Misteri Huruf Sin dalam Bismillah
28 July 2025
Sebagian
arif billah mengungkap rahasia dari setiap huruf yang terselip dalam Al-Qur’an.
Menghadirkan pemahaman bahwa setiap huruf tidak dituliskan secara acak. Pasti
disertai tujuan yang sangat mulia. Menginspirasi setiap orang yang menyimaknya,
bukan hanya menyerap energi positif, tetapi bisa menggali pencerahan di
dalamnya. Dari sini, kita akan memahami, Al-Qur’an bukan sebatas bacaan, melainkan
menyimpan cahaya yang menuntun manusia pada stasiun kebahagiaan sejati dan
abadi.
Ayat-ayat
yang tersaji dalam Al-Qur’an mengandung petunjuk. Setiap petunjuk tentu saja
mengarahkan pada yang ditunjuk. Siapa yang ditunjuk dari ayat-ayat yang kita
baca? Tiada yang lain kecuali Allah. Berarti seluruh ayat yang bertebaran dalam
Al-Qur’an—bahkan ayat yang tersebar di setiap ufuk di bumi dan di
langit—berperan untuk menunjuk pada Allah. Membawa setiap insan menjalin
kedekatan dengan Allah, mereguk kemesraan bersama-Nya, dan tentu saja
menyongsong jiwa yang diliputi makrifatullah.
Jika
kita mau menyusuri dengan seksama dari “belantara ayat-ayat” dalam Al-Qur’an,
maka kita perlu mencari titik simpul yang bisa mempercepat “ketersampaian” jiwa
pada Allah.
Sadarilah,
seluruh kitab-kitab samawi yang Allah turunkan di bumi, pada Nabi-Nabi yang
terpilih, telah disaripatikan dalam Al-Qur’an. Tidak ada esensi kitab samawi
terdahulu yang tidak terliput oleh Al-Qur’an. Karenanya, Al-Qur’an memiliki ruh
dan semangat yang sama dengan kitab-kitab samawi. Membawa manusia makin dekat
pada Allah.
Al-Qur’an pun disaripatikan melalui surat Fatihah. Dan di dalam surat Fatihah terdapat kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Jika Basmalah adalah ringkasan dari Al-Qur’an, berarti ia merupakan kalimat yang powerful, dan impactful. Karenanya, awali setiap aktivitas yang hendak kita jalani dengan ucapan basmalah, maka keberkahan yang menyertai kita. Sebaliknya, ketika basmalah tidak disertakan dalam aktivitas yang kita jalani, maka keberkahan akan terputus dari aktivitas yang kita jalani. Tanda bahwa aktivitas itu tidak berkah adalah aktivitas tersebut tidak membuahkan dampak positif bagi diri kita sendiri dan orang lain. Atau bahkan akan menggusur kita ke tempat yang sangat menyengsarakan.
Rahasia
Sin
Kalimat
Basmalah sendiri menyimpan huruf Sin. Apa kiranya rahasia dari sin yang
terkandung dalam kalimat Basmalah? Huruf Sin—menurut para arif
billah—mengandung tiga lengkungan.
Lengkungan pertama, kita akan menjumpai perjalanan umum yang harus ditempuh oleh setiap muslim, yakni mengaitkan hidupnya dengan syariat. Tidak boleh keluar dari standar yang telah ditetapkan oleh syariat. Bukankah syariat sendiri adalah jalan, jalan menuju Allah. Bagaimana kita akan sampai pada Allah, jika kita tidak menempuh jalan yang telah disediakan. Setinggi apapun derajat keruhanian seseorang, dia tidak boleh meninggalkan syariat. Ketika orang meninggalkan syariat, maka hidupnya tidak akan bertumbuh. Hanya kematian saja yang melepaskan seseorang dari syariat. Shalat, misalnya, menjadi kewajiban yang melekat pada setiap muslim.
Dalam situasi dan kondisi apapun.
Jika seseorang tidak bisa shalat dengan berdiri, maka dia diperbolehkan shalat
dengan duduk. Jika tak bisa dengan duduk, bisa dengan berbaring. Jika berbaring
juga tidak memungkinkan, maka shalat dengan menggunakan isyarat mata. Intinya, Kita
tak boleh meninggalkan shalat. Mengapa? Karena shalat mencerminkan hubungan
kita dengan Allah. Sampai kapanpun, kita tak bisa terpisah dengan Allah. Kita
selalu butuh Allah. Ketika kita butuh Allah, maka kita selalu mendekati-Nya
dengan mendirikan shalat yang telah dianjurkan.
Lengkungan
kedua adalah tarekat. Apa bedanya tarekat dengan syariat? Syariat
lebih banyak mengurus perkara lahir dari ibadah, pada gerakan-gerakan yang
tampak pada ibadah yang kita lakukan. Cara mengaturnya dikemas melalui fiqih
yang diajarkan oleh ulama-ulama yang faqih. Tentu saja, gerakan-gerakan shalat
itu tersambung dengan Sayyidina Muhammad Saw. Intinya, perkara-perkara lahiriah
dari shalat diurus oleh syariat. Karenanya, tidak cukup ibadah itu dibatin,
harus ditampakkan dalam gerakan.
Adapun
tarekat berfokus mengurus sisi batinnya. Persoalan yang berkait dengan hati. Dengan
tarekat, seseorang akan dibimbing dengan bimbingan yang bersanad : bagaimana
hati menjadi bersih, jernih, dan bening. Karena hanya amal yang didasari dengan
hati yang bersih, insya Allah akan membekaskan kenikmatan ke dalam hati. Tak
sedikit orang yang telah menggunakan hari-harinya untuk beribadah kepada Allah,
namun tidak menemukan ketenangan, apalagi kelezatan batin melalui ibadah yang
dijalani. Shalat tak ubah seperti senam syar’i. Hanya menyehatkan badan, tapi
tak memulihkan atau menyegarkan batin.
Ketika
Anda menempuh tarekat, menjadi keniscayaan Anda terus-menerus membersihkan
hati. Memastikan hati Anda bersih, Anda tidak lagi memiliki pikiran negatif
pada siapapun dan apapun yang Anda jumpai. Kalau Anda telah melihat “sisi
positif” setiap orang yang Anda jumpai, insya Allah menandakan hati Anda
bersih. Sebaliknya, kalau Anda senantiasa tertuju pada sifat-sifat negatif yang
melekat pada manusia, menandakan hati Anda sedang kotor.
Bayangkan,
ketika menggunakan kacamata bening, kita akan melihat segala yang terbentang di
depannya indah dan memesona. Dan ketika menggunakan kacamata hitam, tiba-tiba
mendapati semua yang tampak di depannya terlihat hitam. Jadi,
kita—sebenarnya—bisa meneliti sendiri, apakah hati kita dalam keadaan kotor
atau bersih. Dan anehnya, orang yang berhati bersih tidak akan pernah merasa
bersih, dia selalu merasa kotor, sehingga dari hari ke hari dia terus berjuang
membersihkan hatinya. Sampai hati menjadi cermin yang bening dan siap memantulkan
sifat-sifat Allah.
Banyak
sekali kotoran atau penyakit yang menjangkiti hati. Dari sekian penyakit hati
yang mudah sekali membuat hati kotor dan rentan mengalami sakit, diringkas
dalam tiga penyakit hati. Jika kita bisa meretas tiga penyakit hati ini, insya
Allah kebahagiaan akan melingkupi hati kita. Ketahuilah, kebahagiaan tidak
terpatri indah dalam hati setiap manusia. Kita tak bisa mereguk kebahagiaan
saat ada kotoran berkarat yang melingkupi dan menghalanginya. Karenanya, untuk
mengakses kembali kebahagiaan yang sudah tersedia di hati kita tiada lain
caranya kecuali membersihkan hati.
Anda—mungkin saja—menaruh penasaran, apa tiga penyakit hati itu? Tiga penyakit hati itu adalah sombong, dengki, dan riya. Sombong merasa merupakan ekspresi dari keangkuhan yang berkembang di jiwa. Menjulangnya perasaan lebih baik, lebih suci, dan lebih mulia daripada orang lain. Sehingga dia gampang sekali meremehkan dan merendahkan orang lain. Kesombongan bukan hanya menghentikan pertumbuhan, membuat orang mandek, bahkan telah membuka jalan keruntuhan atau kehancuran.
Sombong menjadi tembok yang sangat tebal bagi
seseorang untuk mengakses kebahagiaan. Dia seperti terperangkap di gua yang
tanpa ada lubang dan celah sedikit pun yang bisa ditembus oleh cahaya matahari.
Terkurung dalam kegelapan yang segelap-gelapnya.
Penyakit hati yang kedua adalah dengki. Dengki tidak mau mengakui kemajuan orang lain. Bahkan bernafsu sekali untuk melucuti dan merampas pencapaian orang lain. Dia hanya berpikir dirinya saja. Kesenangan hanya dirasakan di ruang dirinya semata. Melebihi luar dirinya, dia tak bisa mereguk kesenangan. Jika dia mencapai prestasi, dia sangat senang bahkan bangga. Akan tetapi, ketika tetangga dekatnya tersiar meraih prestasi yang memukau, dia menaruh kedengkian mendalam. Berharap prestasi yang dia dengar hanya berita hoax, atau didapatkan dengan cara yang tidak sportif.
Dengki menjadi penghalang seseorang
untuk menembus istana kebahagiaan. Kita berjuang untuk mengikis kedengkian,
dengan belajar bersikap ridha dengan kebahagiaan orang lain. Ketika kita bisa
ridha dengan kebahagiaan orang lain, maka kita—tanpa menyadari—akan terus
mengakses kebahagiaan dimanapun. Karena dunia ini tidak sepi dari orang yang
bahagia. Dengan ridha, kita akan menemukan taman bunga membentang sepanjang
jalan kehidupan kita. Dan itu menambah energi positif bagi kita.
Penyakit hati yang ketiga adalah riya’. Riya’ selalu fokus pada penilaian yang menyeruak dari orang lain. Dia hidup sesuai dengan penilaian orang lain. Ketika penilaian baik terus tertuju padanya, kebanggaan mengembang di jiwanya. Sebaliknya, ketika dia diledek, dicaci maki atas karya yang ditelurkan, jiwanya remuk. Sakit hatinya tak ketulungan.
Riya’ senantiasa meletakkan kebahagiaan
berada di depan dirinya. Riya’ tidak memberikan kesempatan pada seseorang untuk
menikmati kebahagiaan saat ini. Dia tak mendekap kebahagiaan. Selalu ada gap
antaranya dirinya dengan kebahagiaan. Tentu berbeda dengan orang yang ikhlas
atau tulus dalam berkarya. Dia tak perlu menunggu karya moncer dan mendulang
apresiasi luar biasa dari orang lain. Ketika dia bisa berkarya, dia sudah
mereguk kebahagiaan.
Kalau
orang telah berhasil membersihkan hati dari sombong lalu berganti dengan
tawadhu, membersihkan hati dari kedengkian lalu diganti dengan ridha terhadap
kebahagiaan orang lain dan menjernihkan hati dari riya’ lalu diganti dengan
ikhlas dalam beramal, maka dia telah menemukan kebahagiaan di dalam dirinya.
Dia akan menyadari bahwa kebahagiaan yang dia cari ke mana-mana, ternyata
bertempat dalam dirinya sendiri.
Lengkungan
ketiga adalah hakikat. Setelah berhasil menjalani tarekat
dengan baik, maka orang akan dibawa ke stasiun berikutnya, yakni hakikat. Kita
dibawa pada hakikat dari semua kehidupan ini. Pangkal dari seluruh keberadaan.
Tidak ada lain kecuali Allah Swt. Sementara yang lain, termasuk diri ini,
sekadar pantulan dari keberadaan Allah. Seperti orang yang bercermin. Ketika
bercermin, maka ada gambar dalam cermin. Tapi gambar dalam cermin bukan yang
hakiki. Atau tidak ada. Karena hanya gambar. Demikian juga wujud yang sejati
hanya Allah Swt, sementara kita hanya bayangan saja.
Dikala
orang telah tercelup dalam kesadaran ini, dia telah berhasil melepaskan keakuan
yang masih membelenggu dirinya. Dikala orang telah menemukan hakikat diri, maka
dia telah menemukan matahari yang menyilaukan. Dan semuanya tenggelam dan sirna
ditelan oleh cahaya matahari.
Setelah menyadari akan ketunggalan-Nya, dia telah menggapai maqam hakikat. Dan setelah mencapai makam hakikat, orang akan mendapatkan oleh-oleh berupa makrifat. Makrifat disimbolkan dengan huruf ‘Mim’ yang bertempat setelah ‘Sin’. Makrifat disini akan membuat orang selalu berada dalam kehadiran Allah. Ketika dia melayani manusia, sejatinya melayani Allah.
Selain itu, dia tidak mengklaim sama sekali bahwa apa yang dilakukan sebagai upayanya. Dia sudah tak lagi membedakan antara melayani Allah secara langsung (directly) melalui ibadah yang mahdah yang dilakukan, dan melayani Allah secara tidak langsung (indirectly) dengan melayani sesama. Karena keduanya sama-sama bentuk pelayanan pada Allah Swt.
0 comments