangat berat. Dikisahkan setelah itu Namrud mengalami sakit yang sangat kritis. Tidak bisa menanggung rasa malu di hadapan rakyatnya.
Disusul kemudian, diutusnya seorang Nabi yang sangat fenomenal. Karena beliau harus berhadapan dengan seorang raja—yang seolah—punya kekuasaan mutlak. Tak terkalahkan. Bahkan saking kuatnya kekuasaanya, dia mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan. Itulah sosok Nabi Musa a.s yang telah berdakwah pada raja yang dhalim, Fir’aun.
Dari sekian peristiwa yang mengusik kekuasaan Fir’aun, ada sebuah peristiwa yang tak bisa memadamkan kemarahan Fir’aun, yakni sebuah peristiwa dimana ada seorang pemuda dari kaum Bani Israil dan kaum dari Fir’aun bertengkar. Pemuda dari kaum Bani Israil meminta pertolongan dari Nabi Musa. Sang kalimullah ini hanya berniat menakut-nakuti dengan meninju pemuda dari kaum Fir’aun. Ternyata pukulan Nabi Musa a.s berhasil membuat pemuda dari kaum Fir’aun tewas.
Melalui peristiwa inilah, Fir’aun naik pitam, dan dia sendiri turun tangan dengan diiringi pasukan tangguh untuk mengejar Nabi Musa a.s. Fir’aun mengejar Nabi Musa a.s dengan amarah yang tak terbendung. Sementara Nabi Musa a.s disertai oleh 70 budak Bani Israil. Nabi Musa a.s terus dikejar oleh Fir’aun dengan amarahnya yang menggelegak.
Tibalah Nabi Musa bersama pasukannya di tepi laut. Berhenti sebentar hingga datanglah perintah dari Allah untuk melemparkan tongkatnya ke Lautan Merah. Beliau melemparkan tongkatnya disertai dengan melangitkan doa “hasbunallah wani’mal wakiil ni’mal mawla wani’man nashiir”.
Mendadak Lautan Merah itu seperti tersibak dan membelah diri menjadi jalan raya. Walhasil, Nabi Musa dengan pasukannya bisa melenggang dengan lempang hingga ke pinggir pantai. Tak lama, Fir’aun pun menyusul di belakang Nabi Musa a.s. Namun, apa yang terjadi, Fir’aun dengan bala tentaranya tenggelam dan tewas di Lautan Merah dengan nasib yang sangat tragis.
Demikian juga yang terjadi pada Nabi Isa a.s. Bagaimana beliau digiring ke Golgotta untuk disalib. Diantara massa yang crowded dan berdesak-desakan. Nabi Isa a.s mengucapkan “hasbunallah wani’mal wakiil ni’mal mawla wani’man nashiir”. Tiba-tiba ada seorang pemuda yang wajahnya diserupakan dengan Nabi Isa a.s. Pemuda itu digiring, lalu kemudian dibunuh dan disalib. Sementara Nabi Isa a.s diselamatkan oleh Allah dengan diangkat ke langit.
Demikian juga, apa yang dialami oleh Nabi dan Rasul terakhir Sayyidul Kaunayn, Rasulullah Muhammad Saw. Bagaimana ketika beliau dikepung oleh pemuda-pemuda pilihan dari kafir Quraisy, setelah mereka mendengar bahwa Rasulullah akan meninggalkan Mekah. Hijrah menuju Yatsrib.
Mereka sudah bersiaga penuh dengan membawa pedang terhunus untuk menangkapi bahkan membunuh Rasulullah Saw. Akan tetapi, Rasulullah Saw bisa melewati mereka tanpa terlihat oleh mata mereka yang terbelalak lebar. Baru beberapa saat, mereka sadar Rasulullah Saw telah keluar dari rumah yang mereka kepung. Mereka mencoba menyelidiki ke dalam rumah, memang sudah tak ada lagi Rasulullah Saw. Sosok yang masih tidur di ranjang hanya Sayyidina Ali k.w.
Mereka pun mengejar Rasulullah Saw dengan api kemarahan yang besar. Mereka menunggangi kuda-kuda pilihan, sementara Rasulullah Saw bersama Abu Bakar menunggangi onta. Dengan keyakinan yang tak terselip keraguan sedikit pun, sembari mengucapkan “hasbunallah wani’mal wakiil ni’mal mawla wani’man nashiir”, Rasulullah Saw bersama Abu Bakar a.s tiba dengan selamat di Yatsrib.
Dari kisah-kisah yang cemerlang tersebut, kita bisa memetik kesimpulan bahwa Allah Swt akan senantiasa hadir sesuai dengan keyakinan kita. Jika yakin pertolongan Allah akan tiba untuk menyelamatkan kita, maka pertolongan itu akan datang dengan sangat memukau, sekaligus menghentak kesadaran. Agar kita senantiasa berada dalam keyakinan, sebuah mantra perlu terus dihadirkan dan diradiasikan dalam kesadaran kita. Mantra apa? “Suatu yang rasanya tidak mungkin menurut akal dan kebiasaan, tidak mustahil bagi Allah”.
0 comments