-->

Rumah Tanpa Keluarga

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Rumah Tanpa Keluarga

14 July 2025

Rumah Tanpa Keluarga

14 July 2025


 


Home Without Family, sebuah film yang sempat meledak di awal tahun 2000-an. Menggambarkan betapa banyak rumah-rumah dihuni oleh pasangan suami-istri, tapi mereka sejatinya hidup sendirian. Berjalan sendiri. Seperti kereta tanpa lokomotif. Tanpa kepemimpinan. Mereka punya agenda sendiri-sendiri. Bahkan seluruh aktivitas mereka dikerjakan sendiri-sendiri. Tanpa disertai oleh visi yang sama untuk mencapai kebahagiaan bersama. Mereka sama-sama bekerja, tapi tidak pernah merasakan kerjasama.

Rumah tak ubahnya seperti home stay. Rehat sebentar untuk kemudian keesokan harinya berpencar untuk melanjutkan kerja sendiri-sendiri, dan memburu ambisi masing-masing. Pertengkaran dalam rumah tangga menjadi menu sekaligus tontonan harian. Seolah masuk ke rumah bukan mereguk aroma surga, tapi justru membawanya terjebak di ruang neraka. Mereka bisa tidak saling menyapa satu sama lain. Sanggup saling diam dalam rentang waktu yang lama, sampai kemudian di antara mereka saling lapang dada. Mereka bisa tinggal satu atap rumah, tapi beda kamar. Dan sama sekali tidak menjalani kehidupan suami istri yang normal.

Kehidupan rumah tangga yang selalu berada dalam suasana berantem, dan saling menghunus “pedang” keakuan masing-masing, bisa berdampak pada kehidupan anak-anak yang sedang bertumbuh. Anak-anak tak memeroleh asupan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Mereka mengais kasih sayang di jalanan. Alih-alih kasih sayang yang didapatkan, mereka justru mendapatkan jalan kehidupan yang sangat keras. Karena bergumul dengan kehidupan yang keras, maka anak-anak pun tumbuh menjadi pribadi yang keras, bahkan terperosok dalam perbuatan jahat.

Anak-anak telah mengalami yatim sebelum kedua orang tuanya meninggal. Mereka menjadi “yatim” karena tidak memperoleh kasih sayang yang totalitas dari kedua orang tuanya. Tidak berhenti di situ, orang tuanya memutuskan untuk berpisah, alias bercerai. Seketika itu, grafik kebanggaan anak kepada kedua orang tuanya turun drastis. Kedua orang tua telah menjelma bak kaca yang pecah berserakan. Sudah tak lagi layak dijadikan tempat bercermin yang baik. Setelah berpisah, kedua orang tuanya mencari pasangan barunya masing-masing. Kedua orang tuanya sudah sama-sama menjalani pernikahan dengan pasangan barunya, praktis anak-anak telah mendapatkan dua ayah, dan dua ibu sekaligus. Jadi, kalau dulu, orang tua memiliki banyak anak. Tapi, kemudian memasuki kondisi berbalik, satu anak memiliki banyak orang tua. Sebuah kondisi yang mengenaskan.

Saya mengira gambaran rumah tangga seperti ini tidak akan menyeruak di negeri yang rata-rata muslim ini. Namun, setelah dilakukan riset yang mendalam, ternyata tingkat perceraian terus tergerek naik, jika tidak disebut meroket tajam. Bayangkan, grafik perceraian sudah mencapai 33% setiap tahunnya. Sungguh sangat mengenaskan. Seolah sangat gampang setiap orang untuk bercerai. Tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.

Ada sebagian yang bertahan untuk menjaga keutuhan rumah tangga, karena masih memikirkan masa depan anak-anak mereka. Seperti orang yang bertahan di rumah yang sedang terbakar, dikepung api yang menyala-nyala. Meski api kebencian saling menjilat satu sama lain, mereka terus saja mempertahankan rumah tangga demi anaknya. Karena hidup dalam api kebencian, maka rumah tangga menjadi neraka. Padahal, kita sadar bahwa pernikahan dihelat untuk bisa mengunduh kebahagiaan. Tapi, sebagian orang yang menikah bilang, “Ternyata pernikahan jauh lebih membuat orang menderita ketimbang menjomblo”. Jadi jombol menderita, tapi penderitaan dirasakan lebih berlipat-lipat ketika berada di dalam belenggu pernikahan yang tidak sehat.

Cerita-cerita pedihnya pernikahan ini membuat anak-anak muda takut memasuki balantara pernikahan. Mereka lebih nyaman hidup sendirian. Tanpa pasangan hidup. Mereka habiskan waktu memikirkan karir dan mendapatkan uang yang banyak, sehingga tak sempat lagi memikirkan tentang keluarga. Mereka membunuh keinginan untuk menikah. Seolah dia bisa mereguk kebahagiaan tanpa harus menikah.

Menelusuri fenomena seperti ini membuat saya sendiri miris. Perlu diketahui, pernikahan bukan tujuan. Pernikahan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan dari kehidupan ini adalah menggapai kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Melalui pernikahan, seharusnya orang lebih mudah mengakses kebahagiaan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barangsiapa seorang hamba yang menikah, sungguh dia telah menyempurnakan separuh agama, maka bertakwalah untuk menyempurnakan separuh sisanya”.

Pernikahan tidak serta-merta membawa orang menuju kebahagiaan. Hanya pernikahan yang didasari ketakwaan yang akan menerbitkan surga dalam rumah tangga. Karena itu, energi ketakwaan seharusnya sudah kita persiapkan sebelum pernikahan. Takwa identik dengan kebersihan hati. Sebagaimana Islam dibangun di atas dasar kesucian, maka rumah tangga juga perlu dibangun di atas dasar kesucian. Karena kesucian hati inilah yang mengundang surga ke dalam hati.

Selain itu, pernikahan diharapkan menjadi sebuah pelatihan agar kita menggapai kedewasaan ruhani. Seseorang disebut dewasa ketika dia telah berhasil menyingkirkan kepentingan diri sendiri, berjuang memenuhi kebutuhan orang yang dicintai. Bagaimana seorang ayah bisa menyingkirkan kepentingan dirinya di hadapan anak-anak. Lebih mendahulukan kebutuhan anak-anak ketimbang dirinya. Seorang suami bisa mengutamakan kebutuhan istri ketimbang pemenuhan dirinya sendiri. Jika seseorang telah berhasil mengikis keakuan, maka kebahagiaan akan mekar dalam kehidupan rumah tangga.


Mengikis keakuan sendiri adalah perjuangan tanpa batas. Saya teringat pada kalam Guru Mulia, “Keakuan adalah musuh dari cinta. Ketika cinta telah menguasai hati, maka keakuan akan lenyap. Tapi, ketika keakuan menguasai hati, maka cinta akan lenyap”. Dan kita—melalui keluarga—berjuang untuk melenyapkan keakuan, sehingga tumbuh cinta sejati dan abadi. Karena dari cinta sejati dan abadi, kebahagiaan akan memancar deras. Insya Allah.  

 

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang