Mengapa Harus Mencintai Manusia Agung Saw?
01 September 2025
Hidup
tanpa cinta seperti taman tanpa bunga. Tentu tidak ditemukan keindahan di
dalamnya. Akan tetapi, tak sedikit orang yang mengalami cidera hatinya, luka
jiwanya, oleh karena cinta. Saking besarnya cinta yang dipersembahkan, sehingga
membentuk sikap posesif. Merasa memiliki, dan tak boleh lepas dari tangannya.
Berbagai cara dilakukan agar cintanya tidak lepas dari genggaman. Karena
didasari dengan memiliki, maka cinta yang tumbuh dari dalam jiwanya bukan cinta
yang menyemai kebahagiaan, melainkan senantiasa mengendapkan derita ke relung hati.
Tak sedikit orang, kini memendam rasa benci yang amat pada sosok yang dulu
sangat dia cintai.
Sekali
lagi, kita tak bisa mempertahankan cinta, tapi bagaimana bisa menyerap
inspirasi dan pelajaran yang indah dari sosok yang dicintai. Hadirlah di
hadapan orang yang dicintai seperti kupu-kupu yang beterbangan, lalu
menghinggapi bunga-bunga. Tidak ada yang disesap kecuali putik bunga yang
harum. Tentu bunga tak bisa dipertahakan terus segar dan menyebarkan putik.
Pada saatnya, bukan hanya bunga tak lagi mempersembahkan putik sari, tapi juga
bunga pada saatnya akan layu. Lalu punah.
Demikian juga sosok yang kita cintai. Mungkin sekarang dia menemani kita, menyertai kita kemana saja kita melangkah. Namun, tak selamanya dia akan membersamai kita. Sesekali dia meninggalkan kita. Atau bahkan selamanya meninggalkan kita. Jika Anda mengharapkan fisiknya, fisik pun sangat sebentar. Namun, kalau yang Anda serap jiwanya, maka jiwa itu akan langgeng, mengabadi hingga di akhirat.
Seluruh karakter kebaikan yang memancar dari sosok yang Anda cintai akan mengukir karakter yang indah pula ke dalam hati Anda. Dan karakter indah itu membentuk nasib yang baik pula pada Anda. Jika Anda ditemani oleh orang baik, maka peluang Anda menjadi baik juga sangat besar. Bukankah orang bergantung pada agama temannya. Agama dari orang yang paling dekat dengannya.
Ketahuilah manusia yang kau cintai belum tentu sepenuhnya benar, dan belum tentu sepenuhnya baik. Apalagi kita menyadari tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi, kecuali Sayyidina Muhammad Saw. Kalau kita sandarkan cinta pada manusia yang hidup di dunia, siapkan diri kita untuk memetik banyak sekali rasa kecewa.
Apalagi jika perhatian kita tertuju pada kekurangan yang melekat padanya.
Sungguh Anda sedang menebarkan serbuk-serbuk kaca yang memapar hati. Karena
itu, secinta apapun Anda dengan manusia, selalu ciptakan jarak, sehingga Anda
tidak kecewa betul ketika menyeruak keadaan yang tak Anda sukai darinya.
Kalau
Anda menapaki relung hati terdalam, sejatinya kita hanya mencintai yang
sempurna, yang indah, dan luhur. Sifat-sifat baik dan memesona itu hanya
bersemat pada Nabi Muhammad Saw. Tidak ada manusia yang paling agung akhlaknya.
Dan itu diakui langsung oleh Allah sebagai Penciptanya. Manusia yang paling
agung akhlaknya adalah Sayyidina Muhammad Saw. Allah bukan hanya sebatas memuji
Nabi Muhammad Saw, tapi Dia sangat mencintai Nabi Muhammad Saw.
Bagaimana
kita bisa menakar alasan cintanya Allah pada Sayyidina Muhammad Saw?
Pertama,
secara esensi, beliau diadakan terlebih dahulu sebelum semesta dan isinya
mengada. Sebelum malaikat diciptakan, sebelum surga digelar, sebelum Nabi Adam
diciptakan. Esensi beliau disebut dengan Nur Muhammad. Oleh kalangan sufi
disebut sebagai bibit semesta. Tanpa bibit ini, maka kita tidak akan muncul
dari ketiadaan. Selamanya kita tiada tanpa kehadiran Nur Muhammad ini.
Rasulullah
Saw bersabda, “Aku telah menjadi seorang Nabi ketika Adam antara air dan tanah”.
Di
sebuah ruangan banyak sekali barang berserakan, dan bertebaran di mana-mana.
Meski barang itu ada, namun tak terlihat oleh mata, dari gelap gulita yang
menyelimuti ruang tersebut, maka barang itu tidak ada. Bahkan tak bisa
didefinisikan.
Alkisah,
ketika Nabi Adam a.s. diturunkan oleh Allah ke bumi setelah menelan buah khuldi
yang tumbuh di surga, beliau meratapi nasibnya yang harus berpisah dengan
seluruh kenikmatan surga. Terutama sudah tak lagi merasakan kedekatan dengan
Allah. Penyesalan, kerinduan, dorongan untuk kembali dekat Allah terus
berkecamuk di dadanya. Beliau terus memohon welas asih Allah agar mengampuni
dosa-dosa yang dilakukannya. Meski beliau telah menangis, bertobat, dan terus
menggerung di hadapan Allah, tobatnya tak kunjung diterima oleh Allah.
Sehingga tiba pada keadaan beliau mengingat kenangan-kenangan ketika berada di surga. Beliau tertuju pada sebuah kalimat yang bertata indah di setiap arsy, bahkan di setiap daun pintu surga terpahat kalimat ini. Kalimat apa? Laa ilaaha illalah muhammadurrasulullah. Sekelebat kenangan itu menginspirasi Nabi Adam a.s untuk merenungkan tentang siapa Muhammad? Pasti bukanlah makhluk biasa.
Karena namanya disandingkan dengan nama Allah. Terlintaslah dalam hati
beliau untuk bertawassul pada makhluk yang paling dekat dengan Allah ini.
Karena menyisipkan nama Nabi Muhammad dalam tobatnya, maka tersiar kabar bahwa
tobatnya diterima oleh Allah. Betapa gembiranya Nabi Adam a.s.
Demi
meneguhkan keyakinan Nabi Adam a.s tentang sosok Muhammad Saw, maka Jibril
menyampaikan pesan dari Allah Swt. “Andaikan tidak karena Muhammad, tidak Aku ciptakan
Adam, surga, dan neraka.”
Sungguh kita berhutang budi pada Nur Muhammad. Karena tanpanya, kita tidak akan muncul dari ketiadaan. Ketahuilah, Nur Muhammad bukan hanya esensi Nabi Muhammad, melainkan menjadi esensi dari seluruh manusia bahkan seluruh makhluk. Karena darinya semuanya memancar. Karenanya seluruh makhluk, bukan hanya yang berakal, bahkan makhluk yang tak punya kesadaran pun begitu merindukan Nabi Muhammad Saw.
Pernah Anda mendengar bagaimana bebatuan pernah mengucapkan salam pada
Nabi Muhammad Saw? Bagaimana pohon kurma pernah menangis karena tidak lagi
dijadikan tempat bersandar oleh Nabi Muhammad Saw. Kisah-kisah itu mengkonfirmasi
bahwa seluruh alam sangat merindukan Nabi Muhammad Saw.
Karena
Nur Muhammad adalah muasal jiwa kita. Sejatinya kerinduan kita pada Nabi
Muhammad Saw adalah kerinduan kita pada muasal jiwanya. Seperti halnya, kita
sangat merindukan kampung halaman dengan segala sejarah yang tertoreh di
dalamnya. Kita merindukan orang-orang yang telah melukisi kanvas kehidupan
kita. Terutama orang tua yang berkontribusi besar menyampaikan kita sampai pada
fase ini.
Saya
pernah mengunjungi sebuah cafe dengan desain bangunan rumah ala desa. Bukan
hanya desain bangunannya yang ala desa, bahkan furniture yang digunakan akrab
dengan perabotan yang digunakan di desa. Cangkirnya seperti cangkir yang dulu
pernah kita gunakan ketika hidup di desa. Piringnya juga demikian. Bahkan
makanan-makanan yang disuguhkan mempresentasikan kesederhanaan makanan ala
desa.
Cafe
ini tidak hanya menjual makanan, tapi menawarkan kenyamanan psikologis.
Mengambalikan orang yang lama tinggal di kota untuk kembali ke pengalaman desa
tanpa harus kembali ke kampung halaman.
Jika
kita secara majasi sangat merindukan keadaan ketika tinggal di kampung halaman,
jiwa kita juga punya keadaan begitu. Diharu biru oleh kerinduan yang mendalam
pada kampung halaman jiwa kita. Rindu pada surga yang telah Allah sediakan di
akhirat. Bahkan kerinduan yang agung adalah rindu bertemu dengan orang tua
ruhani yang darinya kehidupan kita rasakan. Siapa ayah ruhani kita? Ayah ruhani
kita adalah Sayyidina Muhammad Saw. Selalu sadari ini, agar kerinduan itu terus
memuncak di dalam jiwa kita. Sehingga hari-hari yang kita jalani hanya memupuk
kerinduan, kemesraan, dan keakraban dengan Nabi Muhammad Saw.
Kedua,
distributor tunggal rahmat Allah. Allah yang memiliki rahmat, sementara
penyalur rahmat itu juga satu saja, yakni Sayyidina Muhammad Saw. Tanpa Nabi
Muhammad Saw, tak setetes rahmat pun turun ke bumi. Kita mendapatkan apapun
dari Allah, kesemuanya mengalir melalui Rasulullah Saw. Karena itu, kita harus
terus mendekatkan diri dengan distributor tunggal ini agar kita senantiasa
menangguk rahmat dari Allah.
Bayangkan,
Allah lahirkan kita ke dunia bertujuan agar kita beribadah kepada-Nya.
Sementara pokok dari ibadah adalah shalat. Akan tetapi, shalat tidak diterima
selagi tidak disisipi shalawat di dalamnya. Iya, hanya shalat yang mendapatkan
stempel shalawat yang akan diterima oleh Allah. Rasulullah Saw menjadi
penghubung antara Allah dengan manusia, dan manusia dengan Allah. Manusia
mendapatkan rahmat dari Allah melalui Rasulullah Saw. Dan manusia beribadah
hanya diterima ketika dihubungkan kepada Allah dengan shalawat.
Apa
saja rahmat yang Allah turunkan ke bumi ini? Ketahuilah semuanya melalui
Sayyidina Muhammad. Rahmat keberadaan—sudah kita sampaikan di atas—sebagai
rahmat yang memancar melalui Sayyidina Muhammad sebagai bibit semesta. Manusia
juga menyerap nikmat melengkapi sempurnanya kehidupan yang dijalani. Apa saja?
Nikmat rezeki, nikmat jodoh, nikmat akal, dan nikmat agama. Tanpa melalui Nur Muhammad,
kita tak memeroleh beragam nikmat tersebut.
Kalau
Anda ingin mendapatkan rahmat yang banyak, maka sering-seringlah mendekati
distributor tunggal ini. Apapun masalah yang kita hadapi, maka mintalah kepada
Allah dan jadikan Rasulullah Saw sebagai jalan untuk mendapatkan bermacam
rahmat dari Allah.
Adalah
seorang terperosok dalam perbuatan dosa. Dia sangat menyesali perbuatan
tersebut, dia bertobat kepada Allah. Sampai kemudian dia nekad mengikatkan
dirinya di tiang masjid. Dia terus lakukan itu hingga mendengar bahwa tobatnya
telah diterima oleh Allah. Allah merespon apa yang dilakukan orang tersebut
melalui Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 64-65 :
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah mendzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Penerima Tobat, Maha Penyayang”.
0 comments