-->

Kegetiran Itu

BLANTERLANDINGv101
7702235815698850174

Kegetiran Itu

30 September 2025

Kegetiran Itu

30 September 2025



Kadang Anda merasa sebagai sosok yang paling merana, menderita, dan bertumpuk ujian. Seakan dari segala arah, Anda tidak bisa menyerap rasa syukur. Tombak-tombak penderitaan meluncur dari berbagai penjuru. Kalau Anda terus mendekam di rumah, mungkin asumsi ini tidak pernah terbongkar. Dan Anda terus bergulat dengan penderitaan versi pikiran kita. 

Sampai kita memilih untuk menyeka tirai jendela, membuka pintu, lalu kemudian melangkah ke luar rumah. Dari sejak kita berjalan di trotoar, kita akan menemukan pemandangan yang membuatmu kita terenyuh. Sosok ibu yang sudah renta berjalan dengan punggung membungkuk sembari membawa kantong besar berisi sampah. Dia terus mencari-cari bekas botol minuman. Dia harus bekerja sangat keras untuk sesuap nasi. Dan bertahan hidup. Meski tulang-belulangnya telah renta, dia terus bekerja, biar hidupnya masih terus melaju. Berlangsung baik.

Anda keluar dari rumah, mungkin tak mendapatkan materi, tetapi Anda bisa saja mendapatkan makanan emosional. Memperkaya psikologis. Bahkan mengisi ruang ruhani dengan syukur yang berlimpah. Saya selalu ingat dengan wejangan yang diungkapkan oleh salah satu guru saya, “Syukur itu harus dicari.”

Saya ingin menceritakan sebuah fragmen kisah yang membuat kita terenyuh sekaligus terharu bagaimana ia bisa menjalani kehidupan sepahit itu. Dan jika kenyataan getir itu dialami saya, belum tentu saya bisa melewatinya dengan sukses. 

Saya berkunjung seorang kawan. Dia baru saja kehilangan seorang ayah. Alias wafat. Kesedihan masih terlihat menyelinap kuat di hatinya. Terpancar melalui wajahnya yang masih sangat berat menanggung kesedihan. Dia bercerita tentang ayahnya yang sangat baik. Memang, setiap orang yang sangat baik akan meninggalkan kesan yang sangat menyakitkan bagi orang dekatnya. Sakit sebab kehilangan. 

Selain harus kehilangan ayah, dia meratapi keadaan adik satu-satunya harus operasi ginjal. Yang mengagetkanku, ibunya yang sudah menginjak lansia merelakan diri untuk mendonasikan ginjalnya. Dia harus menyaksikan dua jiwa dari orang yang dicintai harus berjuang. Dia masih belum mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan, adiknya harus terus kuliah, ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Secara kasatmata tidak ada pemasukan yang mengalir ke rumah tersebut. Kecuali uang pensiun yang ditinggalkan oleh sang ayah. 

Bukan hanya adiknya yang sakit. Dia pun masih berada dalam pemulihan dari autoimun. Dia seharusnya meminum obat terus. Akan tetapi, karena melihat kondisi keuangan yang makin surut, maka dia menghentikan obat tersebut. Sehingga penyakit auto-imun kembali kambuh. Dia sedang berjuang untuk menyehatkan dirinya. Karena masih banyak tugas yang harus dijalani. Terutama bagaimana membuat hati dan wajah ibu yang dicintai bahagia dan berbinar. 

Meski dia diterpa ujian bertubi-tubi, dia menjalani hidup dengan tanpa pemberontakan. Tanpa resistensi pada Tuhan. Seolah dia menyadari kehidupan yang dia lakoni telah digariskan oleh Allah. Dan meyakini bahwa semua yang datang dari Allah sudah diukur dosisnya. Tidak mungkin berlebihan, alias overdosis. Di relung hatinya terdalam, dia sangat yakin ujian ini akan berlalu. Membuahkan kebahagiaan di akhir. 

Kisah ini membawa saya pada kondisi bagaimana Allah bisa mengelola kenyataan di luar, sekaligus mengelola hati manusia. Meski ujian datang menimpuk, seseorang bersikap menerima, ridha, bahkan makin pengin dekat pada Allah. Dia tak menemukan tempat bergantung yang superkuat kecuali Allah. Meski badai menghempas, dia justru makin kuat berpegangan pada Allah. Dia tak pernah lepas dari Allah, sehingga kehidupannya terus terbimbing. 

Ketika Ujian Datang Bertubi

Kita harus selalu menyadari ketika ujian datang bertujuan untuk meningkatkan kelas kita di hadapan Allah. Bagaimana seorang disebut lulus sekolah, tapi dia tidak pernah sekolah, dan tidak pernah mengikuti ujian. Hanya orang yang dinyatakan lolos menyelesaikan rangkaian ujian yang akan menanjak kelasnya di hadapan Allah. Karena itu, ketika ujian datang jangan sekali-kali kita anggap sebagai bentuk kemurkaan Allah padamu. Melainkan jalan agar jiwamu makin terbentuk dewasa. Makin dekat pada Allah. 

Jika ujian Anda anggap semacam kemurkaan Allah, lalu bagaimana dengan Para Nabi yang menerima ujian sangat besar dalam hidupnya? Anda akan mengagumi mereka karena betapa tangguh, tabah, dan sabarnya mereka menghadapi berbagai ujian yang menghujani mereka. Kehidupan mereka—yang penuh ujian—menjadi sarana menampilkan keanggunan ciptaan Allah. Kok, ada  orang yang begitu kuat dalam menjalani hidup yang diiringi oleh bermacam ujian. 

Saya teringat dengan nasihat yang dituturkan guru saya, “Haruslah dibakar terlebih dahulu, untuk membedakan apakah ia loyang atau emas.” Kalau emas, maka sebesar apapun api yang membakar, emas takkan pernah meleleh. Sementara loyang, akan meleleh. Kalau Anda ingin menjadi orang hebat, kau harus sanggup menanggung beban yang besar dalam mengarungi kehidupan. Karena hanya orang-orang besar dibentuk dengan ujian yang besar pula. 

Lantas, mengapa ujian itu seakan menyerbu semua arah. Berdampak pada runtuhnya bangunan kehidupan yang dijalani. Begitulah, untuk menghadirkan perubahan fundamental, kesemuanya dibiarkan rata dengan tanah. Lantas, di atasnya dibangun gedung baru yang lebih kokoh fondasinya, lebih menjulang tinggi gedungnya, dan lebih kuat pilar-pilar yang menyangganya. Dengan tentu saja desain bangunan yang tampak akan lebih anggun. 

Bayangkan, kalau yang bocor hanya genting saja, maka yang diganti hanya genting. Jika kemudian, beberapa saat berikutnya mungkin saja ada kayu-kayu penyangga yang mulai rapuh, maka kayu penyangga itu pun akan diganti. Setiap hari sibuk membenahi bagian-bagian yang ada pada rumah tersebut. Habis tenaga menangani perkara yang tak pernah diduga tersebab bangunan yang memang sudah mulai menyusut fungsinya. Kalau hanya satu masalah yang memapar, mungkin tidak terasa. Tidak bisa menimbulkan hentakan perubahan yang luar biasa. Akan tetapi, ketika masalah menyerang bertubi-tubi, maka mereka akan tergerak melakukan perubahan yang mendasar. 

Jadi, kalau ujian yang mendatangimu beruntun, sadarilah karena Allah hendak mengubah hidupmu secara keseluruhan. Sehingga Anda akan menemukan dirimu yang baru. Anda dijernihkan oleh Allah. Tentu saja, Anda akan menghadirkan dampak yang positif bagi orang lain. Anda tidak hanya sebatas bermanfaat bagi dirimu sendiri, melainkan bisa memberi dampak yang luas bagi sesama. Ketika Anda terus terbentur-bentur, maka pada akhirnya akan terbentuk menjadi pribadi yang baik, bermanfaat, dan tentu menjelma sebagai sosok yang great.

BLANTERLANDINGv101

Berlangganan Gratis

Suka dengan artikel-artikel diblog ini dan merasa mendapatkan manfaat? Bisa isi form di bawah ini.
Isi Form Berlangganan
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang