-->

Catatan Santri : Hidup gini-gini aja atau gini-gini aja hidup? (Oleh : Hilman Arif Maulana)

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Catatan Santri : Hidup gini-gini aja atau gini-gini aja hidup? (Oleh : Hilman Arif Maulana)

04 August 2025

Catatan Santri : Hidup gini-gini aja atau gini-gini aja hidup? (Oleh : Hilman Arif Maulana)

04 August 2025


 

Susunan kata dalam bentuk kalimat adalah media bagi seseorang menyampaikan maksud dan tujuan. Kalimat bisa Panjang, bisa juga pendek. Sesuai dengan arah poin yang ingin di sampaikan. Untuk menyampaikan poin yang penuh dengan data, seseorang harus mampu menarasikannya agak Panjang. Agar data yang termuat di dalamnya bisa sampai pada pendengar ataupun pembaca. Namun bagi kategori poin yang pendek, maka cukup bagi seseorang menyandingkannya dengan beberapa kata yang lain sehingga membentuk kalimat pendek. Semua disesuaikan dengan poin yang akan disampaikan. 

Sebuah kalimat harus runtut. Tidak boleh meletakkan kata yang seharusnya berada di depan, lalu diletakkan di belakang. Pun demikian sebaliknya. Akan berubah maknanya manakala kata disusun tidak sesuai urutannya. 

Kita bisa ambil contoh kata “mati” dan “syahid”. Mati syahid adalah terminologi yang digunakan untuk seseorang yang mati di gelanggang perang demi memperjuangkan agama. Namun jika dibalik, syahid mati, maka akan beda makna. Kendati diolah dari dua kata yang sama. Syahid mati adalah terminologi bagi seseorang yang bernama syahid yang mati, entah mati karena berperang demi agama atau mati biasa. Oleh karena itu penting mendudukan kalimat sesuai dengan urutannya.

Apakah jika kalimat disusun terbalik, baik disengaja atau tidak, hanya berpengaruh pada orang yang mendengar atau membacanya? Jawabannya adalah tidak selalu demikian. Adakalanya jika susunan kalimat terbalik bisa juga memberikan pengaruh pada orang yang mengucap atau menuliskannya bilamana orang tersebut berada dalam kesadaran makna. Yang jelas pengaruh pasti akan didapat oleh pendengar dan pembaca. 

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai orang yang mengatakan “hidup gini-gini aja”. Kalimat itu muncul sebagai kesimpulan dari kegiatan sehari-hari yang monoton. Tujuan hidup menjadi tak jelas baginya oleh karena kegiatan yang dianggapnya hanya berkutat ihwal itu-itu aja. 

Kalimat itu membawa seseorang pada alam bawah sadar seakan tak ada hal yang perlu diperjuangkan lagi. Akhirnya kebosanan menjadi hal yang tak bisa dielak dari kehidupannya. Perahnya, kalimat ini membuka jalan bagi beragam penyesalan yang berujung pada hilangnya rasa syukur kita kepada Tuhan. 

Padahal orang itu salah mengambil kesimpulan dari hasil kehidupan yang dijalani selama ini. Kesimpulan itu dia jadikan sebagai kesimpulan yang final dan pasti benar. Akibatnya, kesimpulan itu menurunkan aneka respon yang lain yang sama sekali tak mengubah keadaan, bahkan memperburuknya.

Namun jika kalimat itu dibalik, dengan menggunakan olahan kata yang sama, maka akan beda hasilnya. Kalimat itu menjadi “gini-gini aja hidup”. 

Kita masih membicarakan bagaimana kalimat bisa mengubah persepsi seseorang manakala seseorang itu berada dalam kesadaran makna. Coba kita amati hasilnya, dan bagaimana cara kerja psikologi kalimat memberikan hasil. 

“gini-gini aja hidup” adalah kalimat yang hadir sebagai hasil dari kesimpulan irama hidup yang indah dan menenangkan. Kalimat itu hadir sebagai ucapan syukur yang tak terperi. Kendati misalkan kehidupan yang dijalaninya sama dengan orang yang telah dijelaskan diatas, hasilnya akan berbeda. 

Jenis orang ini pandai dalam membuat kesimpulan yang memudahkan kerumitan hidup. Ia sadar bagaimana kalimat bisa memberikan semangat dalam menjalani hidup. Hidup baginya adalah ladang tempat ia berusaha dalam kuasa tuhan yang maha menatakelola (al qoyyum). ia juga mampu memandang bahwa, kehidupan bukan atas kehendaknya. sejak bayi ia tak kuasa apakah wajib hidup atau tidak. Tiba-tiba ia telah menjadi dewasa tanpa harus tau apa yang membuatnya hidup sampai detik ini. 

Hidup baginya serupa ladang syukur yang bebas di cangkul dan tuai sendiri hasilnya. ia sama sekali tak membuat drama yang menyulitkan dalam hidup. Ia berjalan, berusaha, dan menikmati setiap detak demi detak dalam hidup. Ia menyadari dengan penuh bahwa hidupnya ada yang menanggung. 

Berangkat dari persepsi, ia melenyapkan pola kehidupan yang berpotensi membosankan. Inilah filsafat persepsi, inilah psikologi kata, dan inilah mukjizat kalimat. Hidup bisa saja penuh tantangan, namun tak ada yang bisa menghalangi kalimat untuk bisa menyumbang kebahagiaan dan ladang syukur.

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang