Muhammad berpuncak pada Ahad
15 September 2025
Jika
kita mewakafkan seluruh waktu kita untuk menjelaskan dan menuliskan secara
detail tentang siapa Nabi Muhammad Saw, tentu saja usia kita tidak cukup untuk
menuliskannya. Meskipun seluruh pohon yang tumbuh di bumi dijadikan pena, dan
seluruh air laut dijadikan tinta untuk mengungkap tentang lahir dan batinnya
Nabi Muhammad Saw, maka tidak akan cukup sama sekali. Karena Zat yang Maha Mengetahui
beliau hanya Allah Swt. Allah yang telah menghadirkan di semesta kehidupan ini,
dan Allah pula Yang Maha Mengetahui akan eksistensi dan esensi dari beliau Saw.
Alkisah,
suatu kesempatan ada orang Arab Badui yang belum pernah menatap pesona akhlak
Nabi Muhammad Saw. Dia sangat penasaran seperti apa sosok Nabi Muhammad.
Terutama akhlaknya yang selalu dipuji dan disanjung dimana-mana.
Pertama-pertama orang Arab Badui itu mendatangi Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq
r.a. 
Dikala
sudah berada di hadapan sahabat yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad Saw ini,
Arab Badui itu langsung mengutarakan hajatnya. “Engkau adalah sahabat yang
paling dekat dengan Nabi Muhammad. Bisakah kau menggambarkan kepada kami
tentang akhlak Nabi Muhammad Saw?”
Demi
mendengar pertanyaan itu, hati Sayyidina Abu Bakar tersentuh, mendadak
membanjir kenangan indah ketika bersama dengan Nabi Muhammad Saw. Beliau
menangis, tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang Arab Badui
itu. 
“Jika
kau ingin memahami tentang beliau, datanglah pada Sayyidina Ali k.w.”, perintah
Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan suara yang lirih. 
Berlanjut
perjalanan dia menuju Sayyidina Ali k.w. Setibanya di hadapan sahabat sekaligus
menantu Nabi Muhammad Saw yang paling cerdas ini, mereka mengajukan pertanyaan,
“Apakah kau bisa menggambarkan keindahan akhlak Nabi Muhammad Saw?”
“Apakah
kau bisa menggambarkan kepada saya tentang kehidupan dunia ini?”, Sayyidina Ali
k.w balik melemparkan pertanyaan.
“Tentu
saja, saya tidak sanggup”, ujar orang Arab Badui.
“Jika
terkait kehidupan dunia yang sangat sedikit ini saja kau tak bisa
menggambarkan, lantas bagaimana saya menggambarkan tentang akhlak Nabi Muhammad
Saw yang agung?”
Arab
Badui itu tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, lantas
beliau dipersilakan untuk mendatangi Sayyidatuna Aisyah r.ah. Setibanya di
hadapan Sayyidatuna Aisyah, dia mengajukan pertanyaan yang sama. 
“Akhlaknya
adalah akhlak Al-Qur’an”. Sebuah jawaban yang tegas. 
Tapi
mereka masih meminta penjelasan yang lebih simpel. Karena bagaimana dia
menemukan point utama dari akhlak yang Nabi dari sekian surat yang terangkum
dalam Al-Qur’an. 
Sayyidatuna
Aisyah menyampaikan QS. Al-Mukminun ayat 1-11. Setelah mendapatkan penjelasan
tersebut, dia pulang dalam keadaan puas. Memang akhlak Rasulullah Saw demikian
mengagumkan.
Dari
cuplikan kisah tersebut, tentu kita tergugah dengan kalimat yang disampaikan
oleh Sayyidina Ali k.w. Karena kita takkan pernah bisa menggambarkan keindahan
akhlak Nabi Muhammad Saw. Meski demikian, orang yang mencintai Nabi Muhammad
Saw selalu tergerak untuk menggambarkan tentang keindahan Nabi Saw meski dengan
imajinasi yang sangat terbatas. 
Muhammad
Menggambarkan
tentang gestur fisik Nabi Saw saja takkan pernah mampu. Sungguh sangat indah.
Kalau Anda ingin mengenali nama secara fisik, maka bacalah kitab Syamail yang
disusun oleh Imam At-Tirmidzi. Di situ, kita mendapatkan gambaran yang sangat
mengesankan tentang beliau. 
Saya
mencoba menggambarkan tentang fisik Nabi adalah bentuk af’al Allah yang
paling sempurna. Dampak dari perbuatan yang paling sempurna. Tidak ada celah
keburukan yang ditemukan. Bukan hanya sahabat beliau yang menaruh cinta kepada
beliau. Musuh-musuhnya pun mengagumi beliau. 
Af’al Allah adalah suatu yang tampak pada mata lahir. Semacam perbuatan Allah. Terangkum pada fisik. Fisik Nabi menggambarkan tentang rukun Islam. Muhammad terdiri dari mim-hah-mim-dal. ‘Mim’ menggambarkan kepala yang mewakili shalat. Bagaimana beliau membangun hubungan dengan Allah dengan menegakkan shalat. ‘Hah’ melambangkan kedua tangan merepresentasikan tentang zakat.
Adapun p yang direpresentasikan dengan bokong,
mempresentasikan tentang puasa. Sementara ‘dal’ melambangkan kaki yang
mempresentasikan tentang ibadah kaki berubah haji. Adapun syahadat berperan
sebagai nyawa. Karena hanya dengan nyawa fisik menjadi hidup. Begitu juga, amal
akan menjadi hidup jika disertai iman. 
Jika
Muhammad melambangkan postur tubuh manusia, sejatinya tubuh manusia telah
mempresentasikan Muhammad. Jagalah fisik ke-muhammad-an kita dengan memelihara
shalat, zakat, puasa, dan haji yang disertai dengan iman kepada Allah. 
Mahmud
Mahmud menjelaskan tentang nama-nama Allah yang indah. Semua sifat Allah terpuji. Melalui Mahmud kita digiring untuk memahami tauhidul asma. Jika Anda mendalami nama-nama Allah yang terangkum dalam asmaul husna, maka tidak ada yang dirasakan oleh hati kecuali keindahan. Tidak ada cacat sedikit pun yang terlihat. Apapun yang membuat Anda kagum, membuat Anda terharu, membuat Anda merasa excited, sungguh disana ada asma Allah yang memancar.
Dan
ketahuilah nama agung Allah terpahat indah pada Nabi Muhammad Saw. Ketahuilah
semua orang yang waras pikiran dan bersih hatinya akan menaruh kagum pada Nabi
Muhammad. Dialah cermin dari keindahan Allah Swt. Mungkin Anda tidak mengenali
akan keindahan Allah secara langsung. Tapi carilah cermin yang membantu Anda
menyaksikan keindahan Allah Swt melalui keindahan Nabi Muhammad Saw. Allah
sematkan seluruh keindahan Allah pada Nabi Muhammad Saw. Secara fisik, beliau
berparas indah. Bahkan melebihi kegantengan Nabi Yusuf a.s. Abuya Assayyid
Muhammad Alawy Al-Maliki menegaskan bahwa keindahan Nabi Yusuf a.s hanyalah
separuh dari keanggunan Nabi Muhammad Saw. 
Jika secara fisik, beliau seperti telah dipahat oleh Allah dengan bentuk yang sangat sempurna. Begitu memukau. Apalagi secara batin yang memancar lewat akhlaknya yang mulia nan elok, sungguh kita tak menemukan keindahan di luar beliau. Seolah seluruh karakter baik mengkristal pada beliau. Kalau Anda melihat orang yang begitu mengagumkan tersebab kepribadiannya yang memukau, maka keindahan orang itu tiba-tiba redup, dan memudar sama sekali, jika dihadiri oleh Nabi Muhammad Saw.
Seperti lampu lilin yang menyala memenuhi seisi ruang. Kehadiran
lilin itu sungguh meneduhkan, dan menyejukkan. Akan tetapi, ketika rembulan
datang menerpa dengan keindahan yang merenggut semua perhatian, maka cahaya
lilin itu mendadak lenyap. Meskipun secara eksistensi nyalanya masih ada. 
Anda menyimpan kagum pada seorang tokoh yang sangat dermawan. Kemana saja, dia meninggalkan jejak pemberian pada orang yang dia temui. Welas asihnya terasa menyebar luas. Bagaimana kalau Anda menyusuri tentang sifat Rasulullah Saw. Beliau tidak hanya dermawan, tapi justru menjadi orang yang begitu halim.
Beliau tidak hanya memberi pada orang yang berbuat baik, bahkan pada orang yang
berbuat jahat pun Rasulullah Saw selalu tergerak untuk memberi. Bagaimana
rasanya ketika Anda melihat Rasulullah Saw yang sama sekali tidak
memperlihatkan rasa marah ketika diusik dan diganggu orang lain. Beliau selalu
mengedepankan permafaan dibandingkan penghakiman apalagi membalas dengan
keburukan pada orang yang berbuat buruk pada beliau. 
Intinya,
semua sifat baik bersemat pada Nabi Muhammad Saw. Jika demikian, maka tidak ada
sosok yang layak kita cintai kecuali beliau. Kebaikan beliau tidak hanya kita
rasakan dalam kehidupan dunia ini, bahkan dalam kehidupan akhirat kita akan
ikut mereguknya. 
Bahkan
kalau Anda menemukan orang yang berlaku baik, dan menampilkan keindahan akhlak,
sadarilah segera bahwa itu hanya pantulan dari keindahan akhlak Nabi Muhammad
Saw. Saking baiknya Nabi Muhammad, seorang tokoh non-muslim, Michael Hart menempatkan
Rasulullah Saw berada di deretan pertama dari seratus tokoh berpengaruh di
dunia. Tak ada sosok sebelumnya juga tidak ada sosok sesudahnya yang bisa
menyamai keluhuran akhlak Nabi Muhammad Saw.
Ahmad
Ahmad
menekankan penjelasan tentang sifat-sifat Allah. Ketahuilah, bahwa seluruh
sifat yang menempel pada makhluk pada akhirnya berpangkal pada hidup. Allah
memberi manusia, misalnya, sifat qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar,
kalam dan seterusnya. Seluruh sifat itu tumbuh dari hidup. Tanpa adanya hidup,
maka kita takkan pernah mereguk nikmat lainnya. 
Ketika
orang berada di kesadaran Ahmad, maka fokusnya diarahkan pada ruh. Karena
esensi manusia adalah ruh. Jika ruh tercabut dari manusia, maka seluruhnya
tidak lagi berfungsi. Tanpa ruh—atau kesadaran—manusia tidak bisa mendengar,
tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara. Hanya kesadaran yang membuat semua
anggota tubuh yang melekat pada manusia akan berfungsi maksimal. 
Ketahuilah
ruh (idafi) yang menjadi energi kehidupan kita, terhubung dengan ruhul
muhammadiyah. Kedudukan ruh individual dengan ruh muhamadiyah, seperti pantulan
cahaya dan cahaya. Tidak akan terbentuk pantulan kalau tidak ada cahaya. Ketika
orang telah berada dalam kesadaran ini, maka dia sudah tak lagi merasa sebagai
subyek yang melakukan segalanya secara mandiri. Bahkan kesadaran yang tumbuh
adalah bahwa dia hanya sebagai obyek yang digerakkan. 
Ketika
shalat, kita menyadari disholatkan oleh Allah. Ketika kita bersedekah, kita
merasa digerakkan bersedekah oleh Allah. Sehingga tak ada ruang mengklaim
tindakannya—terutama yang baik—sebagai tindakannya. Kesemuanya adalah
digerakkan oleh Allah. Karena manusia tidak memiliki hidup yang dia nikmati.
Hidup yang menempel padanya adalah milik Allah. Dan cerminan hidup Allah adalah
Nur Muhammadiyah. Ketahuilah hubungan Allah (Al-Hayyu) dan Nur Muhammad tidak
bisa dipisahkan. Karena bagaimana kita memisahkan antara Zat dan sifat. Seperti
halnya Anda tidak bisa memisahkan antara madu dan manisnya, antara paku dan besinya,
antara bunga dan harumnya. 
Jika
orang telah mencapai kesadaran Ahmad, atau ruh, maka dia telah berada dalam
pusaran kesadaran Laa hawla walaaquwwata illaa billah. 
Ahad
Ahad membawa kita pada kesadaran sirr. Sudah sampai ketunggalan yang otentik. Tidak ada siapa-siapa yang wujud kecuali Allah. Sudah tak lagi ada dua aku. Hanya ada satu Aku. Dan Dialah wujud yang hakiki. Sirr inilah adalah medan bertemunya antara hamba dan Allah. Dan hanya orang yang telah mengikis dan menghilangkan keakuan yang bisa sampai pada Allah. Sosok yang menggapai Ahad adalah orang yang telah mati dari dirinya, dan hidup dalam kehidupan Allah.
Bukan
hanya perbuatannya, sifat-sifat baik, dan hidupnya yang tidak diakui sebagai
miliknya. Bahkan dirinya tidak ada. Karena yang ada hanya Allah. Ketika orang
telah tenggelam dalam wujudullah. Dimana-mana yang terlihat hanya Allah. Semua
arah hanya ada Dia. Dikepung oleh Dia. Tidak ada selain Dia.  
Semoga kita terbimbing mengalami Muhammad, Mahmud, Ahmad, sampai kemudian Ahad. Dan hanya dengan bimbingan dan taufik Allah, kita bisa merasakannya.



0 comments