-->

Mengapa Ujian Selalu Ada?

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Mengapa Ujian Selalu Ada?

11 August 2025

Mengapa Ujian Selalu Ada?

11 August 2025


 


Sedari awal kita harus sadar bahwa kita—semua tak terkecuali—adalah peserta ujian. Siapa pengujinya? Penguji—sejati—adalah Allah Swt. Jika kita mengenali Pengujinya, maka tentu saja kita akan merasa ringan dalam menjalani ujian tersebut. Mengapa demikian? Kita sadar bahwa yang menyuguhkan ujian pada kita adalah Zat Yang Maha Belas Kasih. Allah tidak pernah berbuat zalim pada kita, kecuali kita sendiri yang condong berlaku zalim pada diri sendiri.

Jika kita merasakan sakit oleh sebab kenyataan yang hadir di hadapan kita, jangan salahkan kenyataan, tapi salahkan diri kita sendiri. Karena sakit yang kita derita tidak berasal dari siapa-siapa, melainkan bersumber dari dari kita sendiri.

Bisa saja, dua orang diterpa ujian yang sama, tapi memiliki warna kehidupan yang berbeda. Satunya terlihat layu, tertimpa kesedihan mendalam, penuh dengan keluh-kesah, penderitaan mencengkeramnya kuat-kuat. Sementara yang lainnya, terlihat menikmati ujian yang Allah sajikan, sembari menelusuri apa kiranya hikmah yang bisa dipungut dibalik ujian tersebut. Karena yakin ujian tidak ada yang sia-sia. Tidak acak. Pasti sudah direncanakan dengan matang oleh Allah. Dan komposisi dalam perencanaan menyimpan kasih sayang. Karena itu, dia tidak mengeluh. Dia memilih untuk bersabar, bahkan mendaki ke maqam sabar, lalu menanjak ke maqam ridha, bahkan menggapai puncak syukur.

Kadang Allah membongkar sebuah ruang yang tertutup untuk membuat celah agar cahaya masuk ke ruang tersebut. Begitu juga, kadang Allah meluncurkan ujian pada kita agar kita bisa mengakses hidayah dari Allah. Jika orang telah meraih hidayah, dia akan merasakan kebahagiaan selalu tertuang di dadanya. Tak sedikit orang yang terus-menerus “menggelayut” pada Allah karena dia selau diberi ujian. Sekaligus dia merasa tidak bisa apa-apa tanpa pertolongan Allah Swt.

 


Membuka Kesadaran Kehambaan

Ujian hadir untuk membawa kita merasakan jiwa kehambaan kita di hadapan Allah. Kemudahan dan nikmat yang didapatkan manusia, tak jarang, membuat orang lupa pada akar dirinya. Dia merasa sebagai pusat dari segalanya. Padahal, dia tetap sebagai hamba yang selalu butuh pada Allah. Dikala orang menyerap penghayatan akan kehambaan dirinya, disana akan kembali menemukan kebahagiaan otentik yang terpendam dalam dirinya.

Orang yang senantiasa mendapat nikmat, tiada sedikit pun musibah menerpanya. Setiap keinginannya terpenuhi. Setiap obsesinya tergapai. Kelak dia menjelama sebagai sosok yang sombong. Merasa menjadi orang yang hebat. Bahkan menganggap segala nikmat yang didapatkan sebagai hasil dari usaha dan perjuangannya sendiri. Renungilah perjalanan hidup Fir’aun yang muncul sebagai sosok sombong bahkan mendaku dirinya sebagai tuhan. Mengapa? Dikisahkan karena dia tidak pernah sakit. Seolah tidak pernah diterpa kondisi nestapa.

Ketika musibah datang mengirimkan pesan bahwa kita adalah hamba yang selalu butuh pertolongan. Tidak bisa apa-apa. Iya, tanpa pertolongan Allah kita tidak bisa apa-apa. Bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran kehambaan, kebahagiaan akan bersemi di dalam hati. Karena jiwa dengan sendiri akan selalu terhubung, tersambung, dan bergantung pada Allah. Bukankah dalam kebergantungan jiwa dengan Allah, kebahagiaan akan terus tumbuh subur dalam hati.

 

Musibah Mengaktualiasasi Potensi Diri

Musibah juga hadir untuk mengaktualisasikan potensi besar yang tertimbun dalam diri manusia. Jika tidak dipancing, potensi kita tidak terlihat. Bayangkan, seorang anak muda tidak bisa melompati kali yang sangat lebar. Akan tetapi, suatu saat dia dikejar oleh anjing yang sangat galak. Dia lari kencang menggunakan seluruh tenaganya, berharap tidak diterkam oleh anjing. Maka dia pun melompati kali tersebut dengan kekuatan puncaknya. Apa yang terjadi? Dia juga merasa heran dengan dirinya, kok bisa melompati kali tersebut.

Demikianlah, jika kita tidak punya masalah dalam hidup ini, maka kita tak mengerti kemampuan yang tersimpan dalam diri kita. Setelah masalah datang menerjang, baru kita berfokus mencari jalan keluar atas masalah yang kita hadapi. Dikala kita fokus terhadap masalah, sekaligus mencari jalan keluar dari masalah tersebut, maka seluruh kekuatan yang ada di dalam dirinya dipanggil. Disanalah dia menemukan ilham yang membuka jalan keluar atas masalah yang dihadapi. Ketika satu masalah dihadapi, maka dia akan mengerti kapasitas yang Allah berikan padanya. Tidak hanya mengerti akan kapasitas yang Allah berikan padanya, tapi juga memahami betapa sejatinya ujian yang datang untuk memperbesar kapasitas kita.

Karenanya, kita temukan orang-orang besar dalam perjalanan hidupnya ditimpa oleh ujian yang juga besar. Semakin besar kapasitas seseorang, tentu saja dia memeroleh peluang untuk memberi manfaat yang juga besar dan luas. Dari sini, kita akan memahami mengapa Para Nabi mendapat ujian yang sangat berat dalam hidupnya. Mereka semua pemimpin umat, perlu menyerap, menghayati, dan menyelami penderitaan umat.

Dikala memberikan resep agar bisa bersabar, ridha, dan syukur, bukan sekadar kalimat pemanis, melainkan menjadi pengalaman nyata dalam hidupnya. Sebelum menjadi “dokter” ruhani bagi manusia, mereka telah menjadikan dirinya sendiri sebagai laboratorium. Menyelesaikan masalah seseorang bukan berdasarkan teori saja, tapi berpaduan antara teori dan pengalaman hidup yang dijalani. Mereka datang membawa ayat-ayat qauliyah—tertulis di kitab-kitab samawi—tapi (kehidupan) mereka sendiri berupa ayat bisa menjadi cerminan bagi kehidupan orang lain.

Dari situ, kita bisa memahami mengapa pengalaman bisa menjadi guru terbaik? Karena merasakan, pengetahuan akan terasa hampa. Masih menyisakan pertanyaan, benarkah? Tapi setelah mengalami sendiri, maka pengetahuan itu telah mengendap menjadi “rasa” yang terpahat dalam hati. Takkan bisa dilupakan.

 

Musibah Membuat orang Matang

Hidup yang lempeng-lempeng saja, datar-datar saja, tidak ada jalan menanjak dan berkelok yang dilewati, tentu saja membuat orang mudah mengantuk. Kesadaran tidak terjaga. Banyak orang justru mengalami kecelakaan, karena jalan yang lempeng. Tidak ada tantangan yang dihadapi. Dikala kesulitan datang menerjang, maka pikiran akan aktif, terus berpacu untuk mencari jalan keluar. Fisik pun terus bergerak bagaimana bisa menerobos tantangan. Karena dibalik tantangan yang menghadang ada kebahagiaan yang disediakan. Bukankah di setiap kesulitan terbuka banyak sekali kemudahan. Bahwa dibalik setiap kepahitan, disediakan banyak sekali kemanisan.

Dikala orang berhasil menjalani serangkaian ujian dari Allah, maka hidupnya akan lebih matang dan dewasa menghadapi berbagai tantangan ke depan. Dia akan berpelung untuk survive menghadapi kenyataan walau semanakutkan apapun. Seseorang pernah kehilangan suatu yang paling berharga dalam hidupnya, dia takkan dihantui kecemasan kehilangan apapun. Tapi setiap orang yang belum pernah mengalami kehilangan apapun, maka dia akan terus didera oleh kecemasan yang tak berkesudahan. Bukankah manusia menjadi musuh dari apa yang tidak dia ketahui?

Kita belajar pada ikan-ikan yang hidup di aquarium. Setiap hari, makannya terjamin. Ia tak pernah kelaparan. Kebutuhannya tercukupi. Dia tak perlu berjuang keras untuk mendapatkan makan. Akan tetapi, ketika ia dilemparkan ke lautan, maka dia tak bisa bertahan dengan persaingan ketat yang terjadi di zona lautan. Bahkan bisa jadi ia akan dijadikan santapan ikan yang lain.

Terpaan musibah yang datang silih berganti akan membentuk kematangan jiwa seseorang. Tidak mudah panik ketika masalah datang. Karena setiap masalah selalu membawa jalan keluar sekaligus inspirasi yang menyegarkan jiwa. Selain itu, kematangan jiwa membuat orang mudah beradaptasi dengan kenyataan. Dan hanya orang yang bisa menyesuaikan diri terhadap bermacam kenyataan, yang tidak mudah terkena efek disrupsi.   

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang